Indonesia terkenal dengan kekayaan budaya yang ada dari Sabang sampai Merauke. Apalagi sekarang ini pemekaran daerah terjadi di beberapa pulau, membuat jumlah provinsi pun bertambah yakni menjadi 38. Salah satu bentuk kekayaan budaya yang terus dilestarikan adalah pakaian adat.
Pakaian adat adalah simbol dari tiap daerah. Masing-masing provinsi memiliki ciri khas khusus baik dari segi warna, bahan dan mengandung makna filosofi di baliknya.
Jika dulu pakaian adat digunakan untuk upacara adat, pernikahan, seremonial 17 Agustus, sekarang telah mengalami perubahan di mana banyak masyarakat yang menggunakannya untuk acara nonformal. Contohnya kebaya Kutu Baru khas Jawa Tengah. Model ini disukai banyak perempuan karena tampilannya simpel dan bisa dipadupadankan dengan bawahan seperti celana kain atau jeans.
Bahkan, gelombang kampanye berbusana kebaya makin masif disuarakan oleh berbagai komunitas. Tujuannya tak lain adalah untuk melestarikan pakaian adat tersebut dan mengenalkan pada generasi muda bahwa mau tampil modis kekinian bisa dengan menggunakan kebaya.
Apa saja nama-nama pakaian adat dari 38 provinsi di Indonesia? Yuk, simak ulasan di bawah ini.
Nama Pakaian Adat 38 Provinsi
1. Ulee Balang – Nanggroe Aceh Darussalam
Pakaian adat Ulee Balang sudah ada sejak zaman Kerajaan Samudera Pasai. Pakaian ini dulu hanya dikenakan oleh keluarga kerajaan. Untuk motif dan warna di Ulee Balang memiliki makna dan filosofis. Seperti motif tumbuh-tumbuhan melambangkan pertumbuhan, kebersamaan dan kesuburan. Orang yang mengenakannya diharapkan mendapat rezeki dalam hidupnya.
2. Ulos – Sumatra Utara
Ulos merupakan kain tenun yang berasal dari kerajinan suku Batak. Menurut catatan sejarah, ulos menjadi salah satu peradaban tertua di Asia sejak 4000 tahun lalu dari kebudayaan Batak. Dalam perkembangannya, kain ini kerap digunakan di berbagai acara adat, pernikahan dan dipercaya memiliki daya magis tinggi.
3. Limpapeh Rumah nan Gadang dan Baju Penghulu – Sumatra Barat
Pakaian adat dari Sumatera Barat disebut Limpapeh Rumah nan Gadang atau Bundo Kanduang untuk perempuan, sedangkan laki-laki disebut baju penghulu.
Limpapeh Rumah nan Gadang adalah lambang kebesaran dari wanita. Makna dari pakaian adat perempuan ini adalah pentingnya peran wanita dalam kehidupan rumah tangga. Sedangkan baju penghulu, di zaman dulu tidak bisa dikenakan oleh sembarang orang, hanya boleh kepala suku. Sekarang baju ini sering digunakan untuk upacara pernikahan.
4. Teluk Belanga dan Kurung Labuh – Riau
Pakaian untuk laki-laki ini berwarna polos dipadukan dengan kain songket dari pinggang dan sebatas lutut. Adapun maknanya adalah menjaga syahwat, kehormatan dan juga aurat.
Sedangkan kurung labuh, panjangnya sampai bawah lutut. Biasanya digunakan untuk acara resmi seperti upacara adat dan pernikahan. Makna dari pakaian ini mengurung orang yang menggunakannya agar terhindar dari aib, fitnah dan malapetaka.
5. Teluk Belanga dan Kurung Labuh – Kepulauan Riau
Pakaian adat Teluk Belanga dan Kurung Labuh ini dipakai di beberapa provinsi di Sumatera karena kental dengan adat Melayu. Selain provinsi Riau, di provinsi Kepulauan Riau juga mengenakan pakaian yang sama.
6. Rejang Lebong – Bengkulu
Rejang Lebong memiliki campuran dari budaya Melayu dari Deli Serdang, Riau, Jambi, Palembang dan juga Lampung. Sehingga pakaian dari Bengkulu ini memiliki ciri khas tersendiri dan biasanya digunakan sebagai busana pengantin. Untuk maknanya sendiri kurang lebih sama dengan pakaian adat dari Riau dan Kepulauan Riau.
