JNEWS – Roti buaya merupakan bagian penting dalam tradisi pernikahan masyarakat Betawi. Pada acara penting seperti pernikahan, roti ini sering kali terlihat. Panjangnya mencapai 50 sentimeter dan biasanya dibawa oleh pengantin pria dalam prosesi seserahan.
Sebenarnya, dalam prosesi tersebut, bukan hanya roti ini saja yang diberikan. Ada juga uang mahar, perhiasan, kain, baju kebaya, sepatu, alat kecantikan, dan barang-barang rumah tangga lainnya. Namun, dari semua itu, roti ini dianggap paling penting. Ada sebuah keharusan untuk membawanya.
Mengapa roti berbentuk panjang ini begitu penting? Jawabannya terletak pada makna di baliknya.
Sejarah dan Perkembangan Roti Buaya
Roti buaya memiliki cerita unik yang berkaitan dengan kedatangan bangsa Eropa ke Batavia. Pada masa itu, orang Eropa sering kali menunjukkan perasaan cinta dengan memberikan bunga.
Terinspirasi oleh hal ini, masyarakat Betawi ingin menciptakan cara sendiri untuk menyatakan perasaan. Mereka ingin sesuatu yang berbeda dan bermakna. Roti berbentuk buaya pun akhirnya dipilih.
Lebih unik lagi, dahulu, kehadirannya di acara tidak lebih dari sekadar simbol. Banyak yang menyaksikan roti ini ada di pesta, tetapi tidak untuk dimakan. Bahkan, awalnya, roti ini dibuat keras agar tidak enak disantap. Padahal panjangnya mencapai 50 cm. Setelah pernikahan, roti ini hanya disimpan dan dibiarkan sampai busuk di atas lemari.
Ternyata bukan sembarang disisihkan, justru hal ini bermakna gambaran dari hubungan pasangan yang bertahan seiring berjalannya waktu.
Kini, roti ini telah bertransformasi. Dibuat dari adonan yang segar dan lembut, roti ini menjadi bagian dari hidangan pesta pernikahan. Tidak hanya itu, roti ini juga dibagikan sebagai harapan baik kepada tamu yang belum menikah, agar mereka juga segera menemukan pasangan.
Berbeda dari masa lalu, kini roti ini hadir dengan berbagai isian menarik, mulai dari cokelat, vanila, hingga stroberi. Perubahan ini menandakan adaptasi tradisi dengan kebutuhan dan selera masa kini, menjadikan roti buaya tidak hanya simbol, tetapi juga kelezatan yang dapat dinikmati.
Baca juga: Mengenal Ragam Upacara Adat di DKI Jakarta: Warisan Budaya Ibu Kota
Makna Filosofi di Balik Roti Buaya
Ada beberapa hal yang ternyata tersimpan di balik sebuah roti. Apalagi jika roti tersebut merupakan bagian dari tradisi. Berikut makna yang tersimpan dalam sebentuk roti buaya dalam tradisi Betawi.
1. Simbol Kesetiaan
Pada tahun 2008, sebuah studi yang dilakukan oleh Rockefeller Wildlife Refuge di Louisiana, Amerika Serikat, dan dipublikasikan oleh ScienceDaily mengungkapkan perilaku setia buaya. Temuan ini menarik karena menunjukkan buaya jantan dan betina setia satu sama lain. Keduanya tidak akan berpaling jika sudah bersatu.
Karena itulah, roti ini dijadikan sebagai cara untuk menyampaikan perasaan kepada seseorang yang spesial, mirip dengan tradisi orang Eropa yang memberikan bunga. Namun, lebih dari itu, roti buaya menjadi lambang kesetiaan, mengambil inspirasi dari kehidupan buaya yang setia pada satu pasangan sepanjang hidupnya.
2. Simbol Perlindungan
Selain kesetiaan, buaya jantan menunjukkan peran aktif dalam perlindungan keluarganya. Ketika si betina bertelur, sang jantan akan melindungi telur-telur tersebut. Mereka bertindak sebagai penjaga yang setia, memastikan telur aman hingga tiba waktunya bayi buaya menetas.
Perilaku ini menunjukkan bahwa buaya tidak hanya setia, tetapi juga memiliki insting kuat untuk melindungi dan menjaga kelangsungan hidup keturunannya.
3. Simbol Kekuatan
Buaya dikenal sebagai hewan yang kuat dan mampu beradaptasi di berbagai lingkungan, baik di air maupun di darat. Dalam tradisi Betawi, simbol buaya juga menjadi harapan agar setiap rumah tangga yang baru terbentuk kuat dan mampu melewati segala tantangan, di mana pun mereka berada.
4. Simbol Kesuburan
Biasanya, roti buaya yang disajikan sebagai seserahan datang dalam pasangan, lengkap dengan telur dan simbol anak buaya. Hal ini sebagai doa agar pengantin baru segera dikaruniai anak.
5. Simbol Harapan
Keyakinan masyarakat Betawi mengatakan bahwa semakin besar ukurannya, semakin baik pula harapan untuk masa depan pasangan pengantin. Ukuran roti ini dipercaya berbanding lurus dengan kesejahteraan pasangan pengantin baru dalam menjalani kehidupan bersama nantinya.
Ini adalah cara masyarakat Betawi menyampaikan harapan dan doa untuk kebahagiaan serta kelangsungan hidup yang baik bagi pasangan baru.
Baca juga: Melacak Jejak Sejarah Budaya dengan Liburan di Jakarta
Di Mana Bisa Didapatkan Roti Buaya dengan Mudah Sekarang?
Tradisi roti buaya yang semula hanya muncul dalam pernikahan adat Betawi, kini dengan mudah ditemukan di berbagai tempat. Salah satu tempat yang terkenal adalah Cap Roti Buaya Blok M, yang merupakan pusat roti buaya pertama yang ada di Indonesia. Di sini, roti buaya tidak hanya ditawarkan untuk acara khusus, tetapi juga untuk konsumsi sehari-hari.
Di Cap Roti Buaya, pelanggan dapat menemukan berbagai ukuran roti buaya, mulai dari yang kecil hingga yang besar mencapai 1 meter. Inovasi dalam pembuatan roti buaya juga terlihat dari beragam varian rasa yang ditawarkan, baik yang manis maupun gurih.
Ada pilihan menu yang unik seperti es krim buaya dan buaya darat dengan topping seperti nutella, abon, keju, hingga durian. Ada juga Paket Lamaran yang menawarkan sepasang roti buaya berukuran 50 cm dengan harga Rp350.000.
Bagi yang ingin mencoba, toko ini buka setiap hari dari pukul 10.00 hingga 22.00. Lokasinya berada di M Bloc Space, area kuliner yang terletak di Blok M, Jakarta Selatan. Alamatnya di Jalan Panglima Polim No.37, Melawai, Kebayoran Baru.
Jika berangkat dari Jalan Jenderal Sudirman, hanya butuh waktu sekitar 7 menit berkendara untuk mencapai tempat ini, dengan jarak tempuh sekitar 3,5 km.
Hal ini membuktikan bahwa roti buaya, yang dulu hanya terbatas pada acara tertentu, kini telah menjadi bagian dari kuliner yang lebih luas dan dapat dinikmati oleh banyak orang.