JNEWS – Pura Besakih berdiri di lereng Gunung Agung dan dikenal sebagai pusat spiritual paling penting di Bali. Tempat ini sudah disucikan sejak ratusan tahun lalu.
Pura Besakih juga sering disebut sebagai Mother Temple of Bali karena posisinya sebagai pusat utama pemujaan Hindu di pulau ini. Akar kesuciannya bahkan jauh lebih tua dari masuknya agama Hindu.
Berdasarkan temuan arkeologi, kawasan Besakih telah dihormati sejak zaman prasejarah, ketika masyarakat Bali asli masih mempraktikkan animisme dan pemujaan alam. Jejaknya terlihat dari struktur batu kuno yang ditemukan di area ini, yang menandakan Besakih telah berfungsi sebagai situs keagamaan selama lebih dari 2.000 tahun.
Letak Pura Besakih dan Makna di Balik Namanya

Pura Agung Besakih berada di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem. Lokasinya terletak di lereng barat daya Gunung Agung, gunung tertinggi di Bali. Sejak dulu, kawasan ini dipandang suci karena berada di dataran tinggi. Posisi tersebut dianggap dekat dengan alam dan kekuatan spiritual yang dihormati masyarakat Bali.
Dari Denpasar, jaraknya sekitar 30 kilometer. Akses menuju kawasan pura melewati Bukit Jambul, wilayah perbukitan dengan bentang alam hijau khas Bali Timur. Jalur ini sudah lama dikenal sebagai bagian dari kawasan wisata alam.
Pemilihan lokasi Pura Besakih berkaitan dengan kepercayaan lama tentang Hulundang Basukih, kawasan tinggi yang dianggap sakral. Nama Besakih berasal dari bahasa Sanskerta “Wasuki” atau “Basuki” dalam bahasa Jawa Kuno, yang berarti selamat atau sejahtera.
Nama ini juga terhubung dengan mitologi Naga Basuki, sosok penjaga keseimbangan kosmis. Dalam kepercayaan Hindu, Naga Basuki berperan sebagai penopang Gunung Mandara, simbol keseimbangan alam semesta.
Baca juga: Jenis-Jenis Pura di Bali: Makna, Fungsi, dan Keunikannya
Jejak Sejarah dan Perannya
Jejak sejarah menunjukkan bahwa kawasan Besakih telah disucikan jauh sebelum agama Hindu berkembang di Bali. Hal ini terlihat dari peninggalan megalitik yang ditemukan di area pura, seperti menhir, tahta batu, dan struktur teras berbentuk piramida.
Temuan-temuan tersebut menjadi bukti bahwa Besakih sudah menjadi tempat pemujaan sejak masa prasejarah. Kesucian kawasan ini kemudian berlanjut dan berbaur dengan ajaran Hindu.
Menurut tradisi, perkembangan Pura Besakih berkaitan dengan perjalanan Rsi Markandeya pada abad ke-13. Ia bersama para pengikutnya membuka kawasan hutan di lereng Gunung Agung dan menetap di wilayah yang kini dikenal sebagai Desa Besakih. Sejak saat itu, Besakih berkembang menjadi pusat keagamaan yang semakin penting.
Hingga kini, Pura Besakih dikenal sebagai pura terbesar dan paling utama di Bali. Pura Penataran Agung menjadi pusat dari kompleks ini, dikelilingi puluhan pura pendamping.
Selain menjadi tempat persembahyangan saat purnama dan Odalan, Besakih juga mencerminkan filosofi Tri Hita Karana. Prinsip ini menekankan harmoni antara manusia, Tuhan, dan alam.
Arsitektur Pura Besakih

