Guna meningkatkan kinerja logistik nasional, memperbaiki iklim investasi, dan meningkatkan daya saing perekonomian nasional, Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu resmi menandatangi Inpres Nomor 5 Tahun 2020 perihal penataan ekosistem logistik nasional. Penataan ini pun dinilai harus dilakukan secara bersama-sama.
Pendapat ini diutarakan oleh Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Agung Kuswandono. Pendapat Agung ini merujuk pada sejumlah target Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, salah satunya penurunan biaya logistik.
“Permasalahan terkait penataan ekosistem logistik nasional harus dikerjakan bersama secara holistik. Pengembangan maritim termasuk yang mencakup banyak sektor dalam membangun (keterpaduan logistik di) Indonesia,” ujar Agung dalam keterangan resmi.
Baca Juga: Penting! Kenali 3 Jenis Kemasan Barang Berikut Ini
Salah satu contoh yang dipaparkan oleh Agung terkait pengembangan pelabuhan yang musti terhubung dengan akses jalan, layanan trucking, dan juga adanya fasilitas pendukung, seperti cold storage untuk komoditas pangan.
Bukan cuma itu, pelabuhan dengan manajemen digital yang efektif juga perlu dikembangan untuk operasional yang efisien. Agung pun menilai pelabuhan juga harus memiliki konsep greenport, karena pelabuhan bukan cuma milik industri, tapi juga milik masyarakat di lingkungan sekitarnya.
“Salah satu yang sudah baik dan relatively berstandar internasional ialah Terminal Teluk Lamong yang dikelola Pelindo III (di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya). Jadi memang harus dikerjakan bersama oleh para pelaku bisnis logistik. Tidak bisa sektoral,” imbuhnya.
Kapal dan Kereta Api Tekan Biaya Logistik
Senada dengan Agung, Staf Ahli Menteri Perhubungan Bidang Logistik, Multimoda, dan Keselamatan, Cris Kuntadi mengatakan jika perlu adanya terobosan yang dilakukan bersama oleh para pemangku kepentingan logistik. Salah satunya adalah dengan menghidupkan kembali atau membangun jalur kereta api sebagai akses ke pelabuhan.
Dengan membangun menggunakan moda kereta api, hal ini bisa mengurangi konsumsi BBM untuk truk, di mana masih menjadi kendaraan yang mendominasi moda angkutan di Indonesia. Cris mengatakan perlu ada perimbangan porsi angkutan logistik di Indonesia.
Baca Juga: Trik Packing Aman Sampai ke Tangan Pembeli
“Saat ini angkutan logistik masih terlalu mengandalkan angkutan jalan (darat) dengan presentase 90,4 persen. Sementara (angkutan) laut hanya 7 persen dan penyeberangan (ferry) hanya 2 persen. Kemudian kereta api malah hanya 0,6 persen,” paparnya.
Hal tersebut menurut Cris menjadi salah satu penyebab tingginya biasa logistik di Tanah Air. Dengan menggunakan angkutan laut, penyeberangan, dan kereta api maka dapat meningkatkan efisiensi, karena kapal dan kereta api menjadi moda angkutan dengan biaya terendah jika dibandingkan dengan kemampuan angkutnya.
“Pemerintah telah menerbitkan sejumlah regulasi yang mengatur keterpaduan angkutan multimoda. Mulai dari Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah, hingga Peraturan Menteri Perhubungan. Sehingga diharapkan bisa mendorong partisipasi dan kolaborasi yang lebih selaras dari banyak pihak,” kata Cris Kuntadi.
Baca Juga: Tingkatkan Kepuasan Konsumen dengan Kecepatan Pengiriman Barang