Mengenal Suku Dayak Kayan: Warisan Budaya dan Tradisi yang Kaya

JNEWS – Suku Dayak Kayan merupakan kelompok etnik yang berasal dari perhuluan Sungai Baram, Sarawak, Malaysia. Mereka adalah bagian dari rumpun Apokayan atau Orang Ulu. Seiring waktu, mereka menyebar ke berbagai daerah di Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sabah, dan Sarawak.

Pemukiman awal suku ini berada di daerah Apau Kayan, sebagian besar di sepanjang aliran sungai Kayan, karena faktor-faktor seperti konflik antar suku dan pencarian tanah yang lebih subur.

Sejarah Suku Dayak Kayan

Mengenal Suku Dayak Kayan: Warisan Budaya dan Tradisi yang Kaya

Asal muasal suku Dayak Kayan di Kalimantan, terutama di Sungai Mendalam, Kecamatan Putussibau Utara, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, konon berasal dari Tiongkok.

Menurut cerita, mereka bermigrasi dalam sampan bersama suku Tiongkok dari Tanaa’ Tusaan, kemungkinan dari Gunung Tongshan di Tiongkok. Migrasi yang menuju Kalimantan ini tidak diketahui tanggal pastinya.

Dalam perjalanan, dua kelompok suku ini dihantam badai di laut. Akhirnya, mereka mendarat di Apo Kayan (daratan tinggi) di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, yang kemudian dihuni oleh suku Kayan. Nama Kayan berasal dari sastra lisan mereka.

Setelah menetap di Apo Kayan, suku Dayak Kenyah dan suku lainnya juga bergabung. Kepadatan penduduk dan konflik lahan memicu ketegangan antara suku, bahkan hampir menyebabkan penyebaran suku Kayan ke seluruh Kalimantan.

Ada banyak versi mengenai asal usul suku ini. Salah satunya ada dalam kisah legenda Bataang Lalang dan Haran.

Dikutip dari laman situs Badan Registrasi Wilayah Adat, alkisah, sekelompok orang suku Dayak Kayan melanjutkan perjalanan ke Sungai Jengayaan, dipimpin oleh Husun Aging. Mereka mencari tempat baru dan memutuskan untuk membagi rombongan menjadi tiga kelompok. Salah satu kelompok menuju Sungai Sibau, yang dipimpin oleh Bataang Lalang.

Di Sungai Sibau, Bataang Lalang menemukan tempat yang cocok untuk bermukim di Lung Putaan. Setelah menetap di sana, Bataang Lalang menikah dengan Belasaat. Namun, diceritakan Belasaat meninggal dunia karena suatu sebab. Situasi pun semakin rumit ketika Bataang Lalang menculik Haran, yang akhirnya menjadi istrinya.

Penculikan Haran memicu konflik dengan keluarga Haran, tetapi akhirnya Bataang Lalang dan Haran dapat menyelesaikan masalahnya dengan menikah. Mereka kemudian kembali ke Batang Rajang untuk memperkenalkan Haran kepada keluarga Bataang Lalang.

Namun, perjalanan kembali ke Batang Rajang tidak berjalan mulus. Mereka diserang oleh keluarga Haran, tapi situasi dapat diselesaikan dengan baik setelah Bataang Lalang dan Haran menceritakan situasi sebenarnya. Akhirnya, perkawinan Bataang Lalang dan Haran dilakukan secara darurat menggunakan adat petsak kanan.

Setelah beberapa waktu tinggal bersama, Bataang Lalang dan sebagian orang dari rombongan kembali ke Batang Rajang untuk menghadap ayah Haran.

Baca juga: Legenda dan Berbagai Tradisi di Sungai Kapuas, Sungai Terpanjang di Indonesia

Tradisi Suku Dayak Kayan yang Menarik untuk Diketahui

Setiap suku yang hidup di Indonesia memiliki tradisi dan kebudayaan yang kaya. Demikian juga dengan suku Dayak Kayan. Berikut adalah beberapa di antaranya.

1. Pehelung Ka’uh Tupuh Duman Lebau

Dalam konteks bahasa lokal, istilah “Pehelung Ka’uh Tupuh Duman Lebau” memiliki makna khusus. Pehelung merujuk pada tindakan berkumpul dan bersama-sama makan dalam sebuah acara tertentu. Ka’uh berarti akhir, tupuh mengindikasikan terlepas atau berakhir, duman mengacu pada masa atau tahun, dan lebau bermakna tercapai atau berhasil.

Dari makna ini, tradisi Ka’uh Tupuh Duman Lebau dapat dipahami sebagai sebuah perayaan ketika masyarakat Suku Dayak berkumpul untuk makan bersama sebagai ungkapan syukur atas akhir suatu periode tertentu.

Tradisi ini diadakan secara tahunan sebagai ritual khusus yang menyampaikan rasa syukur masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa atas pencapaian dan keberhasilan yang telah mereka raih selama satu periode tertentu. Melalui acara ini, mereka juga menyerahkan setiap rencana kegiatan dan pekerjaan untuk tahun mendatang kepada Tuhan.

Ka’uh Tupuh Duma Lebau menjadi bentuk ekspresi yang dalam bagi masyarakat suku ini untuk merayakan keberhasilan dan menghormati kekuatan spiritual yang diyakini telah membimbing mereka melalui perjalanan hidup.