Kompleks Pura Besakih berada di lereng Gunung Agung, gunung tertinggi dan paling disucikan di Bali. Penempatan bangunan mengikuti kontur alam, bukan memaksakan bentuk. Karena itu, kawasan pura terlihat menyatu dengan lingkungan sekitarnya.
Bangunan-bangunan di Pura Besakih dihiasi ukiran batu yang menggambarkan kisah Hindu, seperti Ramayana dan Mahabharata. Sementara atap bertingkat yang disebut meru menjadi ciri utama, sekaligus penanda tingkat kesakralan setiap bangunan.
Selain fungsi keagamaan, Pura Besakih juga dikenal sebagai tujuan wisata budaya. Dari kawasan pura, pengunjung dapat melihat bentang alam Bali Timur yang terbuka. Lokasinya berdekatan dengan Taman Bunga Edelweis dan Taman Jinja Bali, sehingga sering dikunjungi dalam satu jalur perjalanan. Faktor lokasi ini ikut memperkuat daya tariknya.
Pura Besakih tetap aktif digunakan sebagai pusat kegiatan keagamaan. Upacara rutin berlangsung sepanjang tahun. Salah satu yang paling besar adalah Upacara Eka Dasa Rudra, yang dilaksanakan dalam siklus seratus tahun. Upacara ini berfungsi sebagai ritual penyelarasan alam dan kehidupan.
Selain itu, persembahyangan rutin juga dilakukan saat bulan purnama dan perayaan Odalan yang datang setiap 210 hari. Pada waktu-waktu ini, kawasan pura dipenuhi umat Hindu dari berbagai daerah di Bali. Aktivitas ibadah berlangsung tertib dan teratur sesuai tata cara adat.
Pura Besakih memang merupakan pusat budaya dan warisan sejarah Bali. Nilai Tri Hita Karana tercermin dalam tata ruang, fungsi bangunan, dan aktivitas keagamaan yang berlangsung di dalamnya. Karena itu, Pura Besakih tetap memiliki peran penting hingga sekarang.
Panduan Berkunjung

Untuk berkunjung ke Pura Agung Besakih, ada beberapa hal penting yang perlu diketahui sejak awal. Pura ini dibuka setiap hari, mulai pukul 07.00 sampai 18.00 WITA. Datang lebih pagi biasanya terasa lebih nyaman karena udara masih sejuk.
Harga tiket masuk Pura Agung Besakih dibedakan berdasarkan kategori pengunjung. Untuk wisatawan domestik, tiket masuk dibanderol Rp80.000. Sementara itu, wisatawan mancanegara dikenakan tarif Rp150.000. Harga ini sudah termasuk akses ke kawasan utama pura beserta fasilitas pendukung yang tersedia di area wisata.
Saat berkunjung, pakaian sopan wajib diperhatikan. Pengunjung diharapkan mengenakan kain sarung dan selendang yang menutup bagian pinggang ke bawah. Jika tidak membawa sendiri, kain dan selendang bisa disewa atau dibeli di sekitar kawasan pura. Aturan ini penting karena Pura Besakih merupakan tempat ibadah yang masih aktif digunakan.
Tata tertib di area pura juga perlu dihormati. Hindari memotret saat upacara keagamaan sedang berlangsung. Jangan menyentuh, memanjat, atau duduk sembarangan di bangunan suci. Sikap tenang dan sopan akan membuat suasana kunjungan terasa lebih nyaman dan khidmat.
Bagi yang ingin memahami sejarah dan makna spiritual Pura Besakih dengan lebih dalam, tersedia jasa pemandu lokal. Mereka dapat menjelaskan simbol, struktur pura, dan konteks upacara yang sedang berlangsung.
Baca juga: Arsitektur Unik Tempat Ibadah Hindu: Menggali Estetika dan Simbolisme dalam Desain Bangunan
Perlu diingat, kawasan Pura Besakih cukup luas dan berada di dataran tinggi. Aktivitas berjalan kaki dan menaiki tangga tidak bisa dihindari. Kondisi fisik sebaiknya dipersiapkan dengan baik. Gunakan alas kaki yang nyaman, serta bawa air minum dan camilan ringan agar tetap bertenaga selama menjelajah area pura.
Bagaimana? Tertarik untuk mengunjungi Pura Besakih?












