Mewabahnya pandemi COVID-19 di Indonesia turut menggeser pola perilaku belanja masyarakat Indonesia, dari yang tadinya lebih sering konvensional (offline) menjadi online. Hal ini pun turut mendongkrak jumlah pelanggan e-commerce di Indonesia.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh tim riset Bank DBS bertajuk “Indonesia Consumption Basket” kepada lebih dari 500 responden di Pulau Jawa, termasuk Jakarta, dan sebagian kecil di luar Pulau Jawa, ditemukan bahwa pelanggan e-commerce di Tanah Air meroket 66 persen. Kenaikan tersebut terjadi setelah pandemi COVID-19 mewabah di Indonesia.
Menurut pihak Bank DBS, adanya kenaikan pelanggan e-commerce ini didorong oleh diberlakukannya pembatasan sosial berskala besar (PSB) di beberapa wilayah di Indonesia. Terhitung sejak tahun 2019 lalu, sebanyak 90 persen pengguna internet Indonesia telah melakukan pembelian di e-commerce.
Baca Juga: Tren E-commerce di 2021 Diprediksi Tak Seagresif 2020
Fakta ini menjadikan Indonesia menempati peringkat satu di Asia Tenggara sebagai pengguna e-commerce terbesar,” ujar pihak DBS dalam keterangan resminya.
Masih berdasarkan hasil survei yang sama, kegiatan belanja online naik sebanyak 14%, sedangkan belanja di pusat perbelanjaan turun secara signifikan mencapai 24% semenjak pandemi Covid-19 menyerang Indonesia. Sedangkan sebelum adanya pandemi, Bank DBS menemukan fakta bahwa sebanyak 72% responden survei memilih belanja di toko dibandingkan online.
Berdasarkan laporan dari Redseer, Gross Marketing Value (GMV) e-commerce Indonesia meningkat di kuartal kedua tahun ini, mencapai USD10 miliar dikarenakan dorongan masyarakat yang berganti ke platform daring untuk belanja produk kebutuhan sehari-hari, seperti kesehatan dan perawatan, bahan makanan, dan Fast-Moving Consumer Goods (FMCG).
Pembelian kebutuhan sehari-hari secara online juga mengakibatkan kegiatan belanja ke pasar tradisional menurun drastis menjadi 30% dari sebelumnya sebanyak 52%.
Bukan hanya itu, survei tersebut juga mencatat bahwa beberapa responden yang memilih berbelanja di situs web perusahaan dan media sosial naik tipis selama pandemi, masing-masing menjadi 6 persen dan 3 persen. Dengan demikian, perusahaan kini tidak dapat mengabaikan persaingan yang datang dari online.
Baca Juga: Pasar e-Commerce Indonesia Diproyeksi Tembus Rp955 Triliun di 2022
Survei yang dilakukan Bank DBS Indonesia menyarankan agar perusahaan mempercepat strategi omni-channel atau memulai kemitraan dengan platform e-commerce yang mapan. Selain menguntungkan para perusahaan besar yang berjualan melalui e-commerce, minat tinggi berbelanja online juga mempengaruhi pertumbuhan UMKM dan pengusaha mikro.
Dengan membeli produk milik UMKM melalui e-commerce, maka hal tersebut secara tidak langsung dapat membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menjaga keberlangsungan ekonomi sekaligus menjaga jarak di tengah pandemi.
Sebelumnya, dalam sebuah bincang-bincang terkait #BANGUNRESOLUSI Talks bertajuk ‘Digitalisasi Keuangan dalam Meningkatkan Perekonomian’, yang diadakan secara daring pada awal Desember lalu, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, menyarankan agar pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dapat bergabung dengan platform e-commerce.
Hal ini menurutnya agar pelaku UMKM dapat bertransformasi digital dan bisa menjaga keberlangsungan bisnisnya selama pandemi. “Pelaku usaha dan UMKM yang terhubung dengan platform online dapat bertahan bahkan tumbuh di tengah pandemi,” ujar menteri Teten.
Baca Juga: Kisah UMKM Pisang Goreng Beromzet Rp 5 Juta Per Hari