Sisi Lain Presdir JNE yang Doyan Touring Pakai Harley

Di balik prosfesinya sebagai orang nomor satu di JNE, Mohammad Feriadi Soeprapto, Presiden Direktur PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE), ternyata memiliki hobi menarik, yakni touring dengan moge Harley-Davidson.

Kecintaanya dengan moge asal Amerika Serikat itu diakui sudah cukup lama, bahkan bila dihitung-hitung, jarak tempuh perjalanan touringnya sudah sangat jauh, yakni 75.000 km.

“Sebelum saya punya Harley, beli itu nyicil dulu. Mulai dari merchandise, punya sepatunya dulu, kaosnya dulu, punya aksesori lain. Karena orang selalu bilang semuanya mulai dari mimpi dulu, jadi kita mimpi dulu suatu hari kita akan punya, alhamdullilah akhirnya bisa punya,” kata dia dalam podcast JNE Untoldstory.

Menurut dia, motor memang menjadi salah satu hobinya. Bahkan di saat sedang senggang dan mencari inspirasi, Feri sapaan akrabnya, lebih suka menghabiskan waktu untuk mengendarai moge besarnya tersebut.

 

BACA JUGA : Kisah Bandrek Asal Sumedang yang Dinikmati Warga Belanda

Lebih lanjut dia menceritakan perkenalannya dengan dunia roda dua sudah dimulai sejak 1981. Bahkan, motornya itu pun digunakan untuk ajang balap di lintasan Sirkuit Ancol yang memang tenar di era 80-an.

Nah, motor perdananya juga bukan langsung moge, melainkan Honda Astrea, alias si bebek irit yang kini namanya mulai melejit lagi dan banyak diburu untuk barang koleksi.

“Masuk bengkel, dioprek-operk, sampai didoain baru kemudian banyak digunakan di jalan raya dan sirkuit buat balap. Pengennya jadi pebalap, jadi juga tapi pemuda berbadan gelap,” candanya.

Long story short, sebelum ketemu Harley Davidson, sebenarnya Feri sudah sempat meninggalkan dunia motor akibat suatu insiden yang pernah dialami. Bahkan berangkat dari kejadian tersebut dia sudah tidak mau lagi bersentuhan dengan motor.

Namun selang beberapa waktu kemudian, akibat Kakak dan Adik yang juga suka dengan roda dua, maka dia pun kembali terinveksi “racun” motor kembali. Berangkat dari motor kakak berupa Honda Shadow, yang memiliki tampilan layaknya Harley dengan konfigurasi mesin dua silinder, akhirnya racun tersebut kembali lagi.

BACA JUGA : JNE Bogor Sebarkan Virus Kebahagiaan di Lingkungan Sekitar

“Lihat tiap hari di garasi tapi dianggurin, mulai lah dari sekadar dipanasin, sampai akhirnya dijalanin. Berangkat dari situ adrenalin. Keinginan lama untuk bisa memiliki motor, kata orang beli Harley itu investasi karena harga jualnya cukup tinggi,” ujarnya.

“Dari situ saya mau beli Harley, itu saya beli saat sedang bulan puasa tahun 2007, sekitar 14 tahun lalu. Kalau jalan lurus digas sudah sampai ke bulan,” candanya lagi.

Unit Harley yang dibeli petama kali adalah Harley Street Glide yang memang memiliki genre sebagai moge touring. Motor itu menjadi lembaran baru bagi Feri kembali ke dunia roda dua yang menemaninya melanglang buana.

Menurut dia, paling jauh membawa Street Glide berkelana dari Jakarta sampai ke Pulau Dewata. Setelah itu, Feri menambah koleksinya usai Street Glide terjual dengan meminang Harley Ultra Classic 2011 dan bergabung di komunitas HDCI, bahkan pernah menjabat sebagai Ketua untuk periode 2016-2019.

“Meski sudah tak menjabat, tapi saya mencoba untuk menerapkan budaya amal di HDCI. Karena hobi yang nyerempet dengan bahaya, saya bilang keselamatan itu harus dijaga, bukan dari perlengkapan tapi dari amal kita, jadi setiap kita mau touring, kita biasaya untuk melakukan santunan ke rumah ibadah, dan panti,” katanya.

Tak hanya itu, budaya down to earth juga ikut diterapkan, yakni meninggalkan lifestyle makan di tempat-tempat mewah. Sebaliknya, Feri mencoba membawa anggotanya untuk akrab dengan UKM sehingga bisa memberikan warna berbeda di komunita Harley.

BACA JUGA : Fatalnya Titik Buta Bagi Pengendara Motor di Jalan Raya

Ketika disingung soal jarak tempuh, Feri mengatakan dari ragam perjalanan yang sudah dilalui, baik dengan motor sendiri atau sewaan, di luar dan di dalam negeri, total perjalannya di atas roda dua sudah menyentuh sekitar 75.000 km.

 

“Luar Negeri saya sudah di Malaysia, Singapura, Thailand, dan Amerika Serikat,” katanya

Namun demikian, semua hal dan kesibukan yang dilakukan tetap mengacu pada satu tujuan mulia, yakni menjadikan semua kegiatan sebagai ladang amal.

“Kalau sudah berfikir menjadi ladang amal, kerja juga lebih enak dan insya allah lancar. Jangan berfikir semua itu materi-materi saja, itu hanya bonus, yang penting itu bagaimana membuat orang senang,” ucapnya.

Exit mobile version