Upacara dan Ritual di Pura Mangkunegaran: Tradisi yang Hidup

JNEWS – Pura Mangkunegaran merupakan istana kediaman para raja atau adipati Mangkunegaran. Awal mula berdirinya istana ini dibangun oleh Raden Mas Said atau biasa dikenal dengan nama Pangeran Sambernyawa pada tahun 1757.

Berdirinya istana ini setelah penandatanganan Perjanjian Salatiga. Dalam perjanjian tersebut, Raden Mas Said diakui sebagai pangeran merdeka yang memiliki wilayah otonom berstatus kadipaten dan disebut sebagai Praja Mangkunegaran. Kemudian, Raden Mas Said diangkat menjadi pendiri sekaligus penguasa pertama Mangkunegara. Adapun gelarnya yakni Mangkunegaran I dan berkedudukan di Pura Mangkunegaran.

Saat ini Mangkunegaran dipimpin oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunagoro X, menggantikan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunagoro IX yang meninggal tahun 2021 silam.

Mengenal Pura Mangkunegaran

Seperti yang diulas di atas, pendiri Mangkunegaran adalah Pangeran Sambernyawa. Beliau memiliki gelar yakni Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara Senopati Ing Ayudha Sudibyaningprang.

Mangkunegaran berstatus kadipaten dengan posisi di bawah kasunanan dan kasultanan. Setelah Perjanjian Salatiga, Kadipaten Mangkunegaran memiliki wilayah yang cukup luas dan memiliki tentara sendiri.

Setelah sekian abad berlalu menjadi kerajaan otonom, tepat bulan September 1946 di bawah kepemimpinan Mangkunegaran VIII menyatakan bergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sayangnya saat meletus revolusi sosial di Surakarta di tahun 1945-1946 membuat Mangkunegaran kehilangan kedaulatannya. Kendati demikian, Pura Mangkunegaran tetap menjalankan fungsinya sebagai penjaga budaya.

Puluhan tahun berlalu, Pura Mangkunegaran masih berdiri tegak. Ada beberapa hal menarik terkait istana ini yang membuatnya istimewa, berikut beberapa di antaranya:

Secara arsitektur Pura Mangkunegaran terdiri dari pamedan, pendopo ageng, pringgitan, ndalem ageng, dan keputren. Namun yang menarik, arsitekturnya kental dengan nuansa Jawa dan Eropa. Ini bisa dilihat dengan penggunaan kaca yang bergaya Eropa serta beberapa perabotan di dalamnya.

Pura Mangkunegaran hingga kini masih mempertahankan budaya yang masih dijaga secara turun temurun. Ada beberapa ritual dan upacara yang kerap diadakan di istana ini. Bahkan upacara-upacara tersebut sekarang ini terbuka untuk dihadiri oleh masyarakat umum.

Baca juga: 7 Hotel di Solo dengan Rating Google Tertinggi

Upacara dan Ritual di Pura Mangkunegaran

Upacara dan Ritual di Pura Mangkunegaran: Tradisi yang Hidup

1. Kirab Pusaka Dalem 1 Suro

Suro atau Sura merupakan nama bulan pertama dalam penanggalan Jawa. Sebagai pusat kebudayaan Jawa dan penerus tradisi Mataram, Pura Mangkunegaran menyambut 1 Suro dengan melakukan ritual penyucian pusaka, laku tirakat dan kirab pusaka.

Sebelum acara kirab dimulai, biasanya di depan Pendopo Ageng diletakkan dua buah ember dari kaleng berisi air bunga. Lalu, di belakangnya dua buah meja digabung menjadi satu dan dijajar memanjang, di atasnya juga terdapat bunga. Air dan bunga ini digunakan membasuh pusaka.

Rute kirab biasanya dimulai dari Pura Mangkunegaran – Jl. Ronggowarsito – Jl. Kartini – Jl. RM Said – Jl. Ronggowarsito kembali lagi  ke dalam Pura Mangkunegaran.

Menariknya, ketika kirab berlangsung, seluruh peserta tidak menggunakan alas kaki dan dilarang untuk berbicara. Kirab ini berlangsung dalam hening dan hikmat. Agar menjaga kekhusukan dari ritual kirab pusaka dan tapa bisu mubeng beteng, masyarakat yang dilewati mematikan lampu penerangan jalan selama kirab berlangsung.

Makna dari kirab Pusaka Dalem 1 Suro adalah masyarakat meminta keselamatan dan sarana introspeksi supaya menjadi pribadi yang lebih baik dari tahun sebelumnya.

2. Upacara Ruwatan Bumi

Ruwatan berasal dari kata ruwat yang berarti membuang sial atau menyelamatkan seseorang dari gangguan. Hingga saat ini, masyarakat Jawa kerap mengadakan upacara adat ini termasuk di Pura Mangkunegaran.

Upacara Ruwatan Bumi di Pendopo Ageng dipimpin oleh dalang ruwat yang juga bertugas meruwat para sukerta. Ada busana khusus yang dikenakan oleh dalang, sinden, niyaga dan juga pihak yang akan dirawat nantinya. Kelengkapan acara seperti buah-buahan, sayur, sepasang aneka jenis unggas, air kembang setaman dan lain-lain disiapkan untuk upacara ini.

Tujuan mengadakan upacara Ruwatan adalah meruwat golongan sukerta yakni seseorang yang tengah mengalami kesulitan atau kesusahan agar memperoleh keselamatan.

3. Upacara Tingalan Wiyosan Jumenengan

Upacara Tingalan Wiyosan Jumenengan adalah upacara peringatan kenaikan takhta. Yang menarik dari upacara ini adalah digelarnya kembali setelah kirab terakhir diadakan pada masa kepemimpinan Mangkunegoro VII tahun 1941.

Di tahun 2023, upacara Jumenengan diadakan pada 25-26 Februari 2023. Upacara ini dihadiri oleh sejumlah tamu VIP, pihak keluarga, kerabat, dan pihak yang menjalin relasi dengan Pura Mangkunegaran. Dalam upcara ini ada tarian Bedhaya Anglir Mendung yang diiringi gamelan Kyai Kanyut Mesem.

4. Upacara Adat Wilujengan Ruwahan

Upacara adat Wilujengan Ruwahan yang diadakan di Pura Mangkunegaran adalah untuk ziarah setiap bulan ruwah. Ini ditujukan kepada leluhur Mangkunegaran dan juga makam-makam Mataram.

Upacara ini dilakukan menjelang bulan suci Ramadan di Pendopo Ageng. Acara ini diikuti oleh ratusan orang dari keluarga, kerabat Mangkunegaran, abdi dalem, dan juga masyarakat yang tinggal di sekitar Pura Mangkunegaran.

Baca juga: Menilik Mitos dan Berbagai Ritual Sakral di Pantai Parangtritis

Selain upacara adat di atas, sekarang ini Pura Mangkunegaran kerap mengadakan festival budaya seperti Pementasan Sudamala, Pasar Kangen, berbagai kegiatan yang mendukung UMKM hingga konser seperti Garden Orchestra, Laras Hati Mangkunegaran, dan lain-lain.

Salah satu konser yang viral adalah konser kolaborasi K-Pop dan keroncong yang dihadiri boy group Xodiac di Mangkunegaran. Biasanya setiap bulan pasti ada kegiatan yang dibuka untuk umum, agar tidak ketinggalan informasi bisa follow akun Instagram @puromangkunegaran.

Exit mobile version