Sejarah Monas dan Filosofi di Balik Desainnya

Saat seseorang menyebut kota Jakarta, yang akan muncul di benak barangkali adalah bangunan putih menjulang tinggi dengan ujung berwarna emas. Ya, Monas atau Monumen Nasional. Sejarah Monas begitu panjang dari pembangunan hingga peresmiannya.

Arsitektur Monas yang kokoh berdiri di tengah kota itu telah menjadi top of mind ikon Jakarta bagi para turis atau wisatawan lokal maupun asing, pun bagi warga Jakarta sendiri. Berdasarkan artikel yang ada di situs Badan Sertifikasi Kadin DKI Jakarta, arsitek Monas adalah Soedarsono, Frederich Silaban, dan Rooseno.

Tak hanya menjadi landmark dan keanggaan Ibu Kota Jakarta, Monas merupakan simbol kebangsaan yang memiliki arti perjuangan dan filosofi mendalam. Kini, Monas juga menjadi tujuan wisata sekaligus pusat pendidikan bagi siapa saja yang penasaran akan sejarah berdirinya bangsa ini.

Pembangunan Monas langsung diperintah oleh Presiden RI pertama Soekarno pada 17 Agustus 1961. Adapun, Monas diresmikan dan dibuka umum pada 12 Juli 1975 oleh Presiden Soeharto.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang sejarah Monas, simak artikel ini yang akan menjelaskan tentang bagaimana Monas menjadi simbol perjuangan dan kemerdekaan Indonesia, termasuk latar belakang sejarah dan makna simbolis di balik arsitekturnya.

Sejarah Monas

Sejarah Monas dan Filosofi di Balik Desainnya

Sejarah Monas berawal setelah 9 tahun kemerdekaan. Latar belakang pembangunan Monumen Nasional (Monas) berkaitan erat dengan sejarah Indonesia pada periode awal kemerdekaannya. Kehadiran Monas tak terlepas dari salah satu bentuk persiapan Indonesia ketika menjadi tuan rumah Asian Games IV pada 1962.

Kala itu, Presiden Soekarno memunculkan gagasan pembangunan sebuah monumen. Presiden Soekarno ingin memiliki sebuah monumen yang megah dan bermakna sebagai bagian dari persiapan untuk menyelenggarakan acara olahraga internasional tersebut. Monumen ini juga dapat menjadi landmark yang akan mengingatkan generasi masa depan tentang perjuangan dan harga yang dibayar untuk meraih kemerdekaan.

Kemudian dibentuklah Panitia Tugu Nasional untuk mengupayakan pembangunan tugu yang dipimpin oleh Sarwoko Martokusumo, S Suhud sebagai sekretaris, Sumali Prawirosudirdjo sebagai bendahara, dan dibantu oleh 4 anggota yakni Supeno, K K Wiloto, E F Wenas, dan Sudiro.

Panitia tersebut merencanakan pembangunan Monas di tengah lapangan Medan Merdeka, Jakarta sekaligus melakukan pengumpulan biaya pembangunan dari swadaya masyarakat.

Di sisi lain, sejarah Monas dibangun juga didorong oleh semangat nasionalisme dan patriotisme. Pada saat itu, Indonesia masih dalam proses pemulihan pasca-Perang Dunia II dan penyelesaian Konflik Kemerdekaan. Pembangunan Monas diarahkan untuk merayakan semangat nasionalisme dan patriotisme, mengingat perjuangan berdarah yang dilalui oleh rakyat Indonesia untuk mencapai kemerdekaan dari penjajahan.

Butuh waktu tak sebentar untuk memilih bentuk Monas yang sering kita lihat. Setelah melakukan sayembara yang tidak membuahkan hasil sesuai, panitia pembangunan Monas menunjuk arsitek ternama untuk membuat desain tugu yang dapat memancarkan kepribadian bangsa Indonesia dan menciptakan semangat kepahlawanan. Kriteria bentuk tugu yang dicari pun juga harus dapat menggambarkan api yang berkobar.

