7 Novel Sejarah Terbaik dari Penulis Indonesia

JNEWS – Membaca novel sejarah rasanya ibarat jalan-jalan ke masa lalu. Lewat cerita fiksi yang dibumbui fakta sejarah, kita bisa mengenal kejadian penting yang pernah terjadi di negeri ini.

Tak cuma seru, banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik dari kisah-kisah zaman dulu. Apalagi jika dikemas dengan gaya yang lebih hidup.

Novel Sejarah Indonesia yang Terbaik

Beberapa penulis Indonesia berhasil menciptakan novel sejarah yang bukan hanya menarik, tapi juga mengangkat isu sosial dan politik di masa lampau. Mereka membawa pembaca menyelami peristiwa penting dengan sudut pandang manusia biasa.

Novel-novel ini jadi cara asyik buat belajar sejarah tanpa terasa membosankan. Berikut beberapa di antaranya yang terbaik dan paling direkomendasikan. Ada yang meraih penghargaan baik nasional maupun internasional, pun ada pula yang diadaptasi menjadi film atau serial.

1. Tetralogi Pulau Buru

Tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer adalah rangkaian empat novel yang terdiri dari Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca.

Novel ini mengisahkan perjalanan hidup Minke, seorang pemuda pribumi berpendidikan Belanda. Ia menjadi saksi perjuangan rakyat Indonesia melawan kolonialisme di awal abad ke-20. Melalui karakter Minke, Pramoedya menyoroti pentingnya pendidikan, kebebasan berekspresi, dan perjuangan melawan penindasan.

Ditulis saat Pramoedya dipenjara di Pulau Buru tanpa proses pengadilan, tetralogi ini menjadi simbol perlawanan terhadap rezim otoriter. Karya ini telah diterjemahkan ke berbagai bahasa dan diakui secara internasional sebagai salah satu karya sastra Indonesia paling berpengaruh sepanjang masa. Bumi Manusia telah diangkat ke layar lebar dibesut oleh sutradara kenamaan, Hanung Bramantyo, di tahun 2019.

Baca juga: 10 Cerita Legenda yang Menjadi Film

2. Ronggeng Dukuh Paruk

Novel sejarah karya Ahmad Tohari ini menggambarkan kehidupan masyarakat pedesaan Jawa pada masa pergolakan politik tahun 1960-an. Kisahnya berpusat pada Srintil, seorang perempuan yang dipercaya sebagai penerus tradisi ronggeng di desa kecil bernama Dukuh Paruk.

Novel ini menggambarkan dinamika tradisi, kepercayaan lokal, serta dampak peristiwa politik nasional terhadap kehidupan rakyat kecil. Di dalamnya ada pula latar belakang tragedi 1965 yang menimpa kaum tak bersalah.

Sebagai apresiasi, Ronggeng Dukuh Paruk menyabet Hadiah Sastra Rancage 1987 dari Yayasan Kebudayaan Rancage. Novel ini pernah diadaptasi menjadi film berjudul Sang Penari, disutradarai oleh Ifa Isfansyah, dengan pemeran utama Prisia Nasution dan Oka Antara. Film ini meraih sepuluh nominasi di Festival Film Indonesia 2011 dan memenangkan empat Piala Citra, termasuk Film Terbaik dan Sutradara Terbaik.

Novel sejarah - Cantik Itu Luka
Sumber: Goodreads

3. Cantik Itu Luka

Orang-orang menyebut novel sejarah ini bergenre realisme magis. Adalah Dewi Ayu, seorang perempuan keturunan Belanda, dipaksa menjadi pelacur di masa penjajahan Jepang. Ia melahirkan empat anak perempuan, termasuk anak bungsu yang diberi nama Cantik. Seakan memberikan ironi kehidupan, Cantik terlahir dengan rupa yang buruk.

Novel ini mengeksplorasi tema berat seperti kolonialisme, kekerasan, balas dendam, hingga ketidakadilan sosial di masa lalu. Lewat karakter-karakternya yang kompleks, Eka Kurniawan memotret trauma kolektif yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Cantik Itu Luka telah meraih banyak penghargaan bergengsi, termasuk World Readers Award 2016 dan Prince Claus Award 2018, serta masuk dalam daftar 100 Buku Terkemuka versi The New York Times.

