Aturan Perdagangan Antar Pulau Perlu Direvisi – Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Provinsi Lampung berpendapat bahwa Peraturan Menteri Perdagangan No. 29/2017 tentang Aturan Perdagangan Antar Pulau perlu direvisi. Menurut Ketua Umum ALFI Lampung Zamzani Yasin, revisi ini diperlukan agar angkutan multimoda dapat diterapkan dan perdagangan antar pulau (domestik) mudah diintergrasikan dengan perdagangan internasional (ekspor dan impor).
Bukan tanpa sebab jika Zamzani ingin aturan perdagangan antar pulau direvisi. Sebab, menurutnya sejak Maret 2019 lalu Pelabuhan Panjang, Kota Bandar Lampung, telah disinggahi kapal berbobot 4.000 TEUs dengan rute Panjang-Tanjung Priok-Intra Asia. Belum lagi kapal curah sebesar 50.000 ton dan juga kapal yang membawa sapi sebanyak 13.000 ekor.
“Ini membuktikan bahwa pelabuhan di Provinsi Lampung ini berpotensi menjadi pusat alih muatan (transshipment) dari pelabuhan di sekitarnya,” ujar Zamzani dalam keterangan pers.
Baca Juga: Logistik Jadi Penyumbang Utama Kontraksi Pertumbuhan Ekonomi Minus
Ia pun menilai jika sistem dokumentasi barangnya masih belum teritegrasi sebagaimana best practice di negara-negara Asean terutama barang-barang komoditas antar pulau yang akan diekspor. Akibatnya, perusahaan logistik membuat kembali dokumennya, sehingga memerlukan waktu dan biaya.
“Untuk itu, Permendag No. 29/2017 tidak perlu mengatur manifest domestik. Kalau manifest kan hanya daftar muatan. Idealnya yang diatur adalah dokumen angkutan perdagangan antar pulaunya, agar sistem angkutan multimoda di daerah-daerah dapat diterapkan,” kata Zamzani.
Baca Juga: Jalan Tol Pekanbaru-Dumai Siap Diresmikan
Pentingnya Dokumen Angkutan Barang (DAB)
Sementara itu, dalam kesempatan yang terpisah Wakil Ketua Umum Bidang Maritim dan Kepelabuhanan DPP ALFI, Harry Sutanto, menambahkan bahwa DAB penting diterapkan. Sebab, dengan adanya DAB tadi, komoditi antar pulau memungkinkan diterapkannya sistem angkutan multimoda yang menggunakan satu kontrak dan satu dokumen pengiriman.
“Perdagangan antar pulau minimum menggunakan dua sarana angkutan barang, yaitu angkutan darat-laut atau darat-udara,” ucapnya. Menurutnya, perdagangan antar pulau akan lebih efisien dan efektif bila menggunakan DAB, karena DAB bisa menjadi instrumen pencairan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) atau dengan istilah kerennya Letter of Credit (L/C) Lokal di lembaga perbankan nasional.
Harry juga mengatakan bahwa DAB adalah bagian yang tak terpisahkan dengan pelaksanaan sistem angkutan multimoda sesuai kesepakatan AFAMT (ASEAN Framework Agreement on Multimoda Transport).
Sesuai dengan AFAMT, lanjut Harry, operator angkutan multimoda harus didaftar oleh badan otoritas nasional untuk diteruskan AFFA (ASEAN Federation of Forwarders Association) dan ke Sekretariat ASEAN.
“Sedikitnya 291 perusahaan JPT (Jasa Pengurusan Transportasi) di DKI Jakarta telah terdaftar di AFFA maupun Sekretariat ASEAN. Jumlah perusahaan yang didaftarkan akan terus bertambah, terutama dari luar Jakarta,” ujarnya.
Baca Juga: Asperindo dan Bareskrim Siap Bersinergi untuk Berantas Narkoba
Harry menambahkan bila sistem perdagangan dalam negeri bisa menggunakan sistem tersebut lalu lintas semua komoditas perdagangan di dalam negeri akan dapat tercatat dengan baik. “Data perdagangan antar pulau ini sudah pasti akan bermanfaat bagi pemerintah untuk membuat kebijakan yang akurat,” katanya.
Terlebih lagi dalam suasana pandemi Covid-19 seperti saat ini, kata Harry lagi, penerapan SKBDN dalam perdagangan dalam negeri akan membantu para UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah). “Pihak perbankan pun diuntungkan, karena kredit yang disalurkan sudah jelas transaksinya. Dampak selanjutnya perdagangan dalam negeri makin bergairah,” ujarnya.