Di Balik Layar Pembuatan Wayang Kulit, Seni dan Kerajinan yang Memukau

JNEWS – Seni wayang kulit telah lama memikat hati masyarakat dengan cerita-ceritanya yang kaya makna dan penyajiannya yang unik. Namun, tak banyak yang menyadari, bahwa di balik setiap pertunjukan, ada proses pembuatan wayang yang kompleks dan panjang. Ternyata untuk membuat satu buah wayang, waktu yang diperlukan bisa sampai berbulan-bulan.

Dalam tahapan pembuatannya, ada banyak proses diperlukan. Ada berbagai teknik kerajinan tangan yang tidak hanya menciptakan karakter-karakter estetik tetapi juga penuh makna. Keterampilan ini, yang merupakan perpaduan antara seni dan keahlian manual tingkat tinggi, telah diwariskan dari generasi ke generasi. Proses ini umumnya terjadi di balik layar, jauh dari pandangan penonton.

Sejarah Singkat Wayang Kulit

Kanjeng Sunan Kalijaga, salah seorang Wali Songo dan keturunan bangsawan Ponorogo, Arya Wiraraja, adalah sosok yang berjasa dalam mengembangkan wayang kulit di Indonesia. Awalnya, masyarakat Jawa menyukai wayang beber. Namun, karena melukis di atas kertas merupakan hal haram dalam Islam, Kanjeng Sunan Kalijaga mengganti bahan dasar wayang dari kertas Ponorogan menjadi kulit sapi atau kerbau.

Beliau jugalah yang menambahkan karakter punakawan yang meliputi Semar, Bagong, Petruk, dan Gareng. Penambahan tokoh ini bukan tanpa tujuan, Kanjeng Sunan menggunakannya sebagai sarana syiar Islam.

Dalam beberapa jurnal, diketahui bahwa seni pewayangan berkembang sejak zaman pemerintahan Raja Airlangga di Kerajaan Kahuripan sekitar tahun 976-1012. Pujangga pada zaman itu telah menulis sumber cerita wayang dalam kitab Ramayana kakawin berbahasa Jawa Kuno pada zaman Raja Dyah Balitung. Kitab ini adalah adaptasi dari Ramayana karya Walmiki, pujangga India. Pertunjukan ini telah tercatat dalam prasasti zaman itu, mengindikasikan keberadaannya sejak masa Airlangga.

Kata ‘wayang’ berasal dari “Ma Hyang” yang berarti menuju ke roh spiritual. Wayang juga berarti “bayangan” dalam bahasa Jawa. Saat pertunjukan, ada kalanya penonton akan menonton dari belakang kelir, sehingga hanya melihat bayangannya. Sementara, dalang ada di belakang kelir, dengan sorotan lampu yang menciptakan bayangan pada layar. Pertunjukan ini juga melibatkan musik gamelan dan tembang oleh pesinden.

Wayang umumnya mengambil cerita dari Mahabharata dan Ramayana, tetapi dalang juga bisa memainkan lakon lainnya, disesuaikan dengan hajat. UNESCO mengakui wayang kulit sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity pada 7 November 2003.

Baca juga: Wayang Orang: Sejarah, Tradisi, dan Pertunjukan

Jenis Wayang Kulit

Di Balik Layar Pembuatan Wayang Kulit, Seni dan Kerajinan yang Memukau

Di Jawa, terdapat empat jenis wayang kulit yang dikenal berdasarkan karakteristik tokoh dan cerita yang disajikan.

1. Wayang Purwa

Wayang purwa adalah wayang yang menampilkan epik Ramayana dan Mahabharata. Pertunjukan ini merupakan jenis yang paling klasik.

2. Wayang Madya

Wayang madya merupakan kreasi Mangkunegara IV. Wayang madya bertindak sebagai penghubung antara wayang purwa dan wayang gedog, mengadaptasi cerita seperti Anglingdharma yang juga merupakan kisah populer.

3. Wayang Gedog

Wayang gedog berkembang sejak era Majapahit. Ceritanya mengambil dari serat Panji yang mengisahkan kisah-kisah pahlawan dan romansa.

4. Wayang Klithik

Jenis wayang ini diciptakan oleh Pangeran Pekik, Adipati Surabaya. Wayang ini mengisahkan cerita dari Panji dan Damarwulan. Ceritanya unik, sehingga mampu menambahkan dimensi baru pada tradisi perwayangan dengan menggunakan tokoh-tokoh dari legenda lokal.

Aturan Pembuatan yang Harus Dipahami

Membuat wayang kulit tidak boleh sembarangan. Terdapat aturan baku yang dikenal sebagai pakem pewayangan. Standar ini telah ditetapkan oleh Keraton, pusat kebudayaan Jawa, dan harus diikuti. Aturan ini meliputi segala aspek, mulai dari pemilihan bahan hingga penyelesaian akhir wayang. Setiap langkah, dari penggambaran pola hingga pewarnaan detail, pun diatur secara presisi.

