Mendorong produk-produk lokal tembus pasar Swiss dan Eropa, Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki meminta Asosiasi Industri Permabelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) untuk memanfaatkan fasilitas pembebasan bea masuk.
“Hasil pertemuan kami dengan SECO (Swiss Secretariate for Economic Affair), yaitu lembaga pemerintahan terpenting di Swiss telah menyepakati bahwa Indonesia menjadi mitra dagang terpenting Swiss,” kata Teten.
Bahkan, Teten mengungkapkan, FTA Indonesia-Swiss sudah diratifikasi dan yang paling penting adalah implementasi oleh dunia usaha.
Teten menyebutkan, fokus kerja sama untuk pasar Eropa sebagaimana disampaikan Presiden EU Commission Ursula von der Leyen, yakni penyediaan dan pemasaran produk ramah lingkungan termasuk salah satunya bambu.
BACA JUGA :Â 4 Kunci Penting Menjaga Bisnis UMKM Berkelanjutan
Hal ini seiring dengan program KemenKopUKM yang saat ini sedang membangun Rumah Produksi Bersama pengolahan bambu di Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Saya optimistis kita dapat meningkatkan peran yang jauh lebih besar di pasar global mengingat bahwa kita memiliki keunggulan kualitas pekerjaan, bahan baku, dan desain,” ucap MenKopUKM.
Meski begitu, Teten mengingatkan bahwa dunia usaha nasional juga perlu meningkatkan penguasaan pasar dalam negeri yang cukup besar. Antara lain, memanfaatkan kebijakan afirmatif penggunaan produk dalam negeri.
Pemerintah juga akan terus meningkatkan porsi belanja produk koperasi dan UMKM serta para pelaku asing akan didorong untuk bermitra dengan pengusaha lokal.
KemenKopUKM juga akan terus memperkuat ekosistem UKM, mulai dari sisi produksi, kemitraan, SDM, pendanaan, hingga pemasaran. Antara lain, melalui penguatan rantai pasok dan jaminan pasokan bahan baku.
“Kami memfasilitasi MoU antara Asmindo dengan PT Perhutani untuk pasokan bahan baku kayu,” ucap Menteri Teten.
Selanjutnya, akan diperkuat untuk pasokan kebutuhan rotan dan pengembangan kerja sama Asean, khususnya untuk Laos dalam pemenuhan pasokan kayu.
Pada 2023 ini juga akan dibangun Rumah Produksi Bersama Rotan di Desa Trangsan, Sukoharjo, Jawa Tengah, dan Rumah Produksi Bersama pengolahan bambu di NTT.
BACA JUGA :Â Kisah Sukses Pelaku UMKM Furnitur Kayu Manfaatkan Digitalisasi
Fasilitas lainnya adalah Standardisasi dan Sertifikasi Produk, seperti Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), HACCP dan ISO, Alkes dan PKRT, FSSC/BRC, dan Merek Internasional.
Begitu juga, dengan program SME’Xcellence, yaitu kemitraan antara aggregator dengan UKM ekspor melalui workshop coaching clinic, business matching, dan pameran.
“Pengembangan trading house furniture dan home decor akan dimulai di Singapura. Kita juga sedang membahas pengembangan showroom untuk produk-produk UMKM di kawasan industri,” kata MenKopUKM.