Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) Tanah Air sudah mulai berani untuk memasarkan produknya ke luar negeri melalui ekspor, meskipun jumlahnya masih minim. Maka dari itu, pemerintah pun menargetkan ekspor UMKM bisa meningkat dua kali lipat di tahun 2024.
Seperti disampaikan oleh Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin menaikkan volume ekspor dari produk UMKM dalam negeri dari volume yang saat ini berada di 14 persen menjadi 28 persen di tahun 2024. Sejauh ini, ekspor UMKM dari Indonesia memang terbilang rendah bila dibandingkan dengan negara tetangga.
Baca Juga: Gandeng Jamsostek, KemenkopUKM Dorong UMKM Jadi Sektor Formal
Untuk bisa mensukseskan rencana tersebut, pihak Kementerian Koperasi dan UKM akan memetakan barang-barang apa saja yang dibutuhkan oleh pasar di luar negeri. “Setelah itu, pemerintah akan fokus mengembangkan sektor yang memang mendapatkan banyak permintaan dari global, sehingga kalau kami sudah masuk nanti kami juga bisa menawarkan produk yang lain. Bisa create yang lain,” jelas Menteri Teten.
Adapun sejumlah sektor yang berpotensi mendapatkan banyak permintaan dari luar negeri, kata Menteri Teten, antara lain pertanian dan perikanan. Kedua sektor tersebut mayoritas masih dikembangkan oleh UMKM, dengan persentase 96 persen.
Bila mengacu pada laporan Food and Agricultural Organization (FAO), sektor perikanan malah berpotensi besar. Hal ini karena permintaan konsumsi terhadap produk ikan masih tumbuh 3,1 persen di global.
Jadi orang sekarang sudah memilih ikan sebagai healthy food dan ini jadi potensi di Indonesia. Ini banyak sekali (produksi) UMKM, baik ikan hidup maupun olahan,” terangnya.
Baca Juga: Kemenhub dan Dekranas Godok Pelatihan Kewirausahan Pengrajin di Labuan Bajo
Memanfaatkan GSP
Langkah pemerintah untuk meningkatkan ekspor tidak hanya sampai di situ, menurut Menteri Teten, Kemenkop UKM juga mengajak para pelaku UMKM yang siap ekspor untuk memanfaatkan Generalized System of Preference (GSP). GSP sendiri merupakan fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk yang diberikan secara unilateral oleh Amerika Serikat (AS).
AS sendiri telah memperpanjang preferensi tarif GSP kepada Indonesia per tanggal 30 Oktober lalu. Dengan adanya GSP tadi, Menteri Teten mengatakan bahwa hal tersebut harus dimanfaatkan dengan baik oleh para pelaku UMKM sebagai peluang untuk memasukkan produknya ke negara AS.
“Diperpanjangnya fasilitas GSP oleh Amerika Serikat untuk Indonesia merupakan berkah besar bagi Indonesia di saat ekonomi sulit sekarang ini. Apalagi produk-produk yang mendapat fasilitas GSP berasal dari kelompok produk yang banyak menyerap tenaga kerja dan bisa diproduksi oleh para UKM di Indonesia,” kata Menteri Teten.
Baca Juga: Cara Digital Bikin Produk UKM Kamu Masuk Jalur Ekspor
Bicara mengenai produk UMKM dalam negeri, menurut Duta Besar RI untuk AS Muhammad Lutfi ada beberapa produk UMKM cukup diminati oleh warga AS, di antaranya kerajinan seperti handbag, pintu kayu, serta perhiasan perak. Karenanya, dengan adanya perpanjangan kebijakan tadi, maka akan membuka peluang produk-produk Indonesia masuk ke AS.
Ekspor GSP Indonesia pada 2019 berasal dari 729 pos tarif barang dari total 3.572 pos tarif produk yang mendapatkan preferensi tarif GSP mencakup produk-produk manufaktur dan semimanufaktur, pertanian, perikanan, dan juga industri primer. Indonesia saat ini merupakan negara pengekspor GSP terbesar ke-2 di AS setelah Thailand.
Nilai ekspor Indonesia ke AS menggunakan GSP pada 2019 mencapai USD 2,63 miliar. Lutfi yakin pada 3-4 tahun ke depan nilai pengapalan barang menggunakan GSP ke AS bisa naik sekitar 300% menjadi USD 7,1 miliar.