JNEWS – Keraton Yogyakarta bukan sekadar istana tempat tinggal Sultan. Bangunan ini adalah pusat sejarah, budaya, dan tradisi yang sudah berusia ratusan tahun.
Setiap sudut istana ini menyimpan cerita dan makna yang dalam, mulai dari tata ruang, bentuk bangunan, hingga simbol-simbol yang tertanam di dalamnya. Banyak orang datang ke sini bukan hanya untuk melihat kemegahannya, tapi juga untuk merasakan suasana yang khas dan penuh nilai filosofis.
Bagian-Bagian dari Keraton Yogyakarta
Untuk memahami nilai sejarah dan filosofinya, kita bisa mulai dengan melihat pembagian area di dalam Keraton Yogyakarta. Setiap bagian punya fungsi, makna, dan cerita yang berbeda.
Berikut adalah bagian-bagian yang ada di dalam kompleks Keraton Yogyakarta, dikutip dari laman situs Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
1. Pagelaran dan Sitihinggil Lor
Begitu masuk dari Alun-Alun Utara, pengunjung akan langsung menemukan Pagelaran. Dulu, area ini jadi tempat para abdi dalem menghadap Sultan saat upacara kerajaan.
Tepat di belakangnya ada Sitihinggil Lor, area tanah yang dibuat lebih tinggi sebagai simbol kedudukan Sultan. Di sinilah beliau memimpin upacara penting.
Di kawasan Pagelaran, ada beberapa bangsal seperti Pagelaran, Pangrawit, Pengapit, Pemandengan, dan Pacikeran. Sedangkan di Sitihinggil Lor ada Bangsal Manguntur Tangkil, Witana, Kori, hingga Bale Bang dan Pacaosan. Kedua area ini dihubungkan oleh Regol Brajanala yang mengarah ke plataran berikutnya, Kamandungan Lor.
Baca juga: Mengenal Gedung Agung Yogyakarta: Istana Kepresidenan yang Sarat Sejarah
2. Kamandungan Lor
Masuk lebih dalam, pengunjung akan sampai di Kamandungan Lor. Lokasinya terkenal dengan pohon-pohon keben yang besar dan rindang, sampai-sampai area ini juga disebut Plataran Keben.
Bangunan di sini tidak banyak, hanya ada Bangsal Pancaniti, Bale Anti Wahana, dan Bangsal Pacaosan. Regol Kamandungan atau Regol Srimanganti jadi pintu menuju area selanjutnya. Meski terkesan sederhana, tempat ini dulu tetap punya peran penting dalam alur kegiatan di Keraton Yogyakarta.
3. Srimanganti
Bangsal Srimanganti di sisi barat merupakan salah satu pusat kegiatan Keraton, sekarang dipakai untuk pementasan seni budaya atau menjamu tamu Sultan. Di sisi timurnya ada Bangsal Trajumas yang menyimpan pusaka-pusaka keraton.
Selain itu, ada juga Bangsal Pacaosan, kantor keamanan, dan kantor Tepas Dwarapura serta Tepas Halpitapura. Regol Danapratapa di sini menghubungkan Srimanganti dengan pusat utama keraton, yaitu Kedhaton.
4. Kedhaton
Kedhaton adalah inti dari kompleks Keraton Yogyakarta. Hierarkinya paling tinggi dan dianggap paling sakral.
Di sini ada Bangsal Kencana untuk upacara penting dan Gedhong Prabayeksa yang menyimpan pusaka utama. Selain itu, banyak bangunan lain seperti Bangsal Manis, Gedhong Jene, Gedhong Patehan, museum-museum, hingga Masjid Panepen.
Kaputren dan Kraton Kilen juga ada di sini. Regol Kemagangan jadi penghubung dari Kedhaton menuju plataran berikutnya.
5. Kemagangan
Dulu, Bangsal Kemagangan jadi tempat para abdi dalem berlatih sebelum bertugas. Sekarang, bangunan ini kerap dipakai untuk pementasan wayang kulit atau acara lain.
Di sisi barat dan timurnya ada Panti Pareden, tempat membuat gunungan untuk upacara Garebeg. Sementara Bangsal Pacaosan dipakai untuk pos penjagaan. Regol Gadhung Mlati menghubungkan Kemagangan dengan Kamandungan Kidul.
6. Kamandungan Kidul
Kamandungan Kidul menyimpan kisah sejarah yang unik. Bangsal Kamandungan di sini merupakan salah satu bangunan tertua, dibawa langsung oleh Sultan Hamengku Buwono I dari Karangnongko, Sragen, yang merupakan tempat tinggal beliau saat berperang melawan VOC. Selain itu, ada juga Bangsal Pacaosan. Regol Kamandungan Kidul jadi akses ke Sitihinggil Kidul.
7. Sitihinggil Kidul
Dulu, area Sitihinggil Kidul dipakai Sultan untuk melihat latihan prajurit menjelang upacara Garebeg. Pada tahun 1956, di sini dibangun Gedhong Sasana Hinggil Dwi Abad sebagai peringatan 200 tahun berdirinya Keraton Yogyakarta. Bangunannya kini jadi salah satu spot bersejarah yang kerap dikunjungi wisatawan.
