JNEWS – Reog Ponorogo adalah salah satu kesenian tradisional Indonesia, terkenal karena biasanya dipertunjukkan dengan jumlah personel yang banyak, megah, dan penuh kekuatan. Tarian ini berasal dari Ponorogo, Jawa Timur, dan telah menjadi simbol budaya yang sangat kuat bagi masyarakat setempat.
Pertunjukan Reog Ponorogo memang selalu berhasil memikat penonton dengan nuansa mistis dan energinya yang luar biasa. Rasanya memang pantas, Reog Ponogoro diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO pada tahun 2022, dan akan ditentukan kepastiannya dalam sidang di akhir tahun 2024. Sejarah Reog Ponorogo ini menyimpan kisah tentang keberanian, perjuangan, dan budaya yang terus dipertahankan hingga saat ini.
Sejarah Reog Ponorogo
Ada 3 kisah yang sering dikaitkan dengan sejarah atau asal-usul reog Ponorogo, yaitu sebagai berikut.
1. Asal-usul Reog Ponorogo
Sejarah Reog Ponorogo berawal dari niat Raja Kelana Suwandana dari Kerajaan Bantarangin (sekarang Ponorogo) melamar Dewi Ragil Kuning atau Putri Sanggalangit dari Kerajaan Kediri. Di tengah jalan, rombongan Raja Ponorogo dicegat oleh Raja Kediri yang bernama Singabarong dan terjadilah pertempuran.
Saat itu Raja Ponorogo dikawal oleh wakilnya yang bernama Bujanganom dan para warok. Sedangkan Raja Kediri membawa bala tentara yang berupa burung merak dan singa. Pertempuran berlangsung lama, bahkan mengeluarkan ilmu hitam, namun belum juga ada yang menang. Akhirnya mereka memutuskan untuk berdamai.
Dalam acara pernikahan Raja Kelana Suwandana dan Putri Sanggalangit, dipersembahkan tarian perang-perangan antara warok, burung merak dan singa yang dinamakan reog. Meski sudah tidak bertempur, namun ilmu hitam tetap digunakan sehingga selalu ada yang kesurupan.
2. Penyebaran Reog Ponorogo
Pada abad ke-15, reog digunakan oleh Ki Ageng Kutu atau Ki Ageng Suryongalam sebagai alat untuk melawan rajanya sendiri yang korup, yaitu Raja Bre Kertabumi dari Kerajaan Majapahit. Awalnya Ki Ageng Kutu mendirikan perguruan pencak silat. Namun karena dihancurkan raja, maka reog digunakan untuk menyindir dan memprovokasi raja.
Dalam reog versi Ki Ageng Kutu ini, Raja Kertabumi disimbolkan dengan singa barong dengan hiasan bulu-bulu merak yang melambangkan kekuatan yang membabi-buta. Terdapat penari jatilan atau gemblak yang merupakan representasi pasukan kerajaan. Sedangkan Ki Ageng Kutu dilambangkan dengan warok yang mengenakan topeng badut merah.
Akhirnya Ki Ageng Kutu ditangkap dan dihukum. Namun pengikutnya tetap meneruskan pertunjukan dengan menambahkan beberapa cerita rakyat.
3. Versi Lain
Ada versi yang menyebutkan bahwa reog merupakan ciptaan Ki Ageng Suryongalam sendiri. Kesenian ini dibawa dari Bali dengan nama awal Barongan sehingga mirip dengan barongan yang ada di Bali.
Baca juga: Ragam Tarian Jawa Timur dan Makna di Baliknya
Makna Simbolis Reog Ponorogo
Para penggiat seni dan masyarakat memaknai reog Ponorogo dari berbagai sudut pandang, antara lain sebagai berikut:
- Simbol perdamaian, yaitu penyelesaian yang indah dari perseteruan antara Raja Kelana Suwandana dari Bantarangin dan Raja Singobarong dari Kediri.
- Simbol perlawanan terhadap kezaliman, yaitu perlawanan Ki Ageng Kutu terhadap kezaliman Raja Bhre Kertabumi dari Majapahit.
- Simbol perjuangan, yaitu dengan diteruskannya pementasan reog setelah Ki Ageng Kutu dihukum meski harus melakukan beberapa penyesuaian.
- Simbol semangat, yang ditandai dengan gerakan-gerakan yang agresif dan dinamis.
- Simbol penghargaan, yaitu penghargaan terhadap seni dan budaya nenek moyang sehingga masih dipertahankan hingga sekarang, bahkan sedang diusahakan untuk diakui UNESCO.
