JNEWS – Pulau Rote terletak di perairan Laut Sawu dan berbatasan langsung dengan Samudra Hindia di selatan. Pulau ini merupakan bagian dari Kabupaten Rote Ndao dan memiliki luas sekitar 1.200 km persegi.
Berada di barat daya Pulau Timor, pulau ini memiliki keistimewaan sebagai lokasi titik nol Indonesia di bagian selatan dan dikenal sebagai salah satu pulau terluar di Indonesia. Rote terkenal kekayaan akan sejarah, budaya, dan tradisi masyarakatnya, serta menawarkan berbagai destinasi wisata menarik.
Sejarah Pulau Rote
Sejarah leluhur orang Rote berasal dari Sera Sue do Dai Laka, suatu tempat di Pulau Seram dan Maluku. Fakta ini terungkap dalam buku Otak Rote: Perspektif Kehidupan Sosial Politik Orang Rote, yang ditulis oleh Leksi S.Y. Ingguoe. Hal ini dipertegas dengan cerita legenda setempat, bahwa penduduk awal Rote datang dari arah utara, menggunakan perahu lete-lete.
Dikutip dari website resmi pemerintah Kabupaten Rote Ndao, Pulau Rote, juga dikenal dengan nama Rotti atau Rottij dalam arsip Hindia Belanda, memiliki beberapa sebutan lain. Sebagian masyarakat Rote, yang kesulitan mengucapkan huruf ‘R’, menyebutnya “Lote”. Nama lainnya adalah “Lolo Deo Do Tenu Hatu” yang berarti pulau yang gelap, dan “Nes Do Male” yang berarti pulau yang kering atau layu. “Lino Do Nes” merujuk pada pulau yang sunyi.
Namun, yang menarik, ada pula cerita yang beredar, bahwa semua diawali ketika seorang pelaut Portugis pada abad ke-15 berhenti di pulau ini dan bertanya kepada seorang nelayan lokal tentang nama tempat tersebut. Nelayan tersebut, yang mengira ditanya namanya, menjawab “Rote,” sehingga pelaut tersebut menganggapnya sebagai nama pulau tersebut.
Dalam sejarah, akhirnya memang nama Rote menjadi lebih umum digunakan. Pada abad ke-17, pulau ini dikenal sebagai produsen agraria besar dan menjadi target Belanda untuk dikuasai dalam upayanya mengamankan wilayah dari pengaruh Portugis.
Belanda pertama kali tiba di Pulau Timor pada 1953, segera mendapat serangan dari sekutu Portugis pada Desember tahun itu. Raja-raja di pedalaman Kupang yang bersahabat dengan Portugis juga mulai mengancam posisi Belanda.
Namun, konflik internal antara kerajaan di Kupang memungkinkan Belanda untuk menggandeng beberapa kerajaan dalam perlawanan terhadap Portugis. Akhirnya, Belanda berhasil mengusir Portugis dari Rote dan menguasai kerajaan-kerajaan yang sebelumnya bersekutu dengan Portugis.
Baca juga: 6 Spot Snorkeling dan Diving Terbaik di Pulau Rote
Masyarakat, Budaya, dan Tradisi Rote
Kabupaten Rote Ndao terletak di ujung selatan kepulauan Nusantara Indonesia. Penduduknya tersebar di pulau Rote dan beberapa pulau kecil sekitarnya seperti Ndao, Ndana, Panama, Usu, Manuk, Doo, Helina, Landu, dan lain-lain.
Penduduk asli Rote Ndao mayoritas adalah dari suku-suku kecil seperti Rote Nes, Bara Nes, Keo Nes, Pilo Nes, dan Fole Nes. Mereka tinggal di wilayah yang disebut Nusak.
Bahasa Rote termasuk dalam keluarga bahasa Austronesia, subkelompok Melayu-Polinesia Barat-Selatan, dengan beberapa dialek berbeda. Penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, peternak, nelayan, penyadap nira, dan pengrajin.