Baca juga: Rekreasi di Jakarta dengan Anggaran Terbatas: 6 Aktivitas Gratis atau Terjangkau yang Bisa Dilakukan

Fase Pembangunan Monas

Pembangunan Tugu Monas dilakukan dalam tiga fase, masing-masing pada periode waktu tertentu. Fase pertama (1961-1965) melibatkan pengawasan dari Panitia Monumen Nasional dan dana yang digunakan berasal dari sumbangan masyarakat.

Pada fase kedua, konstruksi masih diawasi oleh panitia Monas, tetapi pendanaannya beralih dari sumbangan masyarakat menjadi Anggaran Pemerintah Pusat yang dikelola oleh Sekretariat Negara RI. Meskipun demikian, pembangunan menghadapi kendala akibat keterbatasan dana.

Fase ketiga melibatkan pengawasan dari Panitia Pembina Tugu Nasional, dengan pendanaan yang disediakan oleh Pemerintah Pusat melalui Direktorat Jenderal Anggaran dalam kerangka Repelita, menggunakan Daftar Isian Proyek (DIP).

Makna Simbolis Arsitektur

Tugu Monas memiliki identitas yang unik karena desain arsitektur dan ukurannya mencerminkan kekhasan Indonesia. Elemen yang paling mencolok adalah monumen yang tinggi dan area datar yang luas. Di bagian atas, api yang terus menyala di puncak tugu melambangkan semangat tanpa henti dari rakyat Indonesia yang selalu gigih dalam perjuangannya sepanjang sejarah.

Struktur tinggi dari tugu mengandung konsep filosofis lingga dan yoni, yang menyerupai alu sebagai lingga, dan bentuk wadah (cawan) yang menyerupai lumpang sebagai yoni. Alu dan lumpang adalah peralatan penting yang ada di rumah setiap keluarga di Indonesia, terutama di pedesaan. Lingga dan yoni merepresentasikan kehidupan abadi dengan unsur positif (lingga) dan unsur negatif (yoni). Keduanya mencerminkan dualitas seperti siang dan malam, laki-laki dan perempuan, baik dan buruk, yang merupakan kekekalan dunia.

Desain keseluruhan dari garis-garis arsitektur tugu ini menciptakan pola gerakan yang tidak monoton, naik melengkung, melompat, merata lagi, dan naik tinggi, akhirnya membentuk gelombang di atas bentuk lidah api yang menyala di puncaknya. Struktur tinggi tugu dengan lidah api tersebut melambangkan semangat yang berkobar dan tidak pernah padam di dalam jiwa bangsa Indonesia.

Monas Sebagai Simbol Perjuangan

Lebih lanjut, Monas dirancang untuk menjadi simbol perjuangan dan perlawanan terhadap penjajahan dan penindasan serta sebagai simbol kedaulatan nasional.

Pembangunan Monas juga dimaksudkan untuk mencerminkan nilai-nilai Pancasila, yaitu ideologi dasar Indonesia yang meliputi Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Monas juga menjadi representasi keseluruhan Nusantara, mencerminkan keberagaman budaya, suku, dan agama yang ada di seluruh Indonesia. Ini merupakan upaya untuk mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan keberagaman.

Menariknya, pembangunan Monas terinspirasi oleh monumen-monumen dunia lainnya yang menjadi simbol kemerdekaan dan kebesaran nasional. Salah satu contohnya adalah Obelisk di Washington D.C., Amerika Serikat.

Baca juga: Jelajahi Keajaiban Arsitektur Kolonial di Kota Lama Semarang: Pesona Zaman Belanda yang Masih Tersisa

Dengan latar belakang ini, Monas tidak hanya berfungsi sebagai landmark fisik, tetapi juga sebagai simbol historis dan budaya yang mencerminkan perjalanan Indonesia menuju kemerdekaan dan persatuan. Monas menjadi salah satu ikon yang mewakili semangat nasionalisme dan identitas Indonesia.

Luar biasa ya, sejarah Monas berikut makna dan simbolisnya? Sudah pernah berkunjung ke Monas?

Exit mobile version