Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menjelaskan, kenaikan harga minyak yang sangat tinggi mengakibatkan beberapa negara mengalami krisis energi.
Parahnya lagi, bila mengikuti harga keekonomian sesuai standar, banderol Pertalite dan Solar, yang saat ini bersatatiskan BBM subsidi sudah melambung tinggi per liternya.
Menurut Nicke, per Juli 2022 harga keekonomian Solar dan Biosolar menyentuh Rp 18.150 per liternya. Sementara Pertalite melonjak hingga Rp 17.200 per liter dari yang saat ini dipasarkan hanya Rp 7.650 per liter.
BACA JUGA :Â Siapkan Dokumen Ini untuk Pendaftaran Beli Pertalite dan Solar di Awal Juli
Artinya, dengan adanya subsidi dari pemerintah, tiap liter Solar yang dibeli masyarakat pemerintah membayar sebesar Rp 13.000. Sedangkan untuk Pertalite ditalangi sebesar Rp 9.550 per liter.
“Dengan peningkatan harga minyak dan gas, kata Nicke tantangan berat di sektor hilir adalah harga keekonomian produk meningkat tajam. Bila dibandingkan dengan harga keekonomian, harga jual BBM dan LPG yang ditetapkan Pemerintah sangat rendah,” ujarnya.
Pemulihan ekonomi pasca pandemi, imbuh Nicke telah berdampak pada meningkatnya mobilitas masyarakat, sehingga tren penjualan BBM dan LPG ikut naik. Bila tren ini terus berlanjut, maka diprediksi Pertalite dan Solar akan melebihi kuota yang ditetapkan Pemerintah.
Karena itu, Pemerintah sedang melakukan revisi dari Perpres No.191 tahun 2014, khususnya mengenai kriteria kendaraan yang berhak menggunakan BBM subsidi.
BACA JUGA :Â Ini Alasan Kenapa Beli Pertalite dan Solar Kini Harus Mendaftar
Pertamina harus menjaga kuota BBM bersubsidi, agar tidak over kuota. Apalagi berdasarkan data Kementerian Keuangan, sebanyak 40 persen penduduk miskin dan rentan miskin hanya mengkonsumsi 20 persen BBM, tetapi 60 persen teratas mengkonsumsi 80 persen BBM Subsidi.
“Pertamina harus memastikan bahwa BBM Subsidi dipergunakan oleh segmen masyarakat yang berhak dan kendaraan yang sesuai ketentuan,” ucapnya.