Wayang Orang: Sejarah, Tradisi, dan Pertunjukan

JNEWS – Wayang orang adalah warisan seni budaya bangsa yang makin sulit ditemui. Berpuluh-puluh tahun lalu, grup wayang orang atau wayang wong masih berkeliling dari kota ke kota untuk mementaskan pertunjukan di tenda-tenda yang disebut tobong. Sekarang, pementasannya masih bisa dtemui di gedung-gedung kesenian dengan frekuensi terbatas.

Sejarah Wayang Orang

Wayang Orang: Sejarah, Tradisi, dan Pertunjukan

Seni wayang orang tersebar di Jawa Tengah dan Yogyakarta, bahkan hingga Jawa Timur. Beberapa grup juga sempat eksis di Jakarta. Kesenian yang memadukan tari, musik, nyanyi (tembang), dan dialog ini memiliki beberapa ciri khas yang berbeda sesuai dengan daerah asal yang mereka jadikan patokan.

Sejarah perkembangan seni budaya di Jawa Tengah dan Yogyakarta kerap diwarnai dengan hubungan antara Keraton Yogyakarta dan Surakarta. Ini menyebabkan banyak warisan seni budaya yang lahir dan tumbuh di waktu yang hampir bersamaan dengan sejumlah kemiripan. Selain batik Yogyakarta dan batik Solo, sejarah wayang juga melibatkan dua wilayah yang baru saja pecah dari Kerajaan Mataram tersebut.

Di Surakarta, wayang wong diperkenalkan pada masa KGPAA Mangkunegara I (1757 – 1795), yaitu ketika kesenian Jawa berkembang pesat setelah digunakan sebagai sarana dakwah Walisongo. Jenis kesenian ini mencapai puncak kejayaan pada masa KGPAA (Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya) Mangkunegara V. Awalnya hanya dipentaskan jika ada acara khusus di Istana Mangkunegaran, lambat laun wayang ini juga dipentaskan di tengah masyarakat umum.

Sedangkan di Yogyarkarta, jenis  kesenian ini diperkenalkan pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755 – 1792). Dikutip dari laman Kraton Yogyakarta, wayang wong bukan sekadar pertunjukan kesenian tetapi juga merupakan bagian dari ritual kenegaraan. Pementasannya tak lama setelah berdirinya kesultanan merupakan upaya untuk menunjukkan keabsahan sebagai penerus raja-raja Jawa, sarana pendidikan jiwa dan sarana pendidikan tata karma. Zaman keemasan karya seni ini di Yogyakarta terjadi pada masa Sultan Hamengku Buwono VIII yang banyak bersumber pada wiracarita Mahabharata.

Ketika Istana Mangkunegaran menggelar pertunjukan dengan lakon Wijanarka, Kesultanan Yogyakarta juga menggelar pertunjukan dengan lakon Gandawarya. Selanjutnya, wayang juga digunakan untuk memperbaiki hubungan kedua wilayah. Sultan Hamengku Buwono I tercatat pernah mengirim utusan berupa rombongan terbaiknya untuk pentas semalam di Keraton Surakarta, di hadapan Sri Susuhunan Paku Buwono III.

Baca juga: Kesenian Suku Jawa: Wayang Kulit, Gamelan, dan Tari Tradisional

Tradisi Wayang Orang

Wayang orang adalah pertunjukan kesenian tingkat tinggi, yang menggabungkan keterampilan seni tari, seni gamelan, seni karawitan, seni drama, dan seni pertunjukan. Perkembangannya sejalan dengan perkembangan wayang kulit, hanya saja dibawakan oleh orang. Umumnya, kisah yang dibawakan berasal dari Babad Purwo, Mahabharata atau Ramayana, yang ditambah dengan hiburan Punakawan.

Wayang orang di Yogyakarta tidak lagi eksklusif sejak putra Sri Sultan Hamengku Buwono VII (1877 – 1921), yaitu GPH Tejokusumo dan BPH Suryodiningrat mendirikan Kridha Beksa Wirama, yaitu perkumpulan tari sebagai pengisi yang dapat diikuti oleh masyarakat umum. Pasa masa ini juga mulai ditampilkan penari perempuan. Sebelumnya semua penari adalah laki-laki.

Pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VIII (1921 -19139) ada berbagai penyempurnaan tampilan untuk pertunjukan. Misalnya busana penari yang dulunya diambil dari baju prajurit keraton diganti dengan yang mirip karakter wayang kulit. Gerakan-gerakan hewan, seperti monyet, juga disempurnakan. Pada masa ini juga sudah ada listrik sehingga pertunjukan bisa dilakukan hingga malam.

Dahulu pertunjukan kesenian ini bisa berlangsung hingga 7 atau 8 jam. Namun setelah Perang Dunia II, panggungnya lebih sering menampilkan fragmen-fragmen pendek. Umumnya satu rombongan berjumlah 35 orang, yang terdiri dari 20 pemain, 12 penabuh gamelan merangkap wirasuara, 2 waranggana dan seorang dalang. Mereka pun terbiasa mempersiapkan riasan sendiri. Gamelan yang digunakan adalah laras pelog dan slendro. Pertunjukan di masa modern ditambah berbagai efek lampu atau laser agar pertunjukan masih seru, terutama untuk adegan perang.

Pertunjukan Wayang Orang

Pertunjukan wayang orang sekarang ini memang sudah jarang, meski sendratari masih banyak. Hal ini karena bahasa Jawa yang digunakan bukan bahasa sehari-hari dan makin sedikit orang yang memahaminya. Namun di beberapa tempat, pertunjukan ini masih lestari. Berikut di antaranya.

1. Wayang Orang Sriwedari Solo

Kelompok ini menempati Taman Sriwedari atau Bon Rojo (Kebon Rojo) yang dibangun pada masa Pakubuwono X. Tempat yang awalnya untuk bersantai raja, mulai digunakan untuk pertunjukan pada tahun 1928 dan diperluas pada tahun 1951 agar mampu menampung 1000 penonton.

Lakon yang dibawakan bisa dipantau di @wayang_orang_sriwedari. Harga tiket cukup murah, yaitu Rp20.000 (wisatawan domestik) dan Rp50.000 (wisatawan mancanegara). Loket dibuka pukul 19.00. Pertunjukan diadakan tiap hari Senin – Sabtu, jam 19.30.

2. Wayang Orang Bharata Jakarta

Kelompok ini menempati Gedung Bharata di Kawasan Senen, Jakarta Pusat. Pemain Bharata mendapatkan keterampilan secara turun-temurun, bahkan dahulu tinggal di satu kompleks khusus seniman pemberian pemerintah di kawasan Sunter.

Kelompok Bharata rajin berkolaborasi dengan berbagai kalangan, baik pemerintah, swasta, yayasan hingga musisi muda. Namun pertunjukan di sini tidak dilakukan setiap hari. Jadwal, lakon dan harga tiket dapat dipantau di akun Instagram @wobharata.

3. Wayang Orang Ngesti Pandowo Semarang

Ngesti Pandowo berjaya di zaman Presiden Soekarno. Grup ini tidak mempunyai gedung sendiri dan sering mengisi acara-acara budaya di sekitar Semarang. Namun kelompok ini mengadakan pertunjukan rutin setiap Sabtu di Gedung Ki Nartosabdo pukul 20.00. Jika Ngesti Pandowo mendapat undangan pentas di lain tempat, maka pertunjukan rutin di gedung ini ditiadakan. Harga tiket untuk VIP Rp40.000 dan regular Rp30.000. Lakon yang dibawakan dapat dipantau di akun Instagram @WO_NGESTIPANDOWO.

Baca juga: Menyelami Warisan Budaya Indonesia di Museum Wayang

Menonton wayang orang merupakan pengalaman unik yang membawa penonton masuk ke dunia dongeng ala Jawa. Menonton secara langsung tentu berbeda jauh dibandingkan menonton melalui media digital. Meski lakon-lakon yang dibawakan ada di dalam kitab-kitab, tetapi dramatisasi yang diperkuat dengan gerak tari, irama dan tembang mampu membuat penonton terpesona dan terperangkap di suatu ruang waktu.

Exit mobile version