Soal Aturan Bongkar Muat Pelabuhan, Kemenhub Bakal Revisi

Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 152/2016 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat menjadi polemik bagi sejumlah pengusaha. Menanggapi hal tersebut, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pun berjanji akan memperbaiki regulasi terkait aturan bongkar muat pelabuhan.

Langkah revisi aturan bongkar muat pelabuhan ini dilakukan agar terjadi keseimbangan antar pelaku usahanya, yakni Pelindo, perusahaan bongkar muat (PBM), serta angkutan kapal. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub Agus H. Purnomo beberapa waktu lalu.

Menurut Agus, PBM merasa porsinya berkurang karena Pelindo dapat menjalankan peran bongkar muat di pelabuhan. Hal ini karena menurut Permenhub No. 152/2016 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat, urusan bongkar muat tak hanya dilakukan oleh pelaku usaha bongkar muat, tapi juga bisa dikerjakan oleh operator pelabuhan seperti Pelindo maupun angkutan kapal.

“PBM ini merasa mereka porsinya berkurang akibat peran Pelindo. Jadi ini sudah jelas kami akan melakukan melakukan perbaikan aturan regulasi supaya selesai,” ujarnya di Komisi V DPR beberapa waktu lalu, mengutip dari laman Bisnis.com.

Baca Juga: Batam Janji Akan Turunkan Biaya Logistik Tinggi September 2020

Dugaan Praktik Monopoli

Sebelumnya, berhembus kabar bahwa ada dugaan monopoli yang terjadi pada praktik bongkat murang barang di pelabuhan. Dugaan monopoli ini menurut Agus tidak hanya dilakukan oleh Pelindo, tapi juga dari sisi koperasi bongkat murat.

Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) membeberkan alasan adanya dugaan praktik monopoli di pelabuhan yang berisiko mematikan usaha perusahaan bongkar muat (PBM). Ketua Umum DPP APBMI H.M. Fuadi menyayangkan perusahaan bongkar muat (PBM) yang tidak mendapatkan kesempatan untuk melakukan ekspansi lebih luas dalam aktivitas bongkar muat.

Fuadi menyayangkan perusahaan bongkar muat (PBM) yang tidak mendapatkan kesempatan untuk melakukan ekspansi lebih luas dalam aktivitas bongkar muat.

Sebagai contoh, di Tanjung Perak dan di Tanjung Priok, para PBM mengaku cukup berat saat ini. Di Priok, mereka terkena beban kontribusi hingga 40 persen per ton, begitu pula di Perak dikenai kontribusi sesuai kesepakatan. Dan itulah yang banyak dikeluhkan para pelaku usaha bongkar muat ini.

Agus pun mengakui bahwa memang di beberapa daerah biaya bongkar muat tergolong mahal. Hal ini, lanjut Agus, tentunya perlu penyeimbangan, sehingga Pelindo dapat masuk mengisi aktivitas bongkar muat yang lebih terjangkau.

Baca Juga: Biaya Logistik Tinggi di Batam Dikeluhkan Pengusaha

“Kemudian justru ada indikasi monopoli tidak hanya dilakukan oleh Pelindo, tetapi dari koperasi bongkar muat (atau perusahaan bongkar muat) ada monopoli, nah itu juga kami seimbangkan pada regulasinya,” urainya.

Dengan tegas Agus mengatakan perihal monopoli ini pihaknya benar-benar menjaga agar tidak terjadi monopoli, sehingga keberadaan operator pelabuhan seperti Pelindo dalam aktivitas bongkar muat juga dijaga dan terus ada upaya peningkatan.

Dia pun ingin agar Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) benar-benar perhatikan. “Di atas ini kan ada organisasi lainnya, koperasi, perusahan bongkar muat, ini yang kawan-kawan Pelindo mesti bijaksana. Kalau ke TKBM, kami akan bela agar dapat penghasilan sepantasnya,” ujarnya.

Baca Juga: Meski Pandemi, Pemberantasan Truk ODOL Masih Terus Jalan

Exit mobile version