4. Burung-Burung Manyar

Burung-Burung Manyar karya Y.B. Mangunwijaya adalah salah satu novel sejarah yang mendapat banyak apresiasi. Novel ini meraih Southeast Asia Write Award dari Kerajaan Thailand pada tahun 1983, penghargaan bergengsi untuk penulis Asia Tenggara. Selain itu, Y.B. Mangunwijaya juga dianugerahi Ramon Magsaysay Award pada 1996, yang sering disebut sebagai Nobel versi Asia.

Cerita novel sejarah ini berfokus pada cinta terlarang antara Setadewa (Teto) dan Larasati, yang terjebak dalam konflik ideologi di masa revolusi kemerdekaan Indonesia. Teto adalah putra ningrat yang memilih berpihak pada Belanda, sementara Larasati seorang perempuan pejuang yang memperjuangkan kemerdekaan. Bukan cuma soal cinta yang tragis, novel ini juga mengangkat isu tentang moral, identitas, dan bagaimana kolonialisme membentuk pandangan hidup seseorang.

Sumber: Goodreads

5. Gadis Kretek

Gadis Kretek karya Ratih Kumala bukan cuma bercerita soal cinta terlarang, tapi juga menyajikan sejarah unik tentang industri rokok kretek di Indonesia. Fokus ceritanya ada pada Dasiyah, seorang ronggeng yang terlibat hubungan rahasia dengan pemilik pabrik kretek. Kisah cinta mereka tak hanya mengubah nasib keluarga, tetapi juga membawa dampak besar dalam bisnis rokok secara keseluruhan.

Novel ini mengupas berbagai intrik keluarga yang penuh rahasia, dibalut dengan latar sejarah dari masa kolonial sampai era kemerdekaan. Kombinasi budaya, bisnis, dan tradisi yang digambarkan bikin ceritanya semakin kaya.

Popularitas Gadis Kretek semakin meroket setelah diadaptasi jadi serial Netflix pada 2023, dibintangi oleh Dian Sastro. Serial ini sukses menghidupkan suasana klasik dan menonjolkan elemen budaya yang jadi bagian penting dalam cerita.

6. Laut Bercerita

Novel sejarah karya Leila S. Chudori ini berfokus pada Biru Laut, seorang mahasiswa idealis yang bergabung dalam gerakan bawah tanah melawan rezim Orde Baru di Indonesia pada tahun 1990-an.

Novel ini menggambarkan sisi gelap sejarah Indonesia, termasuk penangkapan, penyiksaan, dan penghilangan paksa para aktivis yang dianggap berbahaya oleh pemerintah. Laut Bercerita tidak hanya menyoroti perjuangan politik, tetapi juga menggambarkan trauma keluarga korban yang ditinggalkan.

Laut Bercerita telah diadaptasi menjadi film pendek berdurasi 30 menit yang disutradarai oleh Pritagita Arianegara. Pemerannya antara lain Reza Rahadian, Ayushita, Dian Sastrowardoyo, dan Tio Pakusadewo, dan tayang perdana di Ubud Writers and Readers Festival pada tahun 2018.

7. Amba

Novel sejarah ini menceritakan perjalanan seorang perempuan Jawa bernama Amba. Ia mencari Bhisma, kekasihnya yang diasingkan ke Pulau Buru karena dituduh terlibat dalam gerakan kiri.

Terjemahan novel ini ke bahasa Jerman berjudul Alle Farben Rot. Karya tersebut memenangkan LiBeraturpreis pada 2016. Penghargaan ini diberikan kepada penulis perempuan dari Asia, Afrika, Amerika Latin, Karibia, dan Arab.

Baca juga: 10 Film tentang Indonesia dengan Latar Belakang Zaman Perjuangan

Membaca novel sejarah bukan cuma seru, tapi juga membuat kita semakin memahami perjalanan bangsa ini dari sudut yang berbeda. Kisah-kisah di dalamnya bisa jadi pengingat bahwa sejarah bukan sekadar angka dan peristiwa, tapi tentang manusia, emosi, dan perjuangan yang masih relevan sampai sekarang.

Exit mobile version