8. Alun-Alun Kidul
Di sisi selatan Keraton Yogyakarta, ada Alun-Alun Kidul yang dulu digunakan untuk latihan para prajurit dan berbagai kegiatan resmi kerajaan. Area ini punya dua beringin kembar yang ikonik, yang juga dipakai untuk tradisi masangin, ritual berjalan di antara dua pohon dengan mata tertutup.
Saat malam, kawasan ini ramai dengan becak hias berlampu, pedagang kaki lima, dan wisatawan yang ingin menikmati suasana khas Yogyakarta.
9. Plengkung Gading
Tak jauh dari Alun-Alun Kidul berdiri Plengkung Gading, salah satu pintu gerbang bersejarah keraton. Dulu, gerbang ini menjadi jalur menuju makam raja-raja Mataram di Imogiri. Bentuknya megah, menjadi salah satu ikon kawasan selatan Yogyakarta.
Namun, kini aksesnya ditutup karena kondisi strukturnya mulai mengkhawatirkan. Meski begitu, Plengkung Gading tetap menjadi spot foto favorit dan pengingat pentingnya merawat peninggalan sejarah.
Filosofi yang Ada di Balik Keraton Yogyakarta
Kalau dilihat sepintas, Keraton Yogyakarta memang memukau karena bangunan dan tata ruangnya. Tapi kalau mau sedikit lebih jeli, ada banyak pesan dan simbol tersembunyi di balik setiap sudutnya. Penjelasan berikut ini diambil dari laman situs Dinas Kebudayaan Provinsi DI Yogyakarta.
1. Pohon-Pohon Keraton dan Maknanya
Di lingkungan Keraton Yogyakarta, banyak pohon ditanam bukan sekadar hiasan. Setiap jenis punya filosofi dan kegunaan.
- Gayam: Ditata rapi di jalur menuju Siti Hinggil. Melambangkan watak pendeta yang suci, bijak, dan membimbing. Kulitnya juga bisa jadi obat sakit perut dan diare.
- Soka: Bermanfaat untuk melancarkan haid, dibuat dari campuran kulit, daun muda, bunga, adas, dan garam.
- Belimbing Wuluh: Daunnya dipakai sebagai pilis untuk kesehatan mata pasca melahirkan. Bunganya yang samar melambangkan posisi Sultan yang hanya terlihat dari dalam Siti Hinggil.
- Kelapa Gadhing: Air buah mudanya untuk obat pusar bayi dan bekas cacar. Janurnya simbol pikiran jernih, sering dipakai di upacara pernikahan.
- Kemuning: Simbol kesucian dan kebaikan. Daunnya dipakai untuk lulur pengantin agar bercahaya.
- Kuweni: Diibaratkan wanita pingitan, letaknya di belakang Siti Hinggil. Buahnya enak dimakan sendiri, simbol bahwa istri baik untuk pribadi.
- Kecendhul/Kepel Watu: Simbol kekuatan dan keteguhan memegang prinsip.
- Jambu Darsana: Melambangkan kekuatan dan teladan, dengan jumlah pohon disusun melambangkan ajaran hidup Jawa.
- Pakel: Buah matang enak dimakan, melambangkan kebijaksanaan yang matang. Getahnya yang harus dibersihkan berarti pikiran harus bersih dulu.
- Tanjung: Ditanam di sudut bangsal, simbol tugas yang dijalankan dengan teliti hingga menghasilkan kebaikan.
2. Bentuk Bangunan Penuh Simbol
Beberapa bangunan keraton punya bentuk dengan makna khusus. Berikut beberapa di antaranya:
- Kutuk Ngambang: Mengajarkan bahwa pengabdian harus penuh keyakinan, tidak ragu-ragu.
- Lowahan Lambang Gantung: Mengingatkan manusia bahwa hidup tergantung pada kehendak Tuhan, tapi tetap harus berusaha.
- Klabang Nyander: Simbol bahwa pelanggar aturan akan dikejar dan dihukum.
- Trajumas: Bentuk timbangan emas, lambang hati Sultan harus bersih saat mengambil keputusan penting.
3. Kuthagara, Pusat Pemerintahan
Kuthagara adalah inti kerajaan Mataram dan pusat Keraton Yogyakarta. Di sinilah raja, keluarga, dan pejabat tinggi tinggal. Wilayah ini jadi pusat pemerintahan dan aktivitas kerajaan, kira-kira setara wilayah Kota Yogyakarta sekarang.
4. Negara Agung: Lingkar Inti Kerajaan
Negara Agung mengelilingi Kuthagara. Di sini banyak tanah lungguh milik bangsawan dan pejabat. Wilayahnya dulu dibagi jadi delapan bagian seperti Bumi, Bumija, Siti-Ageng Kiwa, Siti-Ageng Tengen, Sewu, Numbak-Anyar, Panumping, dan Panekar. Pajak diserahkan dua kali setahun lewat sistem patuh dan bekel. Kini wilayahnya mencakup seluruh DIY.
5. Mancanegara: Wilayah Luar Darat
Mancanegara berada di luar Negara Agung tapi bukan pesisir. Area ini terbagi menjadi Mancanegara Kulon, seperti Banyumas hingga Banjar, dan Mancanegara Wetan, seperti Ponorogo dan Madiun.
Zaman dulu, wilayah ini tetap wajib memberