JNEWS – I Putu Sartika, tak menyangka. Bersama istri dan anak-anaknya pada akhir Oktober 2025 kemarin ia diundang makan khusus oleh seluruh jajaran Direksi JNE yakni Presiden Direktur JNE M. Feriadi Soeprapto yang didampingi Direktur JNE Chandra Fireta dan Edi Santoso. Beberapa pejabat JNE lainnya juga ikut seperti Syamsul Jamaludin dan Jon Tri Kusnanto.
Makan malam dengan hidangan seafood itu adalah bentuk penghargaan dari perusahaan JNE atas dedikasi dan loyalitas Putu Sartika yang sedari awal telah bekerja sejak 26 November 1990 silam sampai pensiun saat perusahaan genap berusia 35 tahun pada 26 November 2025.
Kepada JNEWS, Putu berkisah bahwa awal JNE didirikan menempati sebuah ruangan dengan ukuran sekitar 12 x 20 m2 di lantai 2 Gedung Swalayan Gelael kawasan Slipi Jakarta Barat. Kini gedung tersebut sudah lama berganti menjadi sebuah bangunan hotel berbintang. “Ruangannya disekat jadi 6, yang tengah itu yang paling besar untuk menaruh paket. Terus kalau ada paket yang harus di-packing mengerjakannya di lantai bawah bagian belakang ruangan yang disewa JNE,” kenang Putu.
Dengan karyawan 8 orang, semua pekerjaan dilakukan serabutan. Termasuk Putu yang statusnya sebagai office boy (OB) namun juga ikut menyortir paket dan sesekali membantu mengantarkan paket ke penerima. “Kita semua kerja seperti tidak mengenal lelah, dari pagi sampai malam. Semuanya sering lembur, kalau saya malah sering menginap di kantor. Dulu itu customer-nya kebanyakan perusahaan, karena memang kiriman paket dokumen atau barang dari luar negeri. Setahun sekali, pas JNE ulang tahun, kita diajak liburan ke Pantai Anyer atau tempat wisata lainnya,” terang Putu.
Namun, lambat laun, kiriman internasional JNE semakin banyak. Begitu juga animo masyarakat yang ingin mengirim untuk tujuan domestik. Akhirnya JNE mengurus izin agar bisa melayani juga pengiriman tujuan domestik ke seluruh Indonesia. Dari sanalah akhirnya JNE tumbuh dan berkembang dengan cepat. Untuk jaringan ke luar daerah tidak ada kendala, karena sudah ada jaringan saudara tua TIKI sebelumnya yang bisa bekerja sama.
Baca juga: Jejak Pendiri JNE: dari Ide Sederhana, Tumbuh Jadi Perusahaan Besar
Karena sudah tidak memadai lagi untuk operasional, JNE pada 1993 pindah kantor ke Jalan Tomang Raya Nomor 3 yang belakangan familiar disebut sebagai JNE Tomang 3. Seakan bawa hoki, saat berkantor di Tomang 3, kiriman JNE semakin melesat baik kiriman internasional maupun domestiknya. Kala itu banyak perusahaan besar Jepang dan Korea yang mempercayakan kirimannya kepada JNE.

Namun, di tengah perkembangan JNE yang terbilang cukup pesat, tentu saja banyak tantangan yang sudah dilewati perusahaan untuk tetap bisa bertahan. “Salah satu tantangan besar JNE di awal-awal pendirian, suatu ketika ada barang-barang kiriman dari customer perusahaan Jepang sempat sekitar 3 bulan tertahan di bea cukai. Seandainya saat itu perusahaan Jepang itu komplain mungkin riwayat JNE akan berbeda ceritanya. Bersyukur, dengan komunikasi yang baik dan selalu memberi laporan kepada customer Jepang itu serta hubungan yang sudah baik sebelumnya, JNE tidak dikomplain dan barang-barang itu akhirnya bisa dikeluarkan dari bea cukai,” kenang Direktur Chandra Fireta kepada JNEWS.
Tantangan lainnya adalah datangnya badai dahsyat krisis moneter (krismon) dan politik 1997-1998 yang menghantam perekonomian bangsa Indonesia. Kala itu banyak perusahaan kolaps dan jutaan karyawan di-PHK. Saat itu karyawan JNE yang sudah ratusan orang juga dilanda cemas.
Melihat itu, keputusan bijaksana namun terasa ‘aneh’ dibuat oleh H. Soeprapto dan disetujui jajaran petinggi JNE lainnya. Yakni, tidak ada satu pun karyawan yang akan di-PHK dan malah semua karyawan dibagikan beras 2 kali dalam sebulan agar bisa membantu meringankan beban hidup karyawan di tengah badai krismon.
Satu sisi secara pribadi, H. Soeprapto juga semakin giat berbagi dan menyantuni anak yatim, janda miskin dan para tuna netra yang rutin diundang ke Yatuna. Ia percaya, bahwa JNE akan ditolong oleh Allah SWT untuk bisa bertahan dan melewati badai krismon 1997-1998.
Keputusan ‘jalur langit’ yang pada akhirnya bukan hanya menyelamatkan nasib para karyawan namun juga menjadi berkah bagi perusahaan, di mana JNE malah semakin banyak kirimannya. Salah satu terobosan yang dibuat JNE kala itu adalah dengan mulai membuka waralaba (franchise) keagenan. Sasaran utamanya adalah para pemilik warung telekomunikasi (wartel) yang saat itu mulai menjamur. * (bersambung)












