JNEWS – Tari Topeng adalah salah satu warisan kesenian asli dari Cirebon, Jawa Barat. Sesuai dengan namanya, tarian ini menggunakan topeng sebagai properti utamanya. Dengan gerakan yang anggun dan ekspresif, tari ini juga sarat akan simbol penuh makna.
Simbol-simbol ini diwujudkan dalam bentuk jumlah topeng, bentuk topeng hingga jumlah dari gamelan pengiringnya. Tidak sekadar menyajikan pertunjukkan seni, tapi tarian ini juga cerminan dari nilai-nilai luhur masyarakat Cirebon.
Adapun topeng untuk tarian ini terbuat dari kayu yang cukup lunak yakni kayu jarang. Dalam pembuatannya, dibutuhkan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran serta proses pembuatan yang tidak sebentar. Bahkan untuk seorang pengrajin yang sudah ahli pun dalam membuat satu topeng membutuhkan waktu hingga satu hari.
Selain itu, tari topeng Cirebon memiliki gerakan yang indah dan gemulai. Ciri khas utama tarian ini ada pada gerakan tangan yang gemulai dan sepanjang pementasan diiringi musik gendang serta rebab.
Menilik Sejarah Panjang Tari Topeng Cirebon
Dikutip dari website Pemerintah Kota Cirebon, tidak ada yang tahu hingga sekarang ini siapa pencipta Tari Topeng. Begitu juga awal mula muncul di zaman apa, belum ada literatur sejarah yang mengungkapkannya.
Namun ada dugaan bahwa di zaman Raja Majapahit yakni Hayam Wuruk, Tari Topeng sudah dikenal. Hal ini berdasarkan Negarakertagama dan Pararaton, yang menyebutkan tentang Raja Majapahit menari topeng yang terbuat dari emas. Hayam Wuruk menarikan topeng emas di lingkungan kaum perempuan istana Majapahit. Jadi, di masa itu, tari ini hanya ditarikan oleh raja dengan penonton perempuan di lingkungan keluarga kerajaan saja.
Dengan demikian, bisa ditarik kesimpulan bahwa Tari Topeng Cirebon sudah populer dari zaman Majapahit, yakni antara tahun 1300-1400 Masehi. Setelah Kerajaan Majapahit jatuh, tarian ini ‘dihidupkan’ lagi oleh sultan-sultan Demak. Para sultan mungkin mengagumi keindahan dan nilai seni dari tarian ini, atau bisa juga tarian tersebut memiliki peran dalam mendukung konsep kekuasaan yang berlandaskan nilai spiritual.
Dalam babad juga dikisahkan bahwa Raden Patah menari Klana di kaki Gunung Lawu di hadapan Raja Majapahit, Brawijaya. Dari kisah tersebut membuktikan bahwa Tari Topeng Cirebon erat kaitannya dengan konsep kekuasaan Jawa, bahwa hanya Raja yang berkuasa yang bisa menarikan tarian ini. Dari kisah dalam babad berarti kekuasaan Jawa ada pada Raden Patah dan Raja Brawijaya hanya sebagai penonton.
Kerajaan Demak yang terletak di pesisir kemudian memperluas pengaruh kekuasaan dan pengenalan Islam di seluruh pesisir Jawa ke arah barat sampai ke Keraton Cirebon dan Keraton Belanda. Dua keraton ini banyak mengadopsi kebudayaan Jawa-Demak.
Dari kisah Babad Cirebon Carang Satus yang ditulis oleh Elang Yusuf Dendabrata menyebutkan bahwa Tari Topeng Cirebon diciptakan sebagai bentuk dakwah Islam di Jawa Barat. Dalam babad tersebut diceritakan tarian topeng digunakan oleh Sunan Gunung Jati dalam menghadapi ancaman Pangeran Welang dari Karawang yang ingin menaklukkan Keraton Cirebon.
Sunan Gunung Jati lebih memilih jalur diplomasi melalui kesenian dalam menghadapi ancaman tersebut. Keputusan diplomasi tersebut merupakan awal mula terbentuknya kelompok tari Nyi Mas Gandasari. Pangeran Welang pun terpikat dengan gemulainya tarian dari Nyi Mas Gandasari. Pangeran pun meminang Nyi Mas Gandasar, lalu menyerahkan pusaka Curug Sewu dan memeluk agama Islam.
Sang pangeran pun memutuskan untuk mengabdikan hidupnya bagi Sunan Gunung Jati. Ini ditandai dengan pergantian nama menjadi Pangeran Graksan. Seiring waktu, Tari Topeng Cirebon berkembang menjadi kesenian populer yang dipertunjukkan dengan ketentuan spesifik.
