Anak-anak yatim memiliki kedudukan yang istimewa dan terdapat pula keutamaan dalam menyantuninya yang dijelaskan dalam Al-quran. Siapa yang menyantuni anak yatim, maka posisinya di akhirat akan sangat dekat dengan Rasulullah, ibarat jari telunjuk dan jari tengah, sangat dekat.
Sejalan dengan hal itu, JNE yang hari ini masih konsisten maju dan berkembang juga berkat menyantuni anak yatim. Maka secara tidak langsung JNE telah mengajarkan bahwa berbagi tidak akan merugi.
Hal ini pula yang menjadi titik awal berdirinya sebuah komunitas PPAD (Pemuda Pecinta Anak Yatim dan Duafa) di JNE Medan. Komunitas ini tercetus dari seorang pemuda yang merupakan Ksatria JNE Medan yang bekerja sebagai Departemen Operasional staff outbond.
Beliau adalah Slamet Widodo. Putra Jawa kelahiran Galang, Deliserdang Sumatera Utara, lahir pada 14 September 1990 dan beliau putra pertama dari 3 bersaudara. Slamet Widodo adalah seorang yatim, beliau ditinggal wafat oleh ayahnya saat di usia 4 tahun dan setelah itu ia dan adik-adiknya tinggal bersama kakek neneknya di Desa Petangguhan Kec. Galang.
Ibunya pergi merantau ke kota Medan untuk mencari nafkah demi menghidupi dan mencukupi biaya sekolah Slamet dan adik-adiknya. Slamet dilahirkan dari keluarga yang serba sulit dan banyak keterbatasan khususnya dalam ekonomi. Namun dengan kondisi keluarga beliau tidak menyurutkan semangatnya untuk terus berbenah dan terus belajar hingga tamat SMK.
Baca Juga : Natal dan Tahun Baru Diprediksi Dongkrak Angkutan Kargo di Bandara Kualanamu
Selama bersekolah Slamet tidak seperti anak yang lain. Untuk berangkat sekolah ia harus berjalan kaki, dan tidak ada uang saku untuk membeli jajanan. Tetapi bagi Slamet itu bukan hal yang buruk, dia tetap melangkah maju fokus belajar dengan apa yang ia miliki.
Di awal tahun ia memasuki SD tepatnya di SD Negeri 106200 Desa Petangguhan, di usia yang belia 7 tahun setiap sepulang sekolah Slamet senantiasa membantu kakeknya menggembala kambing milik masyarakat desa dan berladang untuk membantu kehidupan keluarganya.
Selama mengenyam pendidikan dari SD sampai SMK tak sekalipun Slamet bermain berlama-lama bersama teman seusianya, karena waktunya terkuras untuk ikut bekerja dan membantu keluarga. Kesederhanaanya pada saat itu menjadi perhatian pihak sekolah untuk membuka mata dan telinga terhadap segala keterbatasan Slamet. Slamet pun diberikan beasiswa dari sekolah sebagai bantuan agar tetap bisa bersekolah.
Bentuk bantuan itu tentu membuat Slamet dan keluarga sangat terbantu dan pastinya menambah semangat Slamet untuk bersekolah. Tak cukup sampai di tingkat SD, Slamet kemudian melanjutkan pendidikannya ke tingkat SMP (SMP MTS Islamiyah) kemudian SMK (SMK AKP Galang) dan tidak jauh berbeda dari SD.
Slamet juga mendapatkan bantuan beasiswa untuk sekolah. Di kala itu ia masih tinggal bersama nenek dan kakeknya serta masih tetap menggembala kambing mau pun berladang. Namun ibunya di perantauan tidak lepas akan tanggung jawab dan selalu mengirimkan uang setiap bulannya untuk kebutuhan sehari-hari Slamet mau beserta adik-adiknya. Ibunya juga rutin mengunjungi Slamet dan adik-adiknya di hari libur atau saat cuti.
Baca Juga : Perayaan Natal JNE 2020
Di usia 7 sampai 15 tahun Slamet kerap mendapatkan undangan kunjungan anak yatim. Tidak hanya itu Slamet juga sering didatangi oleh penduduk desa yang ingin membantu dan menyantuninya. Slamet dengan segala keterbatasannya menerima semua yang datang kepadanya, sembari ia berpikir dan berniat untuk suatu hari juga mampu menyantuni anak yatim dan kaum duafa.
Ibunya yang mengetahui hal tersebut juga hanya mampu menguatkan anaknya bahwa semua orang yang datang kepada anak-anaknya adalah orang baik dan tidak bermaksud merendahkannya. Ibunya juga kerap menguatkan pribadi Slamet bahwa tidak hanya orang lain yang bisa membantunya, ia juga bisa membantu orang lain. “Kalau hari ini kita tidak punya uang untuk membantu orang lain kita masih punya tenaga untuk meringankan beban orang lain nak” begitu ajar ibunya.
Singkat cerita setelah selesai di bangku SMK, Slamet mulai berpikir dewasa dan berniat untuk lebih mandiri, tidak bergantung kepada kakek nenek dan ia juga tidak ingin menyusahkan ibunya. Slamet pun melangkahkan kakinya ke kota perantauan, Medan untuk mengadu nasib dan mulai mencari pekerjaan di Medan dan tinggal bersama pamannya (adik dari ayahnya).
Tentu perjalanannya tidak mulus, berliku dan penuh dengan ujian. Pertama kali Slamet mendapatkan pekerjaan sebagai seorang penjaga toko yang menjual sembako selama dua tahun dengan upah di bawah standar. Lalu karena Slamet merasa ingin lebih berkembang, ia mencoba melamar ke salah satu SPBU di Medan sebagai petugas pengisi bahan bakar dan bertahan hanya dua tahun.
Kemudian ia mendapat kabar bahwa JNE Medan sedang membuka lowongan sebagai staff outbond. Slamet pun tidak melewatkan kesempatan itu. Ia antar lamaran ke JNE Medan, dan tidak lama, dalam rentang waktu satu bulan tepatnya di bulan November 2012 Slamet pun diterima di JNE Medan sebagai Staf Outbond hingga sekarang.
Baca Juga : Genjot Digitalisasi, Pertamina Kenalkan PaDi ke UMKM
Setahun dua tahun berjalan dan bekerja di JNE, secara pribadi Slamet merasa sangat cukup dengan kompensasi dan benefit yang diberikan perusahaan. Kepuasan itu juga ditunjukkan dengan kinerja yang baik dan maksimal dari dirinya.
Ia pun melakukan flashback ke masa lalu, terpikir bagaimana perjuangan nenek, kakek dan ibunya dan keinginannya untuk mampu menyantuni anak yatim dan duafa. Maka setiap gajian selalu ia sisihkan uang gajinya untuk membeli beberapa sembako dan diberikan ke anak yatim dan duafa. Tidak hanya itu, setiap uang makan dan transportnya keluar, ia juga kerap menyisihkannya untuk bersedekah.
Hal itu rutin ia lakukan sampai ia memiliki tanggung jawab sebagai suami di tanggal 05 Mei 2017. Setelah ia menikah dan memiliki satu anak, ia juga tidak pernah memanjakan istri dan anaknya dengan makanan enak dan jalan-jalan ke mall.
Ia malah mengajak anak dan istrinya ikut kegiatan berbagi untuk mengisi waktu liburan bersama, karena Slamet merasa itu adalah hal yang baik untuk memanfaatkan waktu luang. Slamet juga kerap memposting kegiatan berbaginya di FB dan status WA mencoba menggeser pola pikir tentang kebahagiaan para pemuda di zaman milenial ini.
Baca Juga : JNE Pastikan Kabar Terafiliasi pada Organisasi Tertentu adalah HOAX
Namun beberapa hari berjalan ia mengalami mimpi yang penuh dengan pesan spiritual, ia bermimpi menghadapi kematian, layaknya orang yang meninggal, dikubur dan di dalam kubur itu ia di datangi oleh banyak orang yang susah, kesulitan, kelaparan, terlihat orang-orang itu mendekatinya meminta tolong.
Slamet merasa sangat takut di tengah kesempitan kubur, kemudian ia merasa sulit bernafas, lalu terbangun namun seperti orang linglung. Lalu ia menceritakan mimpi itu kepada istrinya, dan ia mencoba berpikir positif bahwa, banyak sekali orang yang membutuhkan, sementara yang mampu ia berikan hanya sedikit.
Ia pun berpikir untuk mengajak teman-teman satu unitnya untuk berdonasi. Niatnya tentu berjalan dengan mulus, beberapa rekan kerjanya kurang lebih 5 orang ikut bergabung dan berdonasi. “Saya rasa jika saya bergerak sendiri, hasilnya akan sedikit, namun jika berjamaah saya yakin hasilnya lebih banyak dan bisa lebih menguatkan keimanan” tambah Slamet.
Slamet selalu menyampaikan kepada teman-temannya bahwa jika tidak ada uang, masih ada tenaga, maka ikut saja dulu karena disana ada pembinaan karakter secara tidak langsung. Dia meyakinkan kepada teman-temanya bahwa ketika melakukan kegiatan berbagi, ada rasa tenang di hati dan selalu ada kemudahan dari Allah untuk semua masalah dan ujian dalam hidup ini.
Maka dari komitmen bersama teman-temannya, tercetuslah nama PPAD (Pemuda Pecinta Anak Yatim dan Duafa) pada bulan Juni 2017. Hingga saat ini komunitas PPAD senantiasa melakukan kegiatan rutin dua kali dalam satu bulan. Partisipan PPAD sekarang tidak hanya dari unit outbond saja namun sudah menjalar ke unit lain seperti GA, Inbound, Finance, Customer Care, HC dan pemuda di luar JNE Medan.
Baca Juga : JNE Jayapura Makin Banyak Tangani Kiriman Jelang Natal dan Tahun Baru
Di tahun 2019 PPAD berhasil menyantuni 23 yatim dan duafa yang diantaranya bertempat di Kabanjahe, Tanah Karo, Stabat dan Kota Medan. Di tahun 2020 hingga hari ini, PPAD sudah mendistribusikan 11 bantuan ke yatim dan duafa yang dominan berada di daerah Langkat dan Stabat Sumatera Utara.
Tidak hanya yatim dan duafa PPAD juga keras memberikan santunan kepada orang-orang yang tertimpa musibah seperti salah satunya adinda Jihan Talita usia 5 tahun yang terkena luka bakar serius, Adinda Rajab usia 8 bulan yang terkena hydrocephalus, dan lagi-lagi yang disantuni tetap golongan yang kurang mampu. PPAD juga sudah membuat rencana untuk menyeser berbagai pelosok yang ada di Sumatera Utara untuk aksi sosialnya.
Dari kegiatan-kegiatan berbaginya yang di posting di story WA dan beranda facebook (atas nama Slamet Widodo) berhasil menarik perhatian para Ksatria dan Srikandi JNE untuk berdonasi. Tak disangka bahwa masyarakat luar juga sudah ada yang menjadi donatur tetap untuk setiap kegiatan PPAD.
Tentu hal ini membuat semangat Slamet dan kawan-kawan semakin bertambah. Perusahaan juga tidak menutup mata akan hal ini. “Saya merasa beruntung sekali bekerja di perusahaan yang peduli dengan karyawan dan orang-orang yang membutuhkan di luar sana, kami selalu di-support kendaraan dari kantor setiap ingin turun ke lapangan” begitu jelasnya dengan ekspresi penuh syukur.
Baca Juga : Tempe, Keripik, Sampai Kopi UMKM Indonesia Masuk Amazon
Sejalan dengan apa yang dia lakukan, ia juga berkeinginan untuk meneruskan tonggak dalam menyantuni anak yatim dan duafa yang di ajarkan dan di budayakan oleh Bapak Alm. H. Soeprapto Soeparno, pendiri JNE. Dengan pengalaman hidup yang cukup pahit sebagai yatim kini cita-cita Slamet untuk mampu menyantuni anak yatim dan duafa secara konsisten mampu terwujud.
Pimpinan Cabang JNE Medan, Fikri Al Haq Fachryana mengatakan, “ Slamet dan inisiatif serta tekadnya untuk berbagi sepenuh hati adalah sosok inspirasi yang mampu membuka pandangan para pemuda bahwa bahagia adalah berbagi kebahagiaan”.
Baca Juga : UMKM Kendal Tetap Bertahan Meski Diterpa Pandemi