Pertunjukan Reog Ponorogo
Secara umum pertunjukan reog Ponorogo dibagi menjadi 3 babak, yaitu pembukaan, inti, dan penutup. Babak pembukaan terdiri dari 3 tarian, yaitu tarian Warok, Jatilan, dan Bujang Ganong. Setelah itu, ditampilkan tarian inti yang disebut Klana Sewandono. Pertunjukan ini ditutup dengan Barongan.
Secara detail, berikut adalah para penari atau penampil di pertunjukan reog Ponorogo, yang dikutip dari laman Indonesia Baik.
1. Warok
Warok digambarkan sebagai pria berbadan kekar, galak, dan sakti. Bahkan di kehidupan nyata, warok dihormati oleh warga.
Properti utama warok dalam pertunjukan reog adalah pecut atau cambuk. Pecut ini juga digunakan untuk mengendalikan jalannya pertunjukan ketika tarian makin agresif. Gerakan tari warok tidak banyak koreografi namun menonjolkan sikap gagah berani.
Sedangkan kostum utama warok terdiri dari celana kombor hitam, kaus reog alur merah putih, penadon (atasan) hitam polos, blangkon, sabuk othok, dan tali kolor. Ketika pertunjukan memanas di ruang terbuka, kadang warok bertelanjang dada.
2. Jathil atau Jatilan
Dahulu jatil ditarikan oleh laki-laki berwajah tampan dengan gerakan feminin, yang disebut gemblak. Sekarang banyak dilakukan secara berpasangan atau wanita saja. Musik yang mengiringinya lebih ritmis dengan gerakan berulang, rapi, dan indah karena melambangkan prajurit.
Kostum jatilan terdiri dari sempyok manggar, jarik kawung putih, centing, udeng, cakep (gelang tangan), sampur, boro-boro, sabuk, celana, dan baju.
3. Bujang Ganong
Tari bujang ganong diandalkan untuk memeriahkan reog karena mempertontonkan gerakan-gerakan akrobatik. Penari bujang ganong haruslah pria yang dapat bergerak lincah ke seluruh area tari. Biasanya mereka bertubuh kecil dan langsing karena sering jungkir balik. Namun gerakan mereka tidak sepenuhnya random. Ada gerakan-gerakan yang diatur dengan koreografi. Salah satu koreografer terkenalnya adalah Hartono Leke Pakunden.
Kostum bujang ganong terdiri dari celana, rompi, embong depan, embong belakang, cakep (gelang tangan), binggel (gelang kaki), sampur, dan topeng ganongan.
4. Klono Sewandono
Tarian ini menggambarkan sosok Raja Kelana Suwandana sehingga ditarikan oleh pria bertubuh bagus dengan sikap badan tegak. Penari menggunakan mahkota raja dan topeng dengan mata melotot karena menggambarkan kemarahan raja yang dihadang ketika akan melamar Putri Sanggalangit.
Pernak-pernik kostum klono sewandano cukup banyak dibandingkan kostum lainnya, yaitu cinde, pecut, sampur, kace dasi, boro-boro, srempang, binggel, cakep, klat bahu, uncal, topeng, epek timang, keris, celana, dan probo. Pecut atau cambuk dengan nama Kyai Samandiman ini digunakan untuk menundukkan Singo Barong.
5. Barongan
Barongan adalah klimaks sekaligus penutup dalam pertunjukan reog. Ini merupakan bagian paling seru dan selalu membuat anak-anak kecil kocar-kacir karena ketakukan. Gerakan tari barongan memang terlihat buas dan sering berputar-putar sambil mengibaskan mahkota burung merak ke semua arah tanpa peduli siapa yang ada di sekitarnya.
Singo Barong merupakan lambang para raja yang zalim dan tidak peduli dengan rakyatnya. Penari barongan mengenakan topeng harimau yang besar dengan hiasan dhadhak merak. Dhadhak merak terbuat dari bulu ekor merak yang lebar dan panjang, serta disusun tinggi mengelililingi kepala Singo Barong.
Berat topeng harimau dan dhadhak merak bisa mencapai 40-50 kg. Konon, para penari menggunakan gigi untuk menggerakkan barongan.
Baca juga: 4 Tempat Terbaik untuk Menikmati Serabi Kuah Khas di Kota Ponorogo
Reog Ponorogo merupakan warisan budaya Indonesia yang mempesona karena penuh dengan makna simbolis, bermacam-macam penari, beragam kostum hingga aneka gerakan. Reog menampilkan banyak aspek dalam sekali pertunjukan. Belum lagi usaha yang dilakukan untuk mempersiapkannya. Reog pantas mendapatkan dukungan untuk memperoleh pengesahan UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia.