Di masa pandemi seperti saat ini, sektor e-commerce mengalami peningkatan yang signifikan. Peningkatan e-commerce itu pun sejalan dengan peningkatan permintaan pergudangan. Meksi demikian, permintaan pergudangan tadi juga diiringi juga oleh sebuah permasalahan bagi pengembang.
Adapun permasalahan yang dimaksud oleh Sekretaris Perusahaan PT Intiland Development Tbk (DILD) Theresia Theresia tak lain adalah peningkatan tarif imbas dari pandemi COVID-19. Theresia menjelaskan bahwa peningkatan permintaan gudang terjadi karena sektor logistik yang tumbuh secara signifikan selama masa pandemi.
Hal ini terjadi seiring pula dengan peningkatan transaksi jual beli secara online di platform e-commerce. Di tengah tren permintaan pergudangan yang tinggi tadi, Theresia mengatakan bahwa pihaknya masih melakukan evaluasi atas harga sewa.
Baca Juga: Natal dan Tahun Baru Diprediksi Dongkrak Angkutan Kargo di Bandara Kualanamu
Meski terjadi permintaan yang tinggi, kondisi pandemi ini juga menyulitkan terutama bagi tenant-tenant eksisting yang mengalami dampak akibat pandemi. “Pada dasarnya tidak ada kenaikan atas harga sewa,” tuturnya mengutip Kontan.
DILD sendiri memiliki proyek pergudangan di Aeropolis dan Ngoro Industrial Park (NIP). Pergudangan Aeropolis terletak di dekat Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta atau sekitar 700 meter dekat pintu M1 (TOD).
Area pergudangan Aeropolis ini berlokasi di area mixed-use dengan luas 105 haktera (ha) yang terdiri dari apartemen, hotel, perkantoran, area ritel dan kuliner. Sedangkan luas lahan NIP di Ngoro Jawa Timur mencapai 500 ha yang diperuntukan sebagian besar untuk kawasan perindustrian.
Baca Juga: JNE Pastikan Kabar Terafiliasi pada Organisasi Tertentu adalah HOAX
Theresia pun mengatakan bahwa pergudangan Aeropolis memiliki tingkat okupansi sebesar 60%. Sedangkan tingkat okupansi pergudangan NIP sebesar 90%.
“Untuk komposisi sektor tenant pergudangan Aeropolis itu ekspedisi 30%, bisnis online 30%, kesehatan 20%, F&B 15%, dan lainnya 5%. Untuk NIP, mayoritas penyewa gudang adalah tenant yang memiliki pabrik di Ngoro,” terangnya.
Dengan adanya tren tersebut, lanjut Theresia, pihaknya tengah bersiap membuka blok baru untuk proyek Aeropolis. Maka dari itu, untuk proyek Aeropolis perusahaan akan menggunakan skema penjualan, bukan penyewaan gudang.
Dikatakan Theresia, DILD tetap melihat peluang yang ada untuk terus berekspansi di sektor pergudangan. Akan tetapi, tegasnya, DILD tetap akan melakukan perencanaan yang lebih hati-hati. “Aeropolis sedang dalam persiapan membuka blok baru pada kuartal I 2021,” paparnya.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) Mulyadi Suganda memiliki pernuataan yang senada, dimana menurutnya permintaan gudang masih sangat prospektif. Hal ini karena Jababeka (Jakarta, Bandung, Bekasi, Karawang) menjadi satu-satunya yang memiliki dry port dengan konektivitas dengan jalur kereta api baik ke Tanjung Priok maupun ke seluruh Jawa.
“Beberapa e-commerce juga telah datang ke Jababeka,” terangnya. Adapun, pergudangan yang dimiliki perusahaan dioperasikan Cikarang Dry Port yang penyewanya mayoritas terkait dengan kegiatan ekspor impor.
Di sisi lain, bicara mengenai tren, Mulyadi mengaku belum memiliki data terbarunya. “Yang jelas, dalam 3 -5 tahun terakhir pergudangan masuk dalam tiga besar industri yang membeli di kawasan Jababeka,” pungkasnya.
Baca Juga: Bea Cukai Yakin Konsolidator Permudah Ekspor