Sejarah Jakarta: Dari Sunda Kalapa hingga Ibu Kota Negara

JNEWS – Sejarah Jakarta penuh liku dan kejutan. Kota yang kini kita kenal, dahulunya adalah pelabuhan kecil bernama Sunda Kalapa. Dari sana, perjalanan panjang kota ini dimulai dengan berbagai perubahan sejarah yang menarik.

Besok, 22 Juni 2025, adalah momen spesial. Jakarta akan merayakan ulang tahunnya yang ke‑498. Hampir lima abad kota ini berkembang dan berubah. Ulang tahun ini jadi pintu masuk untuk menelusuri perjalanan panjang dari masa lampau hingga sekarang.

Sejarah Jakarta: dari Pelabuhan di Muara Sungai hingga Jadi Megapolitan

Sejarah Jakarta adalah cerita panjang yang menyambung dari pelabuhan kecil di muara Sungai Ciliwung hingga kota megapolitan yang kita kenal saat ini. Mari kita telusuri tahap demi tahap, sebagai upaya untuk mengingat begitu panjang dan pentingnya kota ini untuk kita.

1. Pelabuhan di Muara Sungai

Sejarah Jakarta diawali bukan dari kota besar seperti sekarang. Awalnya, tempat ini hanyalah pelabuhan kecil yang terletak di muara Sungai Ciliwung. Letaknya strategis. Karena itu, jadi titik singgah yang pas buat para pedagang yang datang dari berbagai arah, baik dari laut maupun dari pedalaman.

Pelabuhan kecil ini jadi cikal bakal terbentuknya kota. Aktivitas perdagangan ramai, meskipun skalanya masih sederhana. Lama-lama, kawasan ini makin dikenal dan jadi penghubung penting dalam jalur niaga di masa itu.

Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya belasan situs prasejarah di tepi Sungai Ciliwung sejak tahun 1970-an hingga 1990-an. Areanya meliputi Bogor sampai muara di Jakarta. Ada berbagai artefak seperti kapak batu, beliung persegi, pecahan gerabah, batu asahan, juga bandul jala, manik-manik, serta patung perunggu dan topeng emas.

Selain artefak batu, ditemukan juga arca perunggu dan arca batu di muara Ciliwung. Penelitian J.L. Brandes (1889) bahkan menyebut temuan prasasti dari abad ke-14 hingga 15 di daerah ini.

Sejarah Jakarta, dari Sunda Kelapa hingga Ibu Kota

2. Sunda Kalapa

Di zaman Kerajaan Sunda, tempat ini lantas bernama Sunda Kalapa. Nama kalapa dipilih karena kawasan ini banyak pohon kelapa. Tempat ini berfungsi sebagai pelabuhan utama Kerajaan Sunda, karena lokasinya yang strategis.  Pedagang dari Tiongkok, India, Arab, bahkan Eropa datang membawa barang seperti porselen, sutra, kopi, kuda, dan tentu saja rempah-rempah.

Pada awal abad ke-16, hubungan dagang ini semakin formal. Kerajaan Sunda melakukan perjanjian dengan Portugis tahun 1522. Lalu dibangunlah padrão, sebuah batang batu sebagai tanda kesepakatan di muara Sungai Ciliwung. Dalam perjanjian itu, Portugis boleh membangun pos dagang dan gudang lada di Sunda Kalapa.

Sayangnya, rencana benteng yang dijanjikan Portugis tak pernah terlaksana. Akibatnya, dinamika politik dan kekhawatiran muncul. Hubungan ini akhirnya jadi pemicu konflik dengan Kesultanan Demak dan Cirebon. Pada akhirnya, pada 22 Juni 1527, pasukan Fatahillah menyerbu dan merebut Sunda Kalapa. Sejak saat itu, nama tempat ini berubah menjadi Jayakarta.

Baca juga: Sejarah dan Makna Ondel-Ondel Betawi dalam Tradisi Masyarakat Jakarta

3. Jayakarta

Serangan Fatahillah sukses. Pasukan Portugis serta sekutu lokal dari Pajajaran berhasil dikalahkan. Setelah kemenangan itu, Fatahillah mengganti nama Sunda Kalapa menjadi Jayakarta. Nama ini membawa arti kota kemenangan. Nama ini menjadi cikal bakal nama Jakarta.

Sejak 1956, 22 Juni ditetapkan sebagai hari ulang tahun dalam sejarah Jakarta. Keputusan ini dibuat oleh pemerintah kota lewat keputusan DPRD sementara, untuk mengenang hari penting tersebut.