Setiap karakter, termasuk ksatria, putri, dewa, raksasa, kera, serta berbagai hewan dan objek seperti gunungan dan senjata, harus dibuat dengan detail. Ada ciri fisik dan karakteristik masing-masing yang harus digambarkan secara rinci. Detail ini mencakup bentuk mata, hidung, mulut, mahkota, gaya rambut, perhiasan, serta posisi tubuh dan senjata yang digunakan. Semua ciri tersebut penting untuk menonjolkan perwatakan tokoh tersebut.

Konsep “wanda,” yang merujuk pada ekspresi, memainkan peran penting dalam menggambarkan emosi karakter dalam wayang kulit. Tokoh-tokoh dalam pertunjukan ini mengekspresikan berbagai emosi, dari kemarahan hingga kegembiraan dan ketenangan. Kehadiran emosi yang beragam ini menambah kedalaman pada pertunjukan, memperkaya cerita, dan meningkatkan interaksi antar tokoh, membuat setiap pementasan menjadi lebih hidup dan berwarna.

Di sisi lain, beberapa karakter wayang sengaja tidak diberi warna dan dibiarkan dengan warna asli kulit kerbau. Wayang tipe ini biasanya dipertahankan sebagai pusaka atau dibuat khusus untuk tokoh tertentu dalam cerita.

Proses Pembuatan Wayang Kulit

Wayang kulit secara tradisional dibuat menggunakan kulit kerbau. Alasan penggunaan kulit kerbau adalah karena kekuatan dan ketahanannya yang tinggi, dibandingkan kulit sapi. Kulit kerbau akan menghasilkan wayang yang tidak mudah melengkung atau rusak. Kulit kerbau yang digunakan kebanyakan didatangkan dari Nusa Tenggara Barat. Berikut adalah tahapan pembuatan wayang kulit yang menarik untuk disimak.

1. Penyiapan Kulit

Pada tahap pertama, kulit kerbau akan direndam semalaman. Keesokan harinya, kulit ini dikikis hingga halus untuk membersihkan bulu dan kotoran yang menempel, kemudian dijemur sampai kering. Kulit yang sudah kering ini siap untuk dilukis dengan pola yang akan dijadikan panduan untuk tahap selanjutnya yaitu menatah.

2. Menatah

Menatah adalah proses mengukir kulit sesuai pola yang telah digambar sebelumnya. Kualitas sebuah wayang kulit sangat ditentukan pada tahap ini; ukiran yang halus dan motif yang serasi antara satu dengan yang lain menandakan kualitas wayang yang baik.

Setelah ditatah, kulit tersebut diamplas agar permukaannya menjadi rata dan halus. Setelah halus, wayang siap diwarna.

3. Mewarnai

Proses pewarnaan, atau dalam istilah Jawa disebut ‘sungging’, dilakukan setelah proses penghalusan dengan amplas. Sungging dimulai dengan aplikasi warna dasar, kemudian pengaplikasian gradasi warna untuk menciptakan kedalaman. Pengecatan ini bisa diulang beberapa kali untuk mendapatkan warna yang tahan lama dan menarik.

4. Pemasangan Gagang

Langkah terakhir adalah pemasangan cempurit atau gagang yang terbuat dari tanduk kerbau, yang dibentuk sedemikian rupa sehingga memudahkan dalang dalam memainkan wayang tersebut.

Dalam keseluruhan prosesnya, pembuatan wayang kulit menggabungkan berbagai bentuk seni seperti gambar, pahat, dan lukis. Tokoh-tokoh tertentu seperti Pandawa, para dewa, dan raja memiliki detail yang lebih kompleks dan kaya aksesori. Tingkat kesulitannya lebih tinggi dibandingkan tokoh Punakawan yang lebih sederhana. Karena itu, harganya juga lebih mahal.

Proses pembuatan wayang bisa menghabiskan waktu hingga empat bulan, tergantung pada ukuran dan kerumitan tokoh. Misalnya, gunungan dengan detail gambar yang rumit memerlukan waktu pembuatan yang lebih lama. Harga wayang akan menyesuaikan kerumitan dan durasi pembuatan. Ada yang dibanderol Rp250.000, tetapi juga ada yang sampai jutaan.

Baca juga: Menyelami Warisan Budaya Indonesia di Museum Wayang

Perjalanan untuk menciptakan wayang kulit tidak hanya melibatkan keterampilan mengukir atau melukis, tetapi juga pemahaman tentang tradisi dan simbolisme yang terkait.

Dedikasi para pengrajin dalam mempertahankan kesenian ini menjamin bahwa warisan budaya ini terus hidup, agar bisa disaksikan oleh penonton dari berbagai generasi. Dengan melihat lebih dekat pada setiap langkah pembuatannya, diharapkan apresiasi terhadap seni wayang kulit akan terus tumbuh dan melestarikan budaya yang tak ternilai ini bagi masa yang akan datang.

Exit mobile version