Lahan yang terairi digunakan untuk sawah, sementara hasil utama pertanian mereka adalah padi ladang, jagung, dan ubi kayu. Ternak utama mereka adalah kerbau, sapi, kuda, dan ayam. Para wanita dari suku ini ahli dalam menenun dan membuat kerajinan dari pandan.
Setiap komunitas di Rote memiliki struktur sosial tersendiri. Tingkat tertinggi adalah mane leo, yang merupakan pemimpin spiritual, sedangkan leo fetor adalah wakil yang mengurus hal duniawi. Fungsi utama mane leo bersifat spiritual.
Filosofi kehidupan di Rote adalah “mao tua do lefe bafi,” yang menggambarkan kehidupan yang cukup dari mengiris tuak dan memelihara babi. Masyarakat Rote tradisional membentuk pemukiman di sekitar tanaman lontar sebagai pusat kegiatan mereka.
Pekerjaan menyadap nira lontar biasanya dilakukan oleh pria dewasa hingga tua, sementara pekerjaan setelah nira turun dari pohon menjadi tanggung jawab wanita. Pria di Rote biasanya mulai hari mereka sekitar pukul 03.30 pagi.
Dalam hal kepercayaan, orang Rote mengenal Lamatuan atau Lamatuak sebagai Pencipta dan Pemberi Berkah. Saat ini, banyak penduduk Rote yang menganut agama Kristen Protestan, Katolik, atau Islam.
Destinasi Wisata Menarik di Pulau Rote
Sementara itu, Pulau Rote memang dianugerahi alam yang indah, khas alam Indonesia Timur. Ada beberapa destinasi menarik di pulau paling selatan Indonesia ini yang wajib masuk bucket list, masih dirangkum dari situs resmi pemerintah Kabupaten Rote Ndao.
1. Pantai Nembrala
Pantai Nembrala terletak di Desa Nembrala, Kecamatan Rote Barat, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, dikenal dengan pasir putih dan ombak yang ideal untuk surfing. Dari bulan Agustus hingga Oktober, pantai ini ramai dengan acara surfing regional dan internasional.
Pantai ini juga merupakan salah satu produsen rumput laut terbesar di Pulau Rote Ndao. Pengunjung dapat menikmati sunset yang indah sambil menyaksikan para petani rumput laut bekerja, menambah pesona Pantai Nembrala.
2. Pantai Bo’a
Pantai Bo’a berada di Kecamatan Rote Barat, sekitar 7,5 km dari pusat kecamatan. Pantai ini terkenal karena ombaknya yang besar, menjadi lokasi kedua terbesar setelah Hawaii untuk lomba selancar internasional antara bulan Oktober hingga September.
Selain dikenal dengan “Gelombang G” yang ideal untuk surfing, diving, dan sailing, Pantai Bo’a juga menawarkan pasir putih yang luas, laut biru, dan pemandangan alam yang memukau. Selain surfing, pengunjung bisa berenang, snorkeling, memancing, dan mengunjungi Pulau Ndana yang indah.
3. Pantai Oeseli
Pantai Oeseli terletak di Desa Oeseli, Kecamatan Rote Barat Daya. Pantai ini populer di kalangan pemuda setempat sebagai tempat berkumpul saat hari libur. Berbeda dengan pantai Bo’a dan Nemberala yang memiliki ombak besar, Pantai Oeseli menawarkan suasana yang lebih tenang dengan ombak kecil yang ideal untuk berenang atau bermain air.
Karena posisinya di ujung pulau, pantai ini kurang dikenal dan jarang dikunjungi oleh wisatawan, baik lokal maupun internasional. Keasrian alamnya terjaga karena masih sedikitnya kunjungan. Di desa ini, hampir semua penduduknya berprofesi sebagai petani rumput laut dan pembuat air gula.
4. Danau Laut Mati
Danau Laut Mati terletak di Desa Sotimori, Kecamatan Rote Timur, Kabupaten Rote Ndao. Dari ibu kota kabupaten, perjalanan menuju danau ini membutuhkan waktu sekitar 90 menit menggunakan kendaraan bermotor.