4. Batavia

Setelah Jayakarta jatuh, VOC langsung ambil alih kendali. Pada Mei 1619, Jan Pieterszoon Coen memimpin pengambilalihan dan meratakan Jayakarta. Tiga tahun kemudian, area itu pun resmi jadi markas VOC di Asia.

VOC lalu memberi nama baru, Batavia. Nama ini diambil dari nama suku Batavi, leluhur orang-orang Belanda kuno. Nama ini akhirnya menggantikan nama Jayakarta selama lebih dari 300 tahun.

Untuk menata kota, mereka membangun sistem kanal ala Belanda. Kanal-kanal ini mirip kanal di negeri Belanda, dengan fungsi melindungi dari banjir dan mengalirkan air ke laut. Tapi, lama-lama salurannya jadi dangkal dan kurang lancar.

Seiring waktu, pusat kota pun bergeser ke selatan ke area Weltevreden. Letaknya di dataran yang lebih tinggi dan dianggap lebih sehat. Pusat administrasi dan militer juga dipindahkan ke sana, meninggalkan area lama di utara.

5. Jakarta

Saat Perang Dunia II berlangsung, Jepang menyerbu Hindia Belanda dan mengambil alih Batavia pada 5 Maret 1942. Kurang dari seminggu, tepatnya pada 9 Maret, Belanda menyerah secara resmi. Sejak saat itu, Jepang ambil alih pemerintahan kota hingga 1945.

Dalam masa kekuasaannya, Jepang mengganti nama Batavia. Mulai 8 Desember 1942, kota ini dikenal sebagai Jakarta Tokubetsu Shi, yang berarti Kota Istimewa Jakarta. Pergantian nama ini merupakan bagian dari langkah de‑Nederlandisasi, yaitu menghapus pengaruh Belanda dan memakai istilah ala Jepang‑Indonesia.

Di bawah nama baru itu, Jepang juga mengubah struktur pemerintahan. Mereka menetapkan status khusus bagi Jakarta dengan schichoo sebagai walikota pertama. Sebagai penjabatnya, Jepang menunjuk tokoh-tokoh lokal yang dianggap loyal.

Tapi, selama pendudukan, kondisi kota makin memprihatinkan. Banyak bangunan direnovasi demi keperluan militer dan ekonomi memburuk.

Singkatnya dalam sejarah Jakarta, setelah Jepang menyerah 1945, warga langsung menghapus Tokubetsu Shi. Nama Jakarta kembali digunakan dan kemudian ditetapkan sebagai ibu kota Republik Indonesia.

6. Jadi Ibu Kota

Pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta membacakan Proklamasi Kemerdekaan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Lewat pidato itu, Indonesia resmi menyatakan merdeka.

Sejak detik itu, Jakarta langsung jadi pusat pemerintahan nasional. Kehidupan politik dan administratif berkembang. Gedung-gedung pemerintahan mulai sibuk beroperasi dan pejabat baru mulai bertugas di kota ini.

Status sejarah Jakarta sebagai ibu kota negara diperkuat pada tahun 1966. Lewat undang-undang dan keputusan pemerintah, Jakarta resmi menyandang gelar Daerah Khusus Ibukota Republik Indonesia. Sejak saat itu, pengembangan kota makin intens. Gedung pemerintahan, kantor kedutaan, dan pusat bisnis tumbuh pesat.

7. Megapolitan

Di abad ke-21, Jakarta melejit jadi kota besar dengan infrastruktur yang terus diperbarui. Banyak jalan tol baru dibangun. Transportasi publik seperti MRT, LRT, hingga Whoosh, serta fasilitas publik makin lengkap. Ekonomi kota ini juga tumbuh pesat.

Jakarta menjadi pusat keuangan, perdagangan, dan investasi regional.

Kota ini juga jadi pusat diplomasi dan budaya. Banyak kedutaan besar berada di sini. Acara internasional seperti pertemuan G20 juga sering digelar di Jakarta. Selain itu, sering juga jadi tuan rumah berbagai acara seni, musik, dan festival budaya.

Meski begitu, tantangan seperti banjir, kemacetan, dan urbanisasi menuntut perhatian serius. Semoga dengan memahami sejarah jakarta, kita bisa menghargai warisan masa lalu dan bersama-sama menjaga kota ini untuk generasi mendatang.

Baca juga: 5 Monumen di Jakarta dan Sejarahnya yang Perlu Diketahui

Selamat ulang tahun, Jakarta tercinta! Semoga langkahmu ke depan selalu membawa kebaikan. Jadi kota yang makin ramah, adil, dan layak ditinggali siapa pun. Meskipun tantangan datang silih berganti, semoga semangat warganya tetap kuat menjaga dan merawatmu. Terus tumbuh jadi kota yang bukan cuma besar, tapi juga bijak.

Exit mobile version