Museum Tsunami di Aceh: Sejarah, Arsitektur, dan Panduan Berkunjung

JNEWS – Museum tsunami di Aceh menjadi salah satu tempat yang penuh makna dan sarat emosi. Didirikan sebagai bentuk penghormatan terhadap para korban bencana tsunami 2004, museum ini juga menggambarkan semangat masyarakat Aceh untuk bangkit.

Lokasinya yang strategis di Banda Aceh menjadikannya mudah dijangkau dan sering dikunjungi oleh wisatawan maupun warga lokal. Tertarik untuk berkunjung juga ke sini?

Sejarah dan Latar Belakang Dibangunnya Museum Tsunami di Aceh

Dikutip dari situs resminya, Museum Tsunami di Aceh dibangun sebagai monumen untuk mengenang tragedi gempa bumi dan tsunami dahsyat yang melanda Aceh pada 26 Desember 2004. Peristiwa ini menjadi salah satu bencana alam terbesar dalam sejarah modern.

Menelan lebih dari 230.000 korban jiwa di 14 negara, Aceh menjadi wilayah yang mengalami dampak paling parah. Bencana tersebut tidak hanya menghancurkan infrastruktur, tetapi juga meninggalkan luka di hati masyarakat yang kehilangan keluarga, teman, dan tempat tinggal.

Sebagai pengingat atas tragedi tersebut, dibangunlah museum ini. Selain menjadi simbol penghormatan bagi para korban, museum ini juga didesain sebagai pusat edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mitigasi bencana. Pengunjung diajak memahami kekuatan alam yang luar biasa sekaligus belajar bagaimana menghadapinya melalui berbagai informasi dan pengalaman interaktif yang disediakan.

Pendirian museum ini menjadi pengingat akan pentingnya solidaritas, ketangguhan, dan kesadaran dalam menghadapi bencana. Setiap sudutnya menceritakan kisah perjuangan dan kebangkitan masyarakat Aceh dari salah satu bencana paling tragis yang pernah dialami umat manusia.

Baca juga: 18 Museum di Indonesia Terbaik dan Terpopuler yang Wajib Dikunjungi

Museum di Indonesia Terbaik

Arsitektur, Ruang, dan Koleksi

Pembangunan Museum Tsunami di Aceh ini dimulai pada tahun 2007, dan diresmikan pada 27 Februari 2009. Desainnya merupakan hasil karya arsitek Ridwan Kamil. Saat itu, arsitek yang akrab disapa Kang Emil ini memenangkan sayembara internasional dengan konsep “Rumoh Aceh as Escape Hill”, terinspirasi dari rumah tradisional Aceh yang berbentuk rumah panggung. Bangunan seluas 2.500 meter persegi ini memiliki dinding lengkung dengan relief geometris, dan atap yang menyerupai gelombang laut.

Di Museum Tsunami Aceh, pengunjung diajak merasakan suasana yang menggugah emosi sejak langkah pertama. Lorong Tsunami menjadi pintu masuk yang menciptakan pengalaman yang cukup menggetarkan. Koridor sempit ini didesain gelap dengan suara gemuruh air, memberikan gambaran mendekati suasana mencekam saat tsunami melanda.

Di dalamnya, terdapat Sumur Doa, atau disebut juga The Light of God, sebuah ruang berbentuk silinder yang menampilkan nama-nama korban terukir di dinding. Ruangan ini memberikan tempat untuk merenung dan berdoa. Pengalaman ini dirancang untuk menggugah kesadaran, juga berefleksi dan memberikan penghormatan kepada mereka yang kehilangan nyawa.

Selain itu, museum ini juga memamerkan koleksi beragam seperti foto, video, artefak, dan cerita dari penyintas. Ada lebih dari 6.000 koleksi di museum ini yang terbagi dalam berbagai kategori, seperti etnografika, arkeologika, biologika, teknologika, seni rupa, numismatika, geologika, filologika, hingga historika. Tidak semua koleksi dipamerkan sekaligus. Koleksi dirotasi setiap enam bulan, dengan sekitar 1.300 item ditampilkan di tiga lokasi utama: Rumah Aceh, pameran temporer, dan ruang pameran tetap.

Semua elemen dalam museum ini saling mendukung untuk menciptakan suasana yang penuh makna dan mengedukasi. Menariknya, tak hanya berfungsi sebagai museum, Museum Tsunami di Aceh ini juga dirancang untuk memiliki fungsi praktis. Bangunan ini dapat digunakan sebagai tempat penampungan darurat jika tsunami kembali terjadi.

Panduan Kunjungan ke Museum Tsunami di Aceh

Museum Tsunami di Aceh terletak di Jalan Sultan Iskandar Muda, Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh. Lokasinya sangat strategis, berdekatan dengan Masjid Raya Baiturrahman dan Lapangan Blang Padang, sehingga mudah dijangkau oleh pengunjung.

Museum ini buka setiap hari kecuali Jumat. Pada Senin hingga Kamis, pengunjung dapat datang pada dua sesi, yaitu pukul 09.00–12.00 WIB dan 14.00–16.00 WIB. Jadwal yang sama juga berlaku untuk akhir pekan, yaitu Sabtu dan Minggu.

Harga tiket masuk cukup terjangkau. Mulai dari Rp3.000 untuk anak-anak, pelajar, atau mahasiswa, Rp5.000 untuk dewasa, dan Rp15.000 untuk wisatawan mancanegara.

Fasilitas di museum ini cukup lengkap, termasuk ruang pameran tetap dan temporer, ruang audio visual, perpustakaan, musala, area parkir, toko suvenir, serta kafe. Tersedia juga akses khusus untuk penyandang disabilitas, seperti lift dan jalur kursi roda. Selama kunjungan, pengunjung diharapkan menjaga kebersihan, mematuhi aturan yang berlaku, dan memastikan anak-anak selalu dalam pengawasan.

Museum ini menyediakan pengalaman yang menggugah dengan berbagai koleksi yang mengedukasi dan menginspirasi. Fotografi diperbolehkan, tetapi pengunjung perlu memperhatikan pembatasan seperti larangan penggunaan flash dan tripod di beberapa area. Datang lebih awal sangat disarankan untuk menghindari keramaian dan menikmati kunjungan dengan lebih nyaman. Staf museum juga siap membantu jika ada kebutuhan khusus atau informasi tambahan.

Baca juga: Rumah Adat Aceh: Keunikan dan Makna dalam Arsitekturnya

Dengan persiapan yang baik, kunjungan ke Museum Tsunami di Aceh akan menjadi pengalaman yang berkesan sekaligus mendalam.

Exit mobile version