JNEWS – Di berbagai penjuru dunia, masih ada kelompok masyarakat yang hidup jauh dari keramaian. Mereka tinggal di tempat terpencil, jauh dari kota, tanpa listrik, internet, atau teknologi modern. Suku terpencil seperti ini memilih menjalani hidup dengan cara lama yang sudah diwariskan turun-temurun. Mereka tidak ikut arus zaman dan tetap menjaga tradisi leluhur mereka.
Buat sebagian orang, gaya hidup seperti itu mungkin terdengar mustahil. Bagi mereka, itulah kehidupan yang mereka kenal. Alam adalah rumah, dan hutan jadi tempat belanja sekaligus apotek alami.
7 Suku Terpencil di Dunia, Tak Pernah Kontak Dunia Luar
Ada ratusan suku terpencil tersebar di setiap sudut dunia. Mereka tinggal di hutan hujan, ada juga yang menetap di tengah gurun atau pulau terpencil. Menjaga jarak dari dunia luar, bukan karena tak mampu, tapi karena memang memilih hidup seperti itu.
Berikut ini tujuh suku terpencil yang masih bertahan dengan cara hidup tradisional dan menolak kontak dengan peradaban modern hingga saat ini.

1. Sentinelese
Sentinelese tinggal di Pulau North Sentinel, bagian dari Kepulauan Andaman dan Nicobar, India. Letaknya di tengah Laut Andaman, dan dikelilingi hutan lebat serta perairan dangkal yang sulit dijangkau.
Suku ini dikenal sebagai salah satu yang paling tertutup di dunia. Mereka sudah tinggal di pulau itu selama ribuan tahun, bahkan diyakini berasal dari garis keturunan manusia purba yang menetap sejak 60.000 tahun lalu.
Mereka hidup sepenuhnya dari alam. Makanan mereka berasal dari hasil berburu, memancing, dan mengumpulkan tanaman hutan. Peralatan yang dipakai pun buatan sendiri, meliputi panah, tombak, dan alat tradisional lain.
Sentinelese sama sekali tidak mau bersentuhan dengan dunia luar. Setiap upaya mendekat sering dibalas dengan serangan panah. Bahkan kapal atau helikopter pun disambut dengan ancaman.
Baca juga: Mengenal North Sentinel Island: Pulau Terasing yang Menolak Peradaban Modern
2. Cholanaikkan
Masih di India, ada suku Cholanaikkan yang tinggal di tengah Hutan Nilambur. Lokasinya ada di Kerala, tepatnya di daerah Karulai dan Chungathara, Distrik Malappuram. Jalannya sempit, jauh dari kota, dan berada di antara rimbunnya pepohonan.
Jumlah mereka diperkirakan cuma sekitar 300ā400 orang. Mereka dikenal sebagai salah satu suku pemburu-pengumpul terakhir di wilayah itu. Gaya hidupnya sederhana dan sangat bergantung pada alam sekitar.
Dulu mereka tinggal di gua batu yang disebut Kallu Arais. Sampai sekarang, sebagian masih memilih hidup di tempat seperti itu. Ada juga yang bikin tempat tinggal darurat dari daun dan ranting. Kalau hujan besar, mereka pindah lagi.
Sebenarnya, suku ini sudah mulai membuka diri. Kontak pertama dengan dunia luar terjadi sekitar tahun 1960-an. Anak-anak suku Cholanaikkan juga mulai belajar membaca. Meski sudah sedikit terbuka, mereka masih kuat dengan tradisi lama. Mereka berburu hewan kecil, ngumpulin madu, cari umbi-umbian, dan hasil hutan lainnya. Semuanya dipakai untuk makan dan kebutuhan sehari-hari.
3. Yaifo
Suku terpencil di pedalaman Papua Nugini ini tepatnya tinggal di wilayah pegunungan East Sepik. Daerahnya berupa hutan lebat tanpa jalan sama sekali. Satu-satunya cara ke sana cuma lewat jalur sungai atau jalan kaki berhari-hari.
Nama suku ini mulai dikenal setelah penulis dan penjelajah Inggris, Benedict Allen, berhasil menemui mereka tahun 1990. Setelah itu, Yaifo kembali menghilang dari radar. Baru sekitar tahun 2017, Allen mencoba menghubungi mereka lagi.
Yaifo dikenal punya tradisi yang kuat. Salah satu ritual penting mereka adalah Wark Dunbar, semacam upacara masuk usia dewasa. Ritual ini berlangsung selama enam minggu penuh, dengan banyak tahapan upacara.
