Mengenal Satwa Liar Indonesia yang Dilindungi yang Menjadi Keajaiban Keanekaragaman Hayati

Indonesia terkenal dengan keragaman flora dan fauna yang begitu banyak. Tak hanya itu saja, Indonesia memiliki sederet satwa liar yang dilindungi bahkan ada beberapa terancam punah baik karena faktor alam dan ulah manusia.

Pengertian dari satwa liar secara umum adalah hewan-hewan yang hidup di alam bebas, tidak boleh dipelihara dan tanpa ada kontak rutin dengan berbagai kegiatan manusia. Populasi dari hewan liar ini semakin hari semakin berkurang. Oleh karena itu, muncullah konservasi sebagai upaya menyelamatkan dan melindungi hewan liar yang terancam punah.

Ada 300.000 jenis satwa liar atau kurang lebih 17% populasi satwa di dunia ada di Indonesia, kendati luas negara kita hanya 1,3% dari luas daratan dunia. Populasi hewan terbesar ada di golongan mamalia (515 jenis), burung sebanyak 1539 jenis, tidak ketinggalan 45% ikan di dunia ada di Indonesia.

Bagaimana dengan satwa endemik? Indonesia kaya akan satwa endemik. Untuk mamalia endemik ada 259 jenis, amfibi 173 jenis dan burung 384 jenis. Apabila satwa endemik ini punah, berarti keberadaan mereka juga punah di dunia.

Untuk lebih mengenal lebih dekat dengan satwa liar, berikut ini beberapa jenis yang ada di Indonesia dan dilindungi oleh negara.

7 Satwa Liar Indonesia yang Dilindungi

Mengenal Satwa Liar Indonesia yang Dilindungi

1. Anoa

Anoa adalah satwa endemik yang berasal dari Pulau Sulawesi. Ada dua jenis spesies anoa yaitu anoa pegunungan (bubalus quarlesi) dan anoa dataran rendah (bubalus depressicornis). Pada umumnya, satwa ini menyukai tinggal di hutan dataran rendah serta di rawa-rawa.

Hewan liar ini senang berteduh di tempat rindang dan menghindari suhu panas di siang hari. Ciri-ciri dari anoa remaja memiliki bulu tebal dan berwarna cokelat kekuningan. Sedangkan anoa dewasa mempunyai kulit tebal, jarang yang berbulu cokelat dan hitam.

Populasi anoa menurun drastis karena perluasan pemukiman, aktivitas penebangan pohon, pengeringan rawa, perburuan liar hingga pembukaan kawasan hutan. Sekarang ini diperkirakan hanya tersisa 5000 ekor anoa dataran rendah.

Baca juga: 7 Cagar Alam di Indonesia dan Daftar Flora Fauna yang Dilindungi

2. Badak Jawa

Badak Jawa atau biasa dikenal dengan badak bercula satu (rhinoceros sondaicus) adalah mamalia terbesar dan terlangka di dunia. Populasi badak ini tersebar di daerah Asia Tenggara dan Tiongkok. Populasi satwa ini makin menurun dari tahun ke tahun, sekarang tersisa 60-70 ekor badak Jawa saja.

Sebagai famili dari Rhinocerotidae, badak memiliki tinggi 1,4-1,17 m dan panjang 3,1-3,2 m. Untuk culanya ukurannya lebih kecil dari umumnya yakni sekitar 20 cm. Berat dari badak Jawa antara 900-2,300 kg. Sedangkan umurnya mencapai 30-45 tahun dan hidup di hutan yang ada di dataran rendah, tempat daratan banjir besar dan padang rumput basah.

3. Cendrawasih

Burung cendrawasih dijuluki sebagai bird of paradise di Eropa. Satwa ini terbagi ke dalam 41 spesies dan tersebar di Papua Barat sebanyak 38 spesies dan di Pulau Torres. Yang paling dikenal adalah Cendrawasih Kuning Besar atau Cendrawasih Paradisaea Apoda.

Ukuran burung ini beragam dan tergantung dari spesiesnya. Seperti spesies Black Sicklebill dengan ukuran 110 cm atau 1 m, lalu ada King Bird of Paradise yang berukuran 15 cm. Karakteristik dari cendrawasih ada di warna bulu yang menarik seperti hijau, biru, merah. Karena keindahan inilah, burung cendrawasih makin langka karena sering diburu.

4. Harimau Sumatra

Harimau Sumatra (panthera tigris sondaica) adalah satwa liar langka dan terancam punah. Sebagai hewan endemik dari Pulau Sumatra, hingga saat ini tersisa sekitar 500 ekor saja karena diakibatkan kerusakan habitat dan terjadinya perdagangan ilegal. Bagian tubuh harimau Sumatra sering diperjualbelikan dengan harga yang tinggi di pasar gelap.

Ukuran harimau Sumatra jantan mempunyai panjang rata-rata 92 inci, berat 140 kg dengan tinggi 60 cm. Sedangkan harimau betina memiliki tinggi sekitar 72 inci atau sekitar 198 cm, berat 91 kg.

5. Orangutan Kalimantan

Orangutan termasuk ke dalam klasifikasi satwa liar yang dilindungi dan sudah langka karena populasinya mulai menurun. Selama rentang waktu 1998-1999, berkurangnya orangutan mencapai 1000 per tahun. Di tahun 2004, diprediksi jumlah orangutan Kalimantan berjumlah kurang lebih 54.000 ekor.

Berkurangnya populasi satwa ini karena hilangnya habitat akibat pembukaan kawasan maupun kebakaran hutan. Padahal peran primata ini sangat penting dalam menjaga regenerasi hutan sebagai penebar biji. Perlindungan satwa ini diatur dalam UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

6. Elang Alap Maluku

Elang alap Maluku berukuran kecil, 28-35 cm. Di tubuh bagian atas berwarna kehitaman, leher berwarna merah-karat gelap, sedangkan tubuh bagian bawah dengan warna merah-karat muda yang bersambung dengan abu-abu di bagian perut bawah sampai tunggir. Menariknya, Elang ini tidak terbang berputar, seringnya terlihat bertengger.

Penyebaran satwa ini di Kepulauan Maluku, termasuk Bacan, Morotai, Obu, Buru, Ambon, Halmahera, dan Seram. Burung ini menghuni hutan primer di dataran rendah dan juga perbukitan hingga ketinggian 1400 m.

7. Tarsius

Tarsius adalah satwa terkecil dunia yang berasal dari Sulawesi. Satwa ini berada di Suaka Margasatwa Tandurusa di Aertembaga dan Cagar Alam Tangkoko Batuangus, Kota Bitung, Sulawesi Utara.

Satwa ini termasuk golongan nokturnal yang aktif di malam hari. Saat siang hari, mereka lebih pasif. Ukuran dari satwa ini tidak lebih dari genggaman orang dewasa. Panjang tubuh kurang dari 160 milimeter, panjang ekor 135-275 milimeter atau hampir dua kali lipat dari badannya. Ciri lainnya, tarsius memiliki kaki belakang yang panjang. Dengan kaki panjang tersebut, tarsius bisa melompat hingga jarak tiga meter.

Baca juga: Ketika Pemandangan Alam dan Pelestarian Menjadi Satu dalam 6 Kawasan Konservasi Indonesia

Keberadaan satwa liar di atas sudah mulai berkurang karena aktivitas manusia baik penebangan hutan, pembukaan lahan baru hingga kebakaran hutan. Sudah sepatutnya menjaga keberadaan mereka menjadi tugas kolektif karena satwa-satwa tersebut adalah penyeimbang ekosistem alam.

Exit mobile version