Kisah Bittersweet by Najla sebagai sebuah brand dan bisnis makanan terasa familiar dengan cerita-cerita yang sering kita dengar di keseharian. Bermula dari hobi, dimulai dengan skala kecil-kecilan dan dijalankan dari rumah, lantas kemudian berhasil sampai tumbuh besar jadi beberapa cabang.
Penikmat dessert di Jakarta tentu akrab dengan nama Bittersweet by Najla. Sebuah brand dessert box kekinian yang populer dalam dua tahun terakhir ini di Jakarta dan sekitarnya.
Di sela-sela acara JNE Ngajak Online 2022 di Museum Moja, Senayan (24/6/2022), Jakarta, JNEWS berkesempatan mewawancarai pemilik Bittersweet by Najla, Najla Farid Bisyir. Selaku entrepreneur yang memulai usahanya dengan berbasis hobi dan bersifat rumahan, Najla berbagi cerita dan pengalaman kepada JNEWS untuk entrepreneur-entrepeneur yang sedang merintis brand maupun bisnisnya – situasi yang ia hadapi dulu sekitar lima atau enam tahun lalu.
Berikut ini petikan wawancaranya.
Mbak Najla, saat merintis bisnis dengan budget terbatas, apakah lebih baik fokus ke pengembangan produk dulu atau marketing di media sosial?
Lebih baik ke pengembangan produk dulu. Karena marketing di media sosial bisa kita handle sendiri di awal-awal (merintis usaha). Menurutku menggunakan media sosial itu harus tulus, harus ada “jiwa”-nya sehingga audiens kita bisa merasakan. Karena dari situlah akan muncul kepercayaan publik dan pelanggan.
Yang penting kita fokus dulu ke produk. Produknya harus benar-benar yang dibutuhin oleh customer kita.
Dilema saat merintis usaha antara lain adalah, apakah kita harus membikin diferensiasi produk (berbeda atau unik) atau produknya generik tapi dengan harga yang lebih terjangkau?
Kalau aku nggak perang harga jualannya. Aku lebih fokus ke produk kita, meningkatkan kualitas produk kita dan ada faktor unique selling yang harus kita jual dalam produk kita. Jadi memang harus beda. Boleh sama bentuknya, tapi harus ada pembeda, misalnya, dari segi rasa, experience pembeli saat membeli produk tersebut, experience makannya ..
Dengan budget terbatas, untuk usaha rumahan, bagaimana mengatur proporsi alokasi budget untuk pengembangan produk dan ke marketing?
Kalau di awal-awal mungkin belum cukup untuk hire orang. Cara yang paling tepat menurut aku adalah dengan dengan menjadi diri sendiri dalam mengenalkan produk kita. Jadi harus ada engage antara kita dengan followers kita. Misalnya harus ada behind story-nya, cerita prosesnya, showing bahwa produk kita memang premium. Jadi harus ada pembangunan story. Itu yang biasanya disukai oleh followers kita sehingga akhirnya menjadi customer kita.
Mending mengembangkan konten sendiri atau langsung ke selebgram untuk mendapatkan attention lebih cepat bagi produk kita?
Kalau modal masih terbatas, sebenarnya selebgram itu ada banyak pilihannya, mulai dari yang makro, mikro, sampai yang nano. Dan ternyata selebgram yang mikro itu lebih works kalau kita memulai usaha karena kita belum punya brand awareness; selain lebih terjangkau dan fleksibel. Jadi kalau baru memulai usaha lebih baik endorse ke selebgram yang mikro-mikro dulu. The power of mouth, dari mulut-ke-mulut. Yang penting kita yakin dulu bahwa produk kita bagus dulu.
Resep Bittersweet bisa segede ini apa, Mbak Nayla?
Aku emang membangun bisnis yang dari dulu memang ada “jiwa’-nya sih. Jadi (tim) aku ngerasa jadi bagian dari berkembangnya Bittersweet. Selain marketingnya, produk kita memang menggunakan bahan-bahan premium, dengan harga yang menurutku memang worthed – meskipun ada yang bilang mahal.
Apa yang Anda maksud dengan “jiwa” atau soul produk?
Gini deh. Air mineral contohnya. Kita selalu menyebutnya “Aqua” padahal kadang mereknya bukan Aqua. Sampai di titik itu produk kita harus dikuatkan. Sekarang pun orang bilang mau dessert box, tapi mau bittersweet dong, sekalipun mungkin dia membeli produk merek lain. Jadi produk kita sudah top of mind.
Baca juga: Blind Kopi Gayo: Dari Tuna Netra, Oleh Tuna Netra, dan Untuk Tuna Netra