Dulu, mereka juga punya reputasi sebagai suku headhunter. Meskipun sekarang praktik itu tak lagi dilakukan, cerita-cerita tentang masa lalu mereka tetap jadi bagian dari identitas budaya. Sampai sekarang, kehidupan Yaifo masih sangat tertutup. Kontak dengan dunia luar pun jarang terjadi. Banyak hal tentang mereka masih jadi misteri.
4. AwĆ”
Suku AwÔ tinggal di bagian timur laut Hutan Amazon, Brasil. Tepatnya di kawasan Maranhão, dalam wilayah Cagar Alam Araribóia. Hutan di sana masih lebat, tapi sudah mulai terancam.
Jumlah populasi suku terpencil ini sangat sedikit. Sekitar 350 orang, dan dari jumlah itu, sekitar 100 di antaranya memilih hidup tanpa kontak sama sekali dengan dunia luar. Mereka hidup nomaden, berpindah-pindah dari satu titik ke titik lain di dalam hutan.
Mereka berburu hewan kecil, mengumpulkan hasil hutan, dan memakai bulu serta getah pohon untuk upacara-upacara tradisional. Semua kebutuhan sehari-hari dicari langsung dari alam sekitar.
5. Mashco Piro
Mashco Piro tinggal di hutan hujan Peru bagian tenggara. Mereka menetap di sekitar wilayah Alto Madre de Dios dan kawasan lindung ManĆŗ. Tempatnya jauh dari kota, dikelilingi hutan lebat dan sungai yang luas.
Suku terpencil ini termasuk yang paling besar di antara kelompok yang memilih hidup tanpa kontak dengan dunia luar. Jumlahnya diperkirakan sekitar 750 orang. Tapi meski besar, mereka tetap memilih menyendiri dan menjaga jarak.
Sejarah mereka cukup panjang. Di akhir 1800-an, banyak dari mereka jadi korban perbudakan dan perampasan lahan. Luka itu masih membekas, dan menjadi alasan kuat kenapa mereka memilih menjauh.
Beberapa tahun belakangan, Mashco Piro mulai terlihat di tepi sungai. Biasanya mereka muncul sebentar, lalu menghilang lagi ke hutan. Banyak yang percaya mereka sedang mencari makanan atau sekadar menghindari konflik.
6. Ayoreo-Totobiegosode
Suku Ayoreo-Totobiegosode tinggal di wilayah Gran Chaco, yang membentang di Paraguay dan Bolivia. Tempat tinggalnya ini berupa hutan kering yang luas dan cukup terpencil dari peradaban modern.
Mereka merupakan bagian dari suku terpencil Ayoreo yang memilih untuk hidup terpisah. Sebagian kecil dari mereka memang sudah pernah kontak dengan dunia luar, tapi ada juga yang sampai sekarang masih menghindar. Kontak terakhir tercatat terjadi tahun 2004, saat wilayah mereka diganggu oleh aktivitas pembukaan lahan.
7. Tagaeri
Tagaeri adalah kelompok kecil dari suku Waorani yang hidup di Hutan Amazon, wilayah Ekuador. Mereka menetap di dalam Taman Nasional YasunĆ, salah satu kawasan hutan tropis yang paling kaya keanekaragaman hayatinya di dunia.
Sejak tahun 1968, mereka memutuskan untuk sepenuhnya memisahkan diri dari dunia luar. Mereka menolak kehadiran para misionaris dan aktivitas pengeboran minyak yang mulai masuk ke wilayah hutan mereka.
Sampai sekarang, Tagaeri tetap memilih hidup dalam isolasi total. Mereka tidak menerima tamu, tidak membuka diri, bahkan kerap merespons dengan cara keras jika wilayahnya dilanggar. Beberapa insiden pernah terjadi, termasuk penyerangan terhadap pihak luar yang nekat mendekat.
Gaya hidup mereka benar-benar alami. Semua kebutuhan dipenuhi dari hutanādari makanan, pakaian, hingga alat berburu. Mereka juga berpindah-pindah mengikuti musim dan ketersediaan sumber daya.
Baca juga: Mengenal Suku Dayak Kayan: Warisan Budaya dan Tradisi yang Kaya
Melihat bagaimana suku terpencil menjalani hidup dengan cara mereka sendiri memang bikin kagum. Di tengah dunia yang serba cepat dan penuh teknologi, mereka tetap setia pada tradisi, alam, dan nilai-nilai lama yang diwariskan turun-temurun.
Selama mereka masih diberi ruang untuk hidup damai, kisah mereka akan terus jadi bagian penting dari keberagaman dunia.