Sarung sudah layaknya menjadi perangkat turun temurun di Indonesia, bahkan sarung masuk bagian dalam tradisi nusantara lantaran hampir di semua provinsi memiliki atribut sarung dengan beragam macam motif khasnya.
Tak heran bila akhirnya banyak UMKM yang mencoba untuk kembali membesarkan ketenaran sarung yang sudah ada sejak Zaman Majapahit di era modern saat ini. Contohnya seperti yang dilakukan Khairul Fajri Yahya selaku pemilik “Ija Kroeng”.
Mulai merintis sarung sebagai apparel pribadi dalam berbusana bersarung dari 2010 silam, Khairul akhirnya mulai benar-benar menekuni binisnya untuk mempopulerkan kembali sarung dengan brand Ija Kroeng.
BACA JUGA : Kisah UMK Sarung Tangan, Sukses Bantu Perekonomian
“Awal itu kita buat dari 2010 untuk kebutuhan bersarung saja sendiri. Sampai akhirnya, selang 5 tahun kemudian kita melihat ada ceruk pasar yang kecil sekali, dan kita beranikan untuk merilis sarung ini dengan brand,” ucap Khairul dalam JNE Ngajak Online Golaborasi Bisnis Online Kota Banda Aceh beberapa waktu lalu.
Menurut Khairul, Ija Kroeng merupakan bahasa keseharian dari masyarakat di Aceh yang memiliki arti kain sarung. Nama atau sebutan itu sudah cukup kuat sehingga dipilih menjadi nama brand-nya.
Walau secara binis peluangnya cukup kecil, namun dengan semangat untuk mempopulerkan kembali budaya sarung di kalangan anak muda, Khairul pun akhirnya secara bertahap melakukan inovasi-inovasinya.
“Kami melihat ada kebutuhan anak mudah untuk tampil gaya dengan sarung, meskipun kecil tapi itu yang kami coba kejar dulu,” kata Khairul.
“Jadi kami mengembangkan konsep Ija Kroeng ini dengan ramah lingkungan, dan orientasinya bukan hanya sekadar bisnis saja, tapi juga dampak sosial ekonomi ke masyarakat Acehnya,” ucap dia.
Menurut dia, walau secara pasar sangat kecil, tapi usaha kain sarung sendiri ternyata memiliki persaingan yang sangat ketat sekali. Apalagi sebagai pendiri, ternyata Khairul tak memiliki latar belakang fashion dan lain sebagainya.
BACA JUGA : JNE Silangit “Ngajak Online 2021” Goll.. Aborasi Bisnis Online
Namun berangkat dari semangat tersebut, justru menjadi motivasinya untuk lebih giat mengulik soal industri fashion. Mulai dari mencari informasi sendiri sampai berkecimpung langsung dengan para senior yang sudah memiliki nama besar.
Berangkat dari itu, dia mendapatkan celah bila ternyata pada industri fashion, lebih banyak yang mengulik pakai dari bagian tengah ke atas, sementara sisanya cukup jarang oleh desainer.
“Saya bidik market muslim pria, dan yang saya bikin itu sektor yang sulit untuk di-explore, yakni pinggang ke bawah di mana banyak desainer justru meninggalkan itu saya coba datang untuk memberikan pilihan,” ucap dia.
“Saya coba berikan ada satu fashion yang sebenarnya sudah ada sejak lelulur kita namun sampai saat ini masih bisa head to head dengan pakaian modern. Tapi kita mengemas itu dengan unsur milenial, kontemporer, dan simplenya,” kata Khairul.
Soal kompetitor, kain sarung diakui memang memiliki rival yang berat, karena rata-rata sudah memiliki nama yang sangat dikenal sejak tahun ke tahun.
“Modal awalnya itu saya yakin saja, kalau mau di head to head itu kan berat, tapi saya optimis kalau ada ceruk yang kecil dan memiliki potensi,” kata dia.
BACA JUGA : Ragam Oleh-oleh Khas Makassar, Mulai dari Kain Tenun Sampai Kopi Toraja
Terkait soal keunikan atau deferensiasi Ija Kroeng, menurut dia dari segi bahannya. Untuk mengejar kenyamanan para penggunanya, dia memilih material yang tak biasa.
Menurut Khairul, bila kebanyakan kain sarung dibuat dengan format bahan sarung, Ija Kroen sengar memilih material katun dan lainnya yang umum untuk digunakan bahan utama.
“Kita pilih bahan yang biasa digunakan untuk bahan bikin celana atau baju, kenapa karena kita mengejar kenyamanannya. Harapannya, kita ingin sarung ini tak hanya dipakai saat ibadah saja, tapi juga bisa lebih lama dari itu,” ucapnya.