Pengunjung dapat menikmati keindahan Danau Laut Mati dengan mengendarai jet ski untuk mengelilingi pulau-pulau kecil di dalamnya. Keunikan danau ini terletak pada pasirnya yang terbuat dari kulit kerang dan dihuni oleh ikan mujair, yang merupakan jenis ikan air tawar.
5. Labirin Pantai Mulut Seribu
Labirin Pantai Mulut Seribu di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, menawarkan pengalaman liburan yang unik dengan menjelajahi kawasan yang terdiri dari gugusan pulau kecil di Kecamatan Landu Leko.
Pengunjung yang pertama kali ke Mulut Seribu sebaiknya didampingi oleh pemandu dari nelayan lokal. Jalur masuk dan keluar ke lokasi ini hampir serupa dan bisa membingungkan tanpa pemandu.
Ada dua pintu masuk ke area ini, yang masing-masing terletak di antara tebing karang dan cukup sempit. Menyusuri selat antar pulau-pulau kecil ini memberikan pengalaman yang tak terlupakan dan menjadikan perjalanan ini berkesan.
6. Telaga Nirwana
Telaga Nirwana, sebuah telaga yang terletak sekitar 200 meter dari pantai Buadale di Dusun Kotalai, Desa Oeseli, Kecamatan Rote Barat Daya, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur, menawarkan pemandangan yang memikat hati.
Dikenal dengan keindahan alamnya yang asri, telaga ini memiliki teluk sepanjang kurang lebih 700 meter yang berakhir di sebuah gua yang sangat indah. Di tengah telaga terdapat batu besar berbentuk hati yang dikelilingi oleh pasir putih di dasar air yang jernih dengan kedalaman mencapai pinggang orang dewasa.
7. Batu Termanu
Objek wisata Batu Termanu di Nusak Termanu, Kecamatan Rote Tengah terdiri atas dua batu besar, Batu Hun dan Su’a Lain, juga dikenal sebagai Batu Mbadar atau Batu Bapa. Menurut legenda lokal, Batu Hun dianggap laki-laki dan terletak di sebelah barat, sedangkan Su’a Lain dianggap wanita dan terletak di sebelah timur, keduanya dianggap sebagai pasangan suami istri.
Kedua batu ini dipercaya sebagai batu pengembara yang asalnya dari Ti Mau (Amfoang), dan ada juga yang menyebutkan dari Maluku atau Seram. Konflik tentang harta pusaka mendorong mereka untuk mengembara.
Perjalanan mereka sempat berhenti di Ndao, tetapi karena kondisi yang tidak harmonis, mereka diusir. Mereka kemudian mengembara ke Lole, dan kemudian memiliki seorang anak yang dinamakan Nusa Lai, yang kini menjadi sebuah pulau di selatan Lole. Setelah konflik di Lole, mereka melanjutkan pengembaraan mereka sampai akhirnya menetap di Termanu.
Di Termanu, khususnya Su’a Lain, menjadi tempat penting bagi ritual doa masyarakat setempat. Dalam upacara keagamaan yang dipimpin oleh manasonggo (imam animis), masyarakat membawa hewan dan bahan pangan seperti beras sebagai persembahan ke Su’a Lain.
Beras dimasak menjadi nasi, hewan disembelih, dan organ serta bulu hewan dipersembahkan kepada batu tersebut, sementara sisanya disantap bersama. Tradisi ini, dikenal sebagai ‘leu ke batu’, bertujuan memohon kepada dewata agar memberikan hujan yang cukup.
Baca juga: Pesona Alam Kepulauan Selayar: Jejak Wisata Alam Tersembunyi di Indonesia Timur
Pulau Rote menawarkan keindahan alam dan kekayaan budaya yang menjadikannya destinasi yang tak terlupakan. Dengan keunikan serta pesona yang memikat, pulau ini layak mendapatkan perhatian lebih sebagai surga tersembunyi di ujung timur Indonesia.