Berbagi, memberi, menyantuni. Tiga kata yang dijadikan syair kehidupan dalam paduan suara dan derap langkah semua orang yang bekerja, berbakti, dan mengabdi di tempat ini. Adakah itu sebuah “teori ekonomi nan sakti?” Atau, “pemanis di bibir belaka?” – Kang Maman Suherman
Tepat setahun lalu penulis Maman Suherman, yang lebih akrab dipanggil “Kang Maman”, merilis buku “Bahagia Bersama”. Konsep bukunya secara visual juga cukup unik, karena isi setiap bab dalam buku dipercantik dengan sentuhan ilustrasi dari Muhammad Misrad alias Mice. Buku ke-28 kang Maman ini bercerita tentang sisi “humanis” perusahaan jasa pengiriman terbesar di Indonesia, JNE. Ringkasnya kurang lebih begini: apa dan bagaimana sih hikmah dan nilai-nilai yang diyakini JNE sepanjang perjalanannya sampai menjadi salah satu perusahaan jasa pengiriman terbesar di Indonesia saat ini.
Pembaca bisa menimbang buku “Bahagia Bersama” dari berbagai perspektif. Apakah buku ini bisa dibaca sebagai kisah mengenai “resep sukses” JNE? Bisa. Apakah buku ini layak dibaca sebagai cerita mengenai sifat-sifat manusiawi yang perlu diamalkan dalam hidup seorang entrepreneur? Bisa juga.
Nah, menyambut setahun deklarasi Hari Bahagia Bersama sekaligus rilis buku Bahagia Bersama, kali ini JNEWS akan mengupas kunci hidup ala Kang Maman dan Mice nih.
Baca juga: JNE 32 Tahun Kobarkan Semangat Bangkit Bersama
Berpikir positif tentang orang lain
“Tuhan, jika ada orang yang tak suka melihatku bahagia, maka karuniailah dia kebahagiaan yang dapat membuatnya melupakan (ketidaksukaannya kepada) kebahagiaanku.”
Kadang kala, baik secara sadar maupun tidak sadar, kita seringkali memiliki persepsi negatif yang ditujukan kepada orang lain. Entah kepada kolega, kerabat, atau bahkan tetangga. Akibat praduga negatif ini, kadang terucap kalimat yang berlanjut menjadi ajang julid. Sekalipun tidak terucap, praduga negatif tetap menjauhkan kita dari rasa bahagia. Lain halnya, ketika kita mampu melihat orang lain bahagia dengan hidupnya. Pada saat itulah kita mampu merasakan kebahagiaan yang sebenarnya. Tak hanya bahagia bagi diri kita, ketika kita berpikir positif kepada orang lain, kita juga dapat membahagiakan mereka. Sebab, mereka tak akan pernah merasa terluka oleh tatapan sinis kita, tak pernah tertusuk telinganya oleh tajamnya kata yang terucap.
Beramal atau berbagi
“Orang-orang yang beramal atau berbagi akan mengalami sensasi perasaan positif.”
Berbagi serta beramal juga merupakan komponen penting kebahagiaan. Meskipun “logika ilmiah” mengatakan jika sepuluh dibagi dua menjadi lima dan jika tidak dibagi menjadi sepuluh. Lalu, bagaimana kita dapat bahagia jika sesuatu yang kita miliki tidak utuh, melainkan terbagi-bagi? Jawabannya simple sobat JNEWS, yaitu warm-glow-effect. Secara garis besar istilah ini merujuk kepada munculnya perasaan positif setelah seseorang melakukan tindakan memberi atau membantu orang lain. Adapun efek serupa yaitu, helper’s high yang merujuk kepada keadaan dimana hormon endorfin dan dopamin akan mencurahi otak seseorang setelah dia berbagi kepada orang lain. Adanya kedua efek tersebut memperlihatkan kepada kita bagaiaman berbagi atau beramal sejatinya tidak mengurangi apa yang kita miliki, justru sebaliknya.
Bersyukur
“Bahagia itu ada di hati setiap orang yang bersyukur. Rasa syukur itu menjadi sempurna karena keikhlasan memberi, berbagi dan menyantuni.”
Komponen Bahagia yang terakhir sekilas nampak paling mudah untuk dilakukan, namun kenyataannya sangat berbeda. Ucapan “bahwasanya uang memang penting dan segala-galanya. Tetapi sungguh, bahagia itu tidak bisa dibeli. Hanya bisa dirasakan kalau kita mau merasakannya” memperlihatkan realita bahwa kebahagiaan tidak akan bisa diperoleh dengan materi. Kebahagiaan akan dapat kita rasakan ketika kita yang ingin merasakannya, karena sejatinya rasa bahagia itu ada di hati semua orang. Bersyukur sendiri hadir untuk menyempurnakan rasa bahagia yang ada di hati setiap orang.\
Sebagai penutup, jangan lupa bahagia, ya! (RA/IH)