JNEWS ONLINE
  • JONI
    • Aksi JONI
    • Inspirasi JONI
    • Hobi JONI
    • Lokasi JNE
    • Loker JNE
    • Program JNEWS Online
      • Fun Writing
      • Kuis JNEWS Online
      • Kuis Kalender JNE
    • Video
  • Logistik & Kurir
  • Infografik
  • e-Commerce
  • UKM
    • Komunitas
    • Golaborasi 2023
  • Lifestyle
    • Tekno
    • Traveling
  • Liputan Khusus
    • 34 Tahun JNE
    • JNE Content Competition
      • Content Competition 2024
      • Content Competition 2025
      • Pemenang Content Competition 2023
      • Pemenang Content Competition 2024
    • Cosmo JNE FC
    • Gelitik
    • JNE x Slank
    • Pekan Kartini
No Result
View All Result
  • JONI
    • Aksi JONI
    • Inspirasi JONI
    • Hobi JONI
    • Lokasi JNE
    • Loker JNE
    • Program JNEWS Online
      • Fun Writing
      • Kuis JNEWS Online
      • Kuis Kalender JNE
    • Video
  • Logistik & Kurir
  • Infografik
  • e-Commerce
  • UKM
    • Komunitas
    • Golaborasi 2023
  • Lifestyle
    • Tekno
    • Traveling
  • Liputan Khusus
    • 34 Tahun JNE
    • JNE Content Competition
      • Content Competition 2024
      • Content Competition 2025
      • Pemenang Content Competition 2023
      • Pemenang Content Competition 2024
    • Cosmo JNE FC
    • Gelitik
    • JNE x Slank
    • Pekan Kartini
No Result
View All Result
JNEWS Online
No Result
View All Result
Home Traveling

Sejarah Suku Sasak: Perjalanan Panjang di Tanah Lombok

by Penulis Konten
10 July 2024
Sejarah Suku Sasak: Perjalanan Panjang di Tanah Lombok
Share on FacebookShare on Twitter

JNEWS – Suku Sasak adalah suku yang berasal dari Desa Sade, Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Bahasa yang digunakan dalam keseharian adalah bahasa Sasak dan sebagian besar penduduknya beragama Islam.

Jumlah populasi dari suku ini cukup besar yakni 3 juta orang yang tersebar di seluruh provinsi dan wilayah Indonesia lainnya. Dari angka tersebut, 2,5 juta masih mendiami Pulau Lombok, 500 ribu tersebar di provinsi lain dan yang tinggal di Desa Sade sekitar 700 orang.

Kehidupan suku ini ada yang masih menjalani hidup secara tradisional dan memegang teguh tradisi turun-temurun. Namun, ada juga yang sudah mengadopsi cara hidup modern.

Salah satu hal menarik dari suku ini adalah wan asli suku Sasak dikenal pandai menenun. Hasil tenunan dari Desa Sade sudah terkenal di seluruh nusantara hingga mancanegara karena memiliki ciri khas motif dan warna.

Sejarah Suku Sasak di Pulau Lombok

Sejarah Suku Sasak: Perjalanan Panjang di Tanah Lombok

Asal usul nama “Sasak” pertama kali disebut dalam Prasasti Pujungan. Prasasti tersebut ditemukan di Kabupaten Tabanan, Bali, dan diperkirakan berasal dari abad ke-11.

Namun, menurut sejarah nama Sasak di suku ini juga memiliki banyak arti. Ada yang menyebutkan berasal dari kata sak-sak yang artinya sampan. Kata ini juga kerap digunakan oleh suku Dayak yang artinya satu satu.

Di dalam kitab Negara Kertagama, kata Sasak disebut menjadi satu dengan Pulau Lombok, yakni Lombok Sasak Mirah Adhi. Tradisi lisan warga setempat menyebut kata sasak dipercaya berasal dari kata “sa’-saq”, artinya yang satu. Lalu, Lombok berasal dari kata lomboq yang berarti lurus. Apabila digabungkan kata Sa’Saq Lomboq artinya sesuatu yang lurus. Ada pula yang mengartikan sebagai jalan yang lurus.

Sebutan yang mirip juga ditemukan pada Kakawin Nagarakretagama (Desawarnana), kitab tentang kekuasaan dan pemerintahan Kerajaan Majapahit yang ditulis oleh Mpu Prapanca. Dalam kitab tersebut ditulis Lombo Mirah Sasak Adi. Kata “lombok’ dalam bahasa kawi artinya jujur atau lurus, “mira” artinya permata, “sasak” artinya kenyataan dan “adi” berarti yang baik atau utama. Jadi, apabila digabungnya artinya kejujuran adalah permata kenyataan yang baik.

Baca juga: Mengenal Kampung Adat Praijing: Keindahan dan Keunikan Budaya Sumba

Ciri Khas Suku Sasak

1. Agama

Suku ini memiliki ciri khas yang bisa diamati dari cara hidup serta hasil budaya. Seperti yang sudah ditulis di atas, masyarakat suku Sasak masih menggunakan bahasa Sasak dalam berkomunikasi. Selain menganut agama Islam, ada pula yang menganut kepercayaan tua yakni ‘Sasak Boda’.

2. Rumah Adat

Untuk rumah adat suku Sasak disebut bale. Tidak sembarang orang bisa membangun rumah adat ini karena ada tiga tipe yang mesti menyesuaikan dengan status penghuninya.

  1. Bale bonter, tempat tinggal untuk pejabat.
  2. Bale kodong, tempat tinggal untuk pengantin baru atau orang tua yang ingin menghabiskan masa tua.
  3. Bale tani, tempat tinggal bagi mereka yang telah berkeluarga dan memiliki keturunan.

Keunikan rumah adat bale ini dilengkapi dengan lumbung padi, serta mempunyai bentuk pintu lebih rendah. Jadi, tamu yang masuk harus menunduk untuk melalui pintu tersebut.

Dalam pembangunan rumah adat, masyarakat suku ini menggunakan ilalang atau ijuk. Untuk lantai berupa tanah liat yang dicampur dengan sekam.

Ada salah satu hal menarik dari perawatan rumah adat bale ini yakni, mereka mengepel lantai menggunakan kotoran kerbau. Menariknya, setelah diaplikasikan dalam rumah, tidak ada bau menyengat yang tertinggal. Kotoran kerbau ini dipercaya mampu membuat lantai tidak mudah pecah, dijauhi nyamuk serta rumah menjadi lebih hangat.

Rumah adat ini masih lestari hingga sekarang. Apabila ingin melihatnya secara langsung, bisa berkunjung ke Kampung suku Sasak Sade di Desa Rambitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah.

3. Profesi

Sejarah Suku Sasak: Perjalanan Panjang di Tanah Lombok

Laki-laki suku Sasak sebagian besar berprofesi sebagai petani. Sedangkan perempuannya bekerja sebagai penenun. Kegiatan menenun tersebut dilakukan di depan rumah dengan memakai dipan.

Kepiawaian perempuan Sasak dalam menenun sudah terkenal di seluruh pelosok nusantara. Tidak mengherankan, karena sejak usia 10 tahun mereka diajarkan menenun. Bahkan dalam tradisi Sasak, menurut penjelasan dari situs Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, seorang perempuan Sasak tidak boleh menikah apabila belum bisa menenun.

Tradisi Unik Suku Sasak yang Masih Lestari

1. Kawin Culik atau Merarik

Salah satu tradisi unik dan masih dilakukan hingga sekarang ini adalah kawin culik atau merarik. Kawin lari ini terjadi apabila laki-laki dan perempuan saling suka dan setuju untuk menikah.

Apabila pasangan tersebut telah sepakat, maka si laki-laki akan “menculik” si perempuan ditemani kerabat atau teman yang bertindak sebagai saksi. Lalu, si perempuan akan dititipkan di rumah keluarga pihak laki-laki dan tidak akan langsung dibawa ke rumah si laki-laki.

Esok hari, keluarga pihak laki-laki akan mengirim utusan ke keluarga perempuan untuk memberi tahu bahwa anaknya ada di tempat mereka. Pemberitahuan ini disebut dengan Nyelabar. Pada saat Nyelabar, orang tua laki-laki tidak boleh ikut. Rombongan ini biasanya terdiri dari 5 orang. Mereka akan pergi terlebih dulu ke ketua adat setempat yang disebut kliang. Hal itu dilakukan sebagai bentuk penghormatan sekaligus minta izin.

Selesai dari tempat kliang, rombongan akan menuju rumah orang tua si perempuan. Rombongan tersebut tidak diperkenankan masuk ke dalam rumah, jadi mereka duduk bersila di halaman depan rumah. Lalu, satu orang bertindak sebagai juru bicara yang akan menyampaikan kabar kepada orang tua si perempuan.

2. Bau Nyale

Tradisi Bau Nyale adalah menangkap cacing laut. Tradisi ini kerap dilakukan di Pantai Seger, Pantai Kute, Pantai Tanjung A’an, dan Pantai Molok atau Pantai Pondok Dende. Adapun untuk waktu pelaksanaannya setiap tanggal 20 bulan 10 dalam penanggalan suku Sasak atau tepat 5 hari setelah bulan purnama. Biasanya, di antara bulan Februari dan Maret setiap tahun.

Cacing laut yang ditangkap berbentuk panjang dan berwarna hijau, kuning, oranye. Cacing ini sering diolah menjadi pepes oleh masyarakat, bahkan ada yang mengonsumsinya secara langsung.