Baca juga: Ragam Tarian Jawa Timur dan Makna di Baliknya
Makna Filosofis di Balik Tari Topeng Cirebon dan Jenis Topengnya
Kendati di awal mula hanya bisa dipentaskan di lingkungan keraton, perlahan Tari Topeng Cirebon berkembang di masyarakat. Karena awalnya bertujuan mendukung penyebaran agama Islam, tarian ini memiliki banyak makna tentang ketaatan beragama dan tingkatan manusia, yaitu:
- Makrifat adalah tingkat tertinggi dari kehidupan manusia yang perilakunya sudah sesuai dengan syariat Islam.
- Hakekat merupakan gambaran dari manusia berilmu yang memahami hak seorang hamba dan hak Sang Pencipta.
- Tarekat menunjukkan gambaran manusia yang menjalankan agama dalam perilaku hidupnya sehari-hari.
- Syariat adalah gambaran manusia yang baru mulai mengenal ajaran Islam.
Adapun setiap tarian topeng menggunakan jenis topeng berbeda-beda. Hingga saat ini ada 5 jenis topeng yang umumnya dipentaskan dan dikenal dengan nama Panca Wanda yaitu topeng Kelana, Tumenggung, Panji, Samba, dan Rumyang.
Menariknya, tiap detail dari Tari Topeng tersebut memiliki makna filosofis tersendiri. Nilai tersebut bisa dilihat dari karakteristik topeng yang digambarkan melalui warna dari masing-masing topeng yang melambangkan siklus hidup manusia.
1. Topeng Panji
Topeng ini dengan wajah putih bersih memiliki makna suci seperti bayi yang baru dilahirkan. Adapun motif topengnya polos dan berwarna putih bersih. Topengnya hanya terdiri dari mata, hidung, dan mulut tanpa guratan apa pun.
Sama dengan warna topengnya, kostum para penari dan atribut lainnya juga bernuansa serba putih. Untuk gerakannya sangat sederhana, hanya berupa adeg-adeg (berdiri kokoh agar tak tergoyahkan) yang diiringi musik penuh dinamika.
2. Topeng Samba
Topeng Samba yang memiliki karakter anak-anak digambarkan sebagai simbol keceriaan dan kelincahan. Ini ditunjukkan oleh karakteristik topeng yang bernuansa putih dan merah jambu, lalu dilengkapi hiasan di bagian atas menyerupai rambut dan kostum tari berwarna hijau daun. Lagu yang kerap digunakan mengiringi tarian topeng ini adalah Kembang Kapas.
3. Topeng Rumyang
Topeng Rumyang merepresentasikan masa dewasa manusia. Tarian dengan topeng Rumyang memiliki gerakan yang semakin mantap, ini menunjukkan manusia yang mendekati kemapanan.
4. Topeng Temanggung
Topeng Temanggung menceritakan siklus kehidupan manusia yang telah menginjak masa kematangan dan kemapanan sempurna. Dari lima babak Tari Topeng Cirebon, hanya Topeng Tumenggung yang menggunakan properti berupa topi. Irama gerakannya pun terkesan tenang dan mantap. Bentuk topengnya dilengkapi kumis dan guratan wajah yang terkesan bijaksana.
5. Topeng Kelana
Untuk topeng Kelana menggambarkan seseorang yang sedang marah. Biasanya, saat mengenakan topeng Kelana gerakan dari para penari bercirikan gerak tubuh energik, lincah, dan bersemangat. Gerak tari topeng Kelana juga menggambarkan seseorang yang memiliki tabiat buruk, serakah, penuh amarah, dan juga tidak bisa mengendalikan hawa nafsu.
Baca juga: Kesenian Suku Jawa: Wayang Kulit, Gamelan, dan Tari Tradisional
Dalam mementaskannya, Tari Topeng Cirebon membutuhkan ritual khusus karena termasuk jenis tarian sakral. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, umumnya para penari akan puasa, pantang hingga semedi sebelum menari Tari Topeng.
Bahkan sebelum pertunjukkan, masyarakat percaya harus disediakan dua sesaji. Di sesaji pertama berisi bedak, sisir, dan juga cermin yang melambangkan perempuan. Sedangkan sesaji kedua berisi cerutu dan rokok sebagai lambang laki-laki. Lalu ada bubur merah melambangkan manusia dan bubur putih sebagai lambang dunia atas.
Tari Topeng Cirebon sering kali dipentaskan dalam upacara adat, perayaan keagamaan, atau acara-acara penting lainnya. Tidak sekadar menjadi hiburan, tapi tarian ini juga berfungsi sebagai sarana untuk mempererat tali silaturahmi dan melestarikan tradisi.