JNEWS – Ramadan tak lepas dari tradisi unik yang ada di berbagai daerah di Indonesia. Tradisi tersebut merupakan hasil percampuran antara budaya asli Indonesia dengan budaya para pembawa agama Islam ke Indonesia. Tradisi tersebut terus dipelihara hingga sekarang dan menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.
Tradisi Unik Ramadan di Berbagai Daerah Indonesia
Ramadan adalah bulan yang suci sehingga tradisi yang mewarnai penyambutan bulan tersebut kebanyakan berupa bersih-bersih, baik bersih diri, rumah dan lingkungan. Harapannya, umat Islam dapat menjalani aktivitas dan ibadah di bulan Ramadan dengan hati dan pikiran yang bersih.
Sedangkan tradisi unik Ramadan tersebut adalah sebagai berikut, yang dikutip dari kemenparekraf.go.id.
1. Cucurak di Jawa Barat
Arti cucurak adalah bersenang-senang dan berkumpul bersama keluarga besar menyambut bulan Ramadan. Umumnya acara juga diisi dengan tradisi kuliner Sunda, yaitu botram. Botram adalah makan bersama secara lesehan dan meletakkan makanan di atas daun pisang. Menu yang disajikan, antara lain nasi liwet, tempe, ikan asin, sambal, dan lalapan.
Cucurak dipertahankan oleh masyarakat Sunda karena bukan sekadar makan bersama, melainkan juga sebagai ajang silaturahmi. Kadang masyarakat yang semakin sibuk membutuhkan momen khusus untuk bertemu, antara lain melalui cucurak.
Baca juga: Pasar Ramadan Terpopuler di Jakarta untuk Berburu Kuliner Khas
2. Malamang di Sumatra Barat
Lemang adalah menu takjil yang sudah terkenal hingga ke luar Sumatra. Bahkan menjadi menu wajib di mana-mana meski bukan keturunan Minangkabau. Umumnya lemang disantap bersama dengan tapai ketan hitam. Ternyata membuat lemang di daerah asalnya juga terkait dengan tradisi menyambut Ramadan, yaitu malamang.
Tradisi malamang masih kental di Padang Pariaman, terutama penganut Tarekat Syathariyah. Tarekat Syathariyah adalah aliran dalam Islam yang dibawa oleh Syekh Burhanuddin. Cara memasak penganan dari ketan ini menggunakan media bambu yang dipanaskan dengan bara api. Malamang menjadi warisan budaya tak benda Indonesia (WTbI) tahun 2021.
3. Marpangir di Sumatra Utara
Marpangir masih banyak dilakukan oleh masyarakat suku Angkola dan Mandailing Natal. Marpangir adalah membersihkan diri menggunakan rempah-rempah, seperti daun pandan, serai, bunga mawar, kenanga, jeruk purut, daun limau, akar wangi, dan bunga pinang. Bahan-bahan tersebut direbus dulu agar aromanya keluar dan zat-zatnya berbaur.
Tradisi unik ini dilakukan bersama-sama, dari mencari bahan, persiapan hingga mandi. Karena itu, marpangir sering diadakan di pemandian umum atau pemandian alam.
4. Mattunu Solong di Sulawesi Barat
Tradisi mattunu solong atau mattunu pallang-pallang masih diselenggarakan oleh masyarakat Polewali Mandar. Mattunu artinya menyalakan, sedangkan solong atau sulong adalah pelita atau lilin khas setempat. Dalam tradisi unik ini, kampung-kampung di Polewali Mandar bertabur cahaya.
Cara membuat solong seperti membuat sate buntel. Kapuk dikepal di sebuah bilah bambu bersama kemiri yang telah dihancurkan. Kemiri akan mengeluarkan minyak yang membasahi kapas, lalu dibakar sehingga menjadi lilin. Kemudian lilin ini diletakkan di beberapa sudut rumah.
5. Megibung di Bali
Megibung merupakan tradisi unik hasil akulturasi budaya Hindu dan Islam. Tradisi ini diperkenalkan oleh Raja Karangasem, I Gusti Agung Anglurah Ketut Karangasem pada tahun 1692. Megibung dilakukan dengan duduk melingkar untuk menikmati makanan. Nasi untuk acara ini diletakkan di dalam wadah yang disebut gibungan, sedangkan lauknya diletakkan pada alas karangan.
Saat itu, megibung dilakukan sebagai ekspresi rasa syukur setelah mengalahkan kerajaan-kerajaan di Lombok. Bahkan Raja Karangasem ikut megibung. Seiring zaman, tradisi megibung menyebar ke berbagai acara untuk mempererat kebersamaan. Menjelang Ramadan, megibung juga dilakukan di kampung-kampung Islam di Bali, seperti Kampung Kepaon dan Gelgel.
6. Meugang di Aceh
Tradisi meugang atau haghi mamagang sudah ada sejak zaman Kerajaan Aceh Darussalam pada abad ke-14. Tradisi unik ini diisi dengan masak besar bersama-sama. Menu yang dimasak adalah olahan daging sapi, kambing atau kerbau sehari sebelum bulan Ramadan. Hasilnya disantap bersama-sama dengan keluarga, teman dan anak-anak yatim piatu. Tradisi meugang juga dilakukan ketika Iduladha dan Idulfitri.
7. Nyorog di Jakarta
Meski sudah terdesak oleh peradaban modern, masyarakat Betawi masih melakukan tradisi nyorog. Tradisi nyorog sudah ada sejak tahun 1800, yang diperkenalkan oleh para pembawa agama Islam di Sunda Kelapa. Nyorog artinya menghantarkan atau mengirimkan. Tradisi nyorog diisi dengan pemberian atau pengiriman bingkisan makanan ke keluarga, tetangga, saudara atau tetua sebagai wujud penghormatan dan jalinan silaturahmi.
Biasanya isi hantaran berupa menu tradisional Betawi, seperti gabus pucung, semur, opor, ketupat, dan sebagainya. Hidangan tersebut diletakkan di dalam rantang bertingkat. Namun ada juga yang mengirimkan sembako ketika nyorog.
8. Padusan di Yogyakarta
Padusan berasal dari kata adus atau mandi. Padusan merupakan terjemahan langsung dari kegiatan membersihkan diri, yaitu mandi. Namun ada filosofis di dalamnya, yaitu tak hanya membersihkan badan, tapi juga jiwa dan raga.
Jika mengikuti tradisi, padusan dilakukan di sumber mata air atau umbul. Jika tidak memiliki mata air, padusan juga dilakukan di embung. Sekarang, padusan juga dilakukan di pemandian umum atau kolam renang.
Baca juga: 38 Makanan Tradisional dari 38 Provinsi di Indonesia – Yang Mana Favoritmu?
9. Petang Megang di Riau
Petang megang adalah tradisi unik yang dilakukan oleh pemerintah Kota Pekanbaru di Sungai Siak. Petang megang 2025 diawali dengan ziarah ke makam pendiri Pekanbaru, yaitu Marhum Pekan. Kemudian diadakan upacara balaimau secara simbolis dengan mengusapkan air limau ke kepala anak yatim. Acara diakhiri dengan tausiah di Masjid Raya Pekanbaru.
Pada tahun-tahun sebelumnya, petang megang juga diramaikan dengan arak-arakan, mandi balimau beramai-ramai di tepi sungai dan memperebutkan itik yang dilepaskan di Sungai Siak.
10. Megengan
Megengan dilaksanakan oleh masyarakat pesisir Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur. Megengan diperkenalkan sekitar tahun 1500 di sekitar Kerajaan Demak oleh Walisongo sebagai bagian dari dakwah Islam. Megengan artinya menahan atau mengendalikan. Megengan juga dibarengi dengan pembuatan kue apem yang nantinya dibagi-bagikan bersama nasi berkat.
Apem megengan berbeda dengan kue apem lainnya, yaitu bagian atas putih sedangkan bagian bawah cokelat karena pemanasan. Rasanya gurih dan manis, mirip serabi solo tetapi lebih tebal.
Tradisi unik dalam menyambut Ramadan di berbagai daerah menggambarkan budaya Indonesia yang sangat beragam. Bahkan masyarakat nonmuslim juga ikut ambil bagian di berbagai sisi budayanya, misalnya membuat apem atau hantaran. Menghargai perbedaan itu penting karena manusia memang lahir dengan kondisi yang tidak sama.