Tradisi ini erat kaitannya dengan legenda Putri Mandalika. Masyarakat setempat percaya bahwa nyale adalah jelmaan Putri Mandalika.

3. Peresean

Tradisi Peresean adalah kesenian tradisional dari suku Sasak yang mempertarungkan dua laki-laki (pepadu) dengan menggunakan senjata dari perisai dari kulit kerbau dan cambuk rotan. Tradisi ini sudah dilakukan sejak dulu dan masih lestari hingga sekarang.

Sebelum bertarung, pepadu akan ‘dihiasi’ dengan doa (jampi) serta dirawat menggunakan minyak khusus. Para pepadu akan menari mengikuti irama gendang sebagai bentuk penyemangat sebelum mengangkat senjata untuk bertarung.

Pertarungan ini tak sekadar tentang kekerasan saja. Namun, tetesan darah dari pepadu yang mengenai tanah menjadi simbol mantra, diharapkan bisa memanggil hujan dan menandai keberhasilan dari ritual.

Baca juga: 8 Ritual Cari Jodoh dari Seluruh Penjuru Indonesia yang Unik

Sejarah panjang dari suku Sasak ini dan bagaimana mereka mempertahankan tradisi warisan patut dibanggakan. Semoga ke depannya, tradisi tersebut masih terus lestari.

Tags: ciri khas suku sasakNusa Tenggara Baratpulau lombokrumah adatsasaksejarah suku sasaktenun sasaktradisi suku sasak
Share286Tweet179
Next Post
Rumah Adat Suku Sasak: Keindahan dan Filosofi di Balik Rumah Bale

Rumah Adat Suku Sasak: Keindahan dan Filosofi di Balik Rumah Bale

TERKINI

Hari Buku Nasional: Tip supaya Suka Baca Buku Lagi

Hari Buku Nasional: 8 Tip untuk Anak Muda supaya Suka Baca Buku Lagi

17 May 2025
Rekomendasi Tempat Wisata di New Zealand

7 Rekomendasi Tempat Wisata di New Zealand untuk Liburan Tak Terlupakan

16 May 2025
jne marisa

Potensi Ekonomi Pohuwato Tinggi, JNE Marisa Bidik Kenaikan Kiriman

16 May 2025
Mengenal E-SIM: Teknologi Kartu SIM Digital

Mengenal E-SIM: Teknologi Kartu SIM Digital yang Praktis dan Fleksibel

16 May 2025
agar naik kelas, UMKM kuliner mesti memperhatikan standardisasi mutu produknya

Sertifikasi dan Standar Mutu Jadi Kunci Daya Saing UMKM Kuliner

16 May 2025
Kriteria Makanan yang Halal dan Cara Mengenalinya

Kriteria Makanan yang Halal Menurut Syariat Islam dan Cara Mengenalinya

16 May 2025

POPULER

Tempat Wisata di Subang yang Bisa Dikunjungi

Liburan ke Subang? Ini Daftar Tempat Wisata Menarik yang Bisa Dikunjungi

by Penulis Konten
25 April 2025

Film Katolik untuk Menambah Wawasan Sejarah

5 Film Katolik yang Menarik untuk Menambah Wawasan Sejarah

by Penulis Konten
6 May 2025

Brain Rot: Hiburan Berlebihan Merusak Pola Pikir

Mengenal Brain Rot: Ketika Hiburan Berlebihan Merusak Pola Pikir

by Penulis Konten
8 May 2025

Festival Film Cannes: Sejarah dan Film Indonesia

Festival Film Cannes: Sejarah Singkat dan Jejak Film Indonesia di Ajang Ini

by Penulis Konten
10 May 2025

Raminten Jogja: Dari Warung Makan Unik

Raminten Jogja: Dari Warung Makan Unik ke Kerajaan Bisnis Budaya Jawa

by Penulis Konten
29 April 2025

JNEWS Online

©2020 - Your Trusted Logistic Portal

Navigate Site

  • About
  • Privacy & Policy
  • Contact

Follow Us

No Result
View All Result
  • JONI
    • Aksi JONI
    • Inspirasi JONI
    • Hobi JONI
    • Lokasi JNE
    • Loker JNE
    • Program JNEWS Online
      • Fun Writing
      • Kuis JNEWS Online
      • Kuis Kalender JNE
    • Video
  • Logistik & Kurir
  • Infografik
  • e-Commerce
  • UKM
    • Komunitas
    • Golaborasi 2023
  • Lifestyle
    • Tekno
    • Traveling
  • Liputan Khusus
    • 34 Tahun JNE
    • JNE Content Competition
      • Content Competition 2024
      • Content Competition 2025
      • Pemenang Content Competition 2023
      • Pemenang Content Competition 2024
    • Cosmo JNE FC
    • Gelitik
    • JNE x Slank
    • Pekan Kartini

©2020 - Your Trusted Logistic Portal