2. Hudoq Aru

Hudoq Aru adalah sebuah prosesi tarian sakral yang merupakan bagian tak terpisahkan dari ritual dan upacara adat yang dipraktikkan oleh masyarakat Dayak Kayan Malinau pada masa lampau.

Tarian Hudoq Aru pada awalnya dianggap sebagai suatu bentuk persembahan yang terkait dengan permohonan kepada entitas yang disebut “Hudoq”. Dalam konteks upacara adat suku, Hudoq Aru dipercaya muncul dalam berbagai bentuk, sebagai manifestasi dewa yang turun dari alam surgawi.

Fungsi utama dari tarian ini adalah untuk membawa pesan kedamaian, mengusir segala bentuk permusuhan, dan melindungi masyarakat dari berbagai macam penyakit. Tarian ini juga melambangkan esensi kesejukan, kedamaian, dan keamanan serta memiliki peran penting dalam menjaga harmoni antarmanusia.

Selain itu, Hudoq Aru juga dipercaya memiliki kekuatan untuk memberikan kesuburan kepada tanaman, sehingga menjadi bagian integral dari upaya mereka untuk menghidupkan dan merawat lingkungan sekitar.

3. Buwo Lepo’

Buwo Lepo’, yang dikenal sebagai perpindahan pemukiman ke lokasi baru yang dianggap baik, adalah sebuah tradisi yang kuno dan masih dipraktikkan hingga sekarang. Tradisi ini melibatkan penggunaan kode-kode alam sebagai penanda untuk menentukan apakah suatu tempat dianggap layak atau tidak untuk didiami.

Salah satu tanda alam yang sangat penting dalam tradisi ini adalah gerakan burung hisit. Jika burung hisit terbang ke arah kanan, hal tersebut dianggap sebagai pertanda baik. Artinya, tempat tersebut cocok untuk dijadikan tempat tinggal baru.

Namun, jika burung hisit terbang ke arah kiri, hal ini dianggap sebagai pertanda buruk dan menunjukkan bahwa tempat tersebut sebaiknya dihindari.

Tradisi Buwo Lepo’ mencerminkan kedalaman hubungan antara masyarakat Dayak dengan alam sekitarnya, serta kepercayaan mereka pada tanda-tanda alam sebagai panduan dalam pengambilan keputusan penting seperti pemilihan lokasi pemukiman baru.

4. Basuh Wajah dan Minum Air Sungai Bo

Masyarakat suku Dayak Kayan di Mahakam Ulu (Mahulu) masih memegang teguh keyakinan bahwa roh nenek moyang mereka masih berada dan tinggal di Sungai Bo, tempat asal suku ini. Tradisi ini telah menjadi bagian penting dari warisan budaya mereka hingga saat ini.

Dalam perjalanan mereka menuju hulu Mahakam, setiap orang diwajibkan untuk membasuh muka dan meminum air yang berasal dari Sungai Bo. Bahkan bagi mereka yang baru pertama kali menginjakkan kaki di hulu Mahakam, ritual ini juga dianggap sangat penting.

Ritual meminum air dari Sungai Bo menjadi simbol penghormatan dan pengakuan terhadap warisan spiritual serta hubungan yang erat antara masyarakat Dayak Kayan dengan leluhur mereka serta alam sekitarnya.

5. Meju Anak Ufah

Pada masa lalu, suku ini juga aktif terlibat dalam konflik antarsuku, khususnya dalam peperangan untuk mengayau dan mempertahankan wilayah pada tahun 1917-1919.

Dalam konteks perang, keberadaan pasukan yang kuat menjadi krusial untuk meraih kemenangan. Selain itu, peran pemimpin suku sangat vital; mereka diharapkan mampu memimpin suku menuju kesejahteraan. Tradisi ini telah tertanam kuat sejak zaman dahulu, terutama dalam persiapan pemilihan pemimpin melalui upacara adat yang dikenal sebagai adat Ufah.

Upacara Ufah menjadi strategi penting di kalangan suku Dayak Kayan untuk mencari dan mengaderkan anak laki-laki yang dianggap memiliki potensi sebagai pemimpin di masa depan, bahkan sejak usia 1 tahun. Proses pengesahan calon pemimpin dilakukan melalui tahapan pentabisan atau pelantikan anak laki-laki yang disebut anak Ufah.

Ritual ini memperhatikan status sosial anak tersebut, khususnya berasal dari golongan bangsawan, dengan tujuan agar anak tersebut tumbuh menjadi sosok pemimpin yang teguh, berani, dan memiliki daya tarik yang kuat. Ketika anak Ufah telah dewasa dan menunjukkan kematangan pikiran, mereka diangkat menjadi pemimpin suku Dayak Kayan melalui upacara Meju Anak Ufah.

Baca juga: 10 Tradisi dan Budaya di Danau Toba: Merayakan Kekayaan Tradisi Batak

Dengan kekayaan budaya dan tradisi yang diwariskan oleh suku Dayak Kayan, kita dapat melihat betapa pentingnya pelestarian dan penghargaan terhadap warisan nenek moyang mereka. Melalui pemahaman yang lebih dalam tentang budaya dan tradisi ini, kita dapat menghargai dan merayakan keberagaman yang memperkaya Indonesia sebagai sebuah bangsa.

Exit mobile version