7. Baju Kurung Tanggung – Jambi
Pakaian adat Baju Kurung Tanggung dinamakan seperti itu karena memiliki lengan yang tanggung. Untuk panjangnya lebih dari siku tapi tidak mencapai pergelangan tangan. Ada makna filosofis di baliknya yaitu pria Melayu Jambi mesti cekatan dan tangkas ketika bekerja. Untuk perempuan mengenakan pakaian kurung songket dengan selendang.
8. Tulang Bawang – Lampung
Nama Tulang Bawang diambil dari salah satu kerajaan terkenal di Lampung. Pakaian dengan ciri khas berwarna putih ini memiliki makna tempat duduk penobatan penguasa.
9. Aesan Gede dan Aesan Pasangko – Sumatra Selatan
Pakaian adat Aesan Gede ciri khasnya adalah kombinasi dari warna emas dan merah jambu yang melambangkan kebesaran dari para bangsawan di Sumatera Selatan. Sedangkan Aesan Paksangko melambangkan keagungan dari masyarakat Sumatera Selatan.
10. Paksian – Bangka Belitung
Di Bangka Belitung, pakaian adat untuk perempuan seperti di provinsi Sumatera lainnya yakni baju kurung berwarna merah dan terbuat dari sutra. Di kepala mereka mengenakan aksesoris yang dikenal dengan nama paksian. Sedangkan laki-laki mengenakan sorban atau sungkon. Makna dari pakaian ini adalah kerukunan dan harapan.
11. Baju Pangsi – Banten
Baju Pangsi atau Baju Pengantin adalah pakaian adat dari provinsi Banten. Untuk perempuan mengenakan kebaya sebagai atasan, batik bawahan dan selendang. Sedangkan pria mengenakan baju koko kerah, kain samping dan penutup kepala. Ragam warna di baju pangsi mulai dari putih, hitam, biru tua melambangkan kehidupan. Hitam, sebelum ada cahaya dan putih, sesudah ada cahaya.
12. Sadariah dan Kebaya Encim – DKI Jakarta
Provinsi DKI Jakarta sangat kental dengan budaya suku Betawi. Baju adat dari DKI Jakarta dipengaruhi oleh berbagai macam budaya seperti Melayu, Arab dan Barat. Sadariah digunakan oleh pria, bentuknya mirip baju koko, sedangkan perempuan sering menggunakan kebaya encim.
13. Badahan – Jawa Barat
Bedahan biasanya digunakan oleh berbagai kalangan mulai dari bangsawan hingga masyarakat biasa. Biasanya, masing-masing kalangan memiliki bahan dan corak yang berbeda.
14. Kebaya Jawa – Jawa Tengah
Kebaya dari Jawa Tengah memiliki keunikan tersendiri. Tampilannya sangat klasik tapi elegan dan menyimpan sedikit kesan misterius. Umumnya, kebaya Jawa digunakan oleh pengantin wanita di upacara pernikahan. Biasanya kebaya ini dibuat dari bahan beludru atau sutra dan umumnya berwarna hitam. Bawahannya menggunakan batik jarik. Filosofis di balik kebaya Jawa adalah kesabaran dan lemah lembut.
15. Kesatrian Ageng – DI Yogyakarta
Kesatrian Ageng terdiri dari surjan di bagian atas, celana panjang hitam, batik yang dililitkan di pinggang dengan panjang di atas lutut dan hiasan kepala. Surjan ini terbuat dari kain laken yang berwarna hitam polos dan dihiasi bordir emas motif daun keluwih dan sulur. Makna daun keluwih melambangkan perlindungan dan keselamatan keraton. Sedangkan sulur melambangkan kehidupan yang terus tumbuh. Sehingga, pakaian adat ini sering digunakan oleh pejabat keraton, pengantin dan prajurit yang bertugas di keraton.
Baca juga: 9 Ragam Baju Adat Jawa yang Harus Diketahui
16. Pesa’an – Jawa Timur
Baju adat dari Jawa Timur terlihat lebih sederhana dibandingkan provinsi lainnya. Untuk laki-laki mengenakan kaos garis putih dilengkapi dengan celana longgar. Untuk perempuan mengenakan kebaya. Adapun makna dari warna hitam Pesa’an melambangkan kegagahan dan pantang menyerah.
17. King Baba – Kalimantan Barat
Dari Kalimantan Barat, baju adat untuk laki-laki suku Dayak disebut King Baba. Arti kata king dalam bahasa Dayak adalah pakaian, baba artinya laki-laki. Biasanya, pakaian ini terbuat dari kulit kayu tumbuhan endemik Kalimantan di mana mengandung serat tinggi.
18. Babaju Kun Galung Pacinan – Kalimantan Selatan
Babaju Kun Galung Pacinan pertama kali dikenalkan pada abad ke-19. Baju adat ini mengusung budaya timur tengah dan Cina. Model pakaian ini kurang lebih hampir serupa dengan busana pengantin suku Betawi.
19. Kustim – Kalimantan Timur
Pakaian adat dari Kalimantan Timur adalah busana kustim. Ini merupakan jenis baju takwo untuk pasangan pengantin. Kustim memiliki arti kebesaran. Di zaman dulu dikenakan oleh pengantin dari kalangan menengah ke atas.
20. Sangkarut – Kalimantan Tengah
Baju Sangkarut biasa juga dikenal dengan nama Baju Basulau. Ini merupakan busana rompi di mana dilapisi oleh sulau (kerang). Makna dari pakaian adat ini bisa menangkal dan membatasi setiap gangguan dari roh halus yang akan datang ke pemakainya.
21. Ta’a dan Sapei Sapaq – Kalimantan Utara
Pakaian adat Kalimantan Utara, Ta’a melambangkan wanita dari suku Dayang yang berkarakter, berwibawa serta percaya diri. Untuk kaum laki-laki mengenakan Sapei Sapaq yang dipadukan dengan celana pendek serta dilengkapi mandau dan talawang.
22. Biliu dan Palawula – Gorontalo
Di Gorontalo, pakaian adat untuk perempuan disebut Biliu sedangkan laki-laki adalah Palawula. Umumnya pakaian ini digunakan dalam upacara adat pernikahan. Di bagian kepala pengantin menggunakan ikat kepala yang memiliki makna ikatan pernikahan antara pria dan wanita. Di hiasan kepala memiliki 7 buah gafah yang artinya melambangkan nilai kekerabatan dengan 7 kerajaan di Gorontalo.
23. Pattuqduq Towaine – Sulawesi Barat
Baju Pattuqduq Towaine berasal dari suku Mandar. Busana ini berupa jas hitam lengan panjang, di bagian bawah mengenakan celana panjang dipadukan dengan kain sarung tenun khas Mandar. Makna dari pakaian pria Pattuqduq Towaine adalah menekankan akan pentingnya kecepatan serta kelincahan dalam bekerja.
24. Baju Nggembe – Sulawesi Tengah
Baju Nggembe diperuntukkan untuk perempuan dari suku Kaili, sedangkan untuk laki-laki adalah baju Koje. Umumnya pakaian adat ini dikenakan saat acara adat maupun acara khusus dari suku Kaili dan tidak boleh dipakai secara sembarangan.
25. Laku Tepu – Sulawesi Utara
Laku Tepu biasanya digunakan dalam upacara adat seperti Tulude. Arti dari Laku Tepu adalah pakaian yang bagian lehernya agak sempit atau tidak terbuka. Bahan pembuatan pakaian adat ini dari serat tanaman pisang, oleh masyarakat lokal disebut serat koffo. Alasan menggunakan serat ini karena dipercaya memiliki tekstur kokoh dan kuat.
26. Babu Nggawi – Sulawesi Tenggara
Babu Nggawi adalah pakaian adat untuk perempuan dari suku Tolaki. Biasanya pakaian ini dikenakan para pengantin wanita yang dihiasi dengan beragam aksesoris seperti kalung, gelang dan lain-lain. Bagian atasnya disebut Lipa Hinoru dan bagian bawah, Roo Mendaa. Lipa Hinoru sendiri merupakan blus dengan bahu terputus. Sedangkan Roo Menda adalah rok panjang hingga mata kaki.
27. Baju Bodo – Sulawesi Selatan
Baju Bodo berasal dari suku Bugis. Desainnya sederhana dan elegan. Untuk baju Bodo warna putih memiliki arti orang yang menggunakannya dari kalangan pembantu. Warna hijau, dari kalangan bangsawan. Sedangkan warna ungu melambangkan perempuan yang mengenakannya adalah seorang janda.
28. Payas Agung – Bali
Dulu Payas Agung digunakan untuk kalangan kerajaan, tapi sekarang ini digunakan dalam upacara pernikahan oleh masyarakat Bali. Dari kepala sampai kaki, pakaian ini memiliki filosofi tersendiri. Umumnya pakaian adat ini berwarna kuning keemasan untuk menggambarkan kecantikan, kemewahan dan elegan. Di kepala ada mahkota yang disebut paling suci dan sebagai pemegang dari kecantikan perempuan.
Baca juga: 4 Jenis Baju Adat Bali, Keunikan, dan Aksesorinya
29. Suku Sabu – Nusa Tenggara Timur
Suku Sabu adalah masyarakat yang tinggal di Pulau Sawu. Pakaian adat dari suku Sabu terdiri dari kain tenun ikat berupa sarung yang disebut higi hawu dan kain berbentuk selimut disebut higi huri. Untuk pria mengenakan kemeja putih lengan panjang dan kain tenun bawahannya. Untuk kaum wanita, kain tenun dililit dua kali sebagai kemben dan diikat dengan sabuk yang disebut pending lalu ditambah kalung serta gelang.
30. Lambung – Nusa Tenggara Barat
Pakaian Lambung adalah busana untuk wanita dari suku Sasak di Nusa Tenggara Barat. Ada enam bagian dari pakaian adat ini seperti pangkak, tangkong, tongkak, lempot, kereng dan pending. Setiap bagian memiliki makna sendiri. Seperti Tangkong melambangkan keagungan bagi wanita. Lempot sebagai lambang kasih sayang dan tongkak memiliki makna ketaatan pada Tuhan.
31. Baju Cele – Maluku
Umumnya baju Cele menggunakan warna cerah yang memiliki makna keberanian, kelincahan, keceriaan dari para wanita Maluku. Adapun wanita Maluku yang mengenakan pakaian adat memiliki panggilan tersendiri. Apabila seorang gadis akan disebut Nona Baju Cele Kaeng atau Nona Kain Salele. Sedangkan wanita menikah disebut Nyonya Kain Salele.
32. Manteren Lamo – Maluku Utara
Pakaian adat yang satu ini biasanya dikenakan oleh keturunan kerajaan saja. Biasanya para sultan dari kerajaan Ternate dan Tidore ketika akan menghadiri acara adat. Busana ini terdiri dari jas merah dengan bordir emas dan detail yang kompleks. Manteren Lamo memiliki nilai adat dan budaya yang tinggi sehingga sulit menemukan modifikasi dari baju adat ini. Apabila ada modifikasinya, dianggap sebagai bentuk penghinaan bagi warga Maluku.
33. Koteka – Papua
Koteka terbuat dari Riambo atau moncong dari burung taong-taong dan labu. Pemakaian baju adat ini berdasarkan aktivitas, misalnya untuk bekerja menggunakan koteka pendek. Untuk maknanya sendiri memiliki arti sebagai simbol kedewasaan dan penanda suku asal.
34. Ewer – Papua Barat
Pakaian adat Ewer termasuk unik karena menggunakan bahan alami seperti jerami. Karena menggunakan bahan alam, baju Ewer dibuat melalui proses ramah lingkungan dengan cara jerami akan dikeringkan terlebih dulu selama beberapa waktu hingga bisa digunakan.
35. Koteka – Papua Pegunungan
Di provinsi Papua Pegunungan juga menggunakan koteka sebagai pakaian adat. Penggunaan koteka ini untuk menutupi alat vital pria, dan bagian tubuh lainnya dibiarkan terbuka sehingga hampir telanjang. Penggunaan dan filosofinya pun sama dengan provinsi Papua.
36. Pummi – Papua Selatan
Kaum laki-laki dari suku Asmat mengenakan rumbai-rumbai seperti rok yang disebut Pummi. Rok ini terbuat dari anyaman daun sagu lalu diberi asemen (penahan) dan ikat pinggang dari rotan. Tutup kepala disebut dengan kasuomer yang terbuat dari anyaman daun sagu dan akar kayu.
37. Koteka – Papua Tengah
Provinsi Papua Tengah juga memiliki pakaian yang sama dengan Papua dan Papua Pegunungan yaitu koteka.
38. Yokai – Papua Barat
Yokai adalah pakaian adat dari Papua Barat yang dikenakan oleh wanita yang sudah berkeluarga. Umumnya yang mengenakan ini di daerah pedalaman Papua Barat. Yokai tidak diperjualbelikan karena merupakan simbol dari masyarakat Papua. Makna dari Yokai adalah kedekatan masyarakat dengan alam.
Demikian deretan pakaian adat dari 38 provinsi beserta ciri khas dan maknanya. Semoga ulasan di atas bisa menambah pengetahuan tentang budaya dari Indonesia.