JNEWS – Memasuki bulan Rajab ribuan wisatawan berziarah ke komplek makam Sunan Gunung Djati. Mereka memanjatkan doa, melantunkan shalawat dan berdzikir memuji keagungan Yang Maha Kuasa.
Nuansa religi kental terasa begitu memasuki komplek makam Syarif Hidayatullah atau yang dikenal dengan Sunan Gunung Djati, di Jalan Alun-Alun Ciledug No 53, Astana, Kecamatan Gunung Djati, Kota Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (13/1/2023).
Saat itu ada ribuan wisatawan yang datang dari berbagai daerah dan kota. Maklum hari Sabtu itu, selain akhir pekan, juga merupakan hari pertama di bulan Rajab (1 Rajab 1445 H), bulan yang diistimewakan oleh umat Islam dan dianggap baik untuk berziarah.
Sunan Gunung Djati sendiri merupakan salah satu dari Wali Songo yang menyebarkan Islam di Jawa Barat dan Banten. Kini, makamnya menjadi tujuan peziarahan yang banyak dikunjungi wisatawan, terutama di bulan-bulan tertentu, seperti Rajab ataupun menjelang bulan Ramadhan.
Selain wisatawan lokal, banyak juga yang datang dari luar negeri seperti dari Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam. Mereka berharap akan keberkahan melalui wasiat Sang Wali. Hal lainnya, pengunjung juga akan dibuat takjub dengan bangunan makam beserta komplek pemakamannya yang berarsitektur kombinasi gaya Jawa, Arab dan China.
Baca juga:Â 10 Destinasi Wisata Indonesia yang Diakui sebagai Warisan Dunia UNESCO
Gaya arsitektur Jawa terdapat pada atap bangunan yang berbentuk limasan, sedangkan gaya arsitektur China tampak pada desain interior dinding makam yang penuh dengan hiasan keramik dan porselen. Selain menempel pada dinding makam, benda-benda antik tersebut juga terpajang di sepanjang jalan makam. Semua benda itu sudah berusia ratusan tahun, namun kondisinya masih terawat degan baik.
Keunikan lainnya, terlihat dari 9 pintu makam yang tersusun bertingkat. Masing-masing pintu tersebut mempunyai nama yang berbeda-beda. Semua pengunjung hanya boleh memasuki sampai pintu kelima saja. Sebab pintu keenam sampai kesembilan hanya diperuntukkan bagi keturunan Sunan Gunung Jati sendiri.
Komplek makam dilengkapi dengan dua buah ruangan yang disebut dengan Balaimangu Majapahit dan Balaimangu Padjadjaran. Balaimangu Majapahit merupakan bangunan yang dibuat oleh Kerajaan Majapahit untuk dihadiahkan kepada Sunan Gunung Jati. Di makam ini juga terdapat pasir Malela dari Mekah yang dibawa langsung oleh Pangeran Cakrabuana, putera Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjadjaran.
Selain terkenal dengan arsitektur bangunannya yang unik, obyek wisata religi  makam Sunan Gunung Djati juga terkenal dengan berbagai macam tradisi ritualnya, yaitu ritual Grebeg Syawal, Grebeg Rayagung dan pencucian benda-benda pusaka.
Grebeg Syawal ialah tradisi tahunan yang diselenggarakan setiap hari ke-7 di bulan Syawal untuk mengenang tradisi Sultan Cirebon dan keluarga yang berkunjung ke makam Sunan Gunung Djati. Sedangkan Grebeg Rayagung ialah kunjungan masyakat setempat ke makam yang diadakan setiap Hari Raya Idul Adha.
Baca juga:Â Lawang Sewu, Destinasi Wisata Legendaris Kota Semarang
Sedangkan ritual pencucian benda-benda pusaka yang merupakan benda peninggalan Sunan Gunung Djati dilaksanakan setelah shalat shubuh setiap tanggal 17 Ramadhan sekaligus bertujuan memperingati Nuzulul Qur‘an yang jatuh pada tanggal 17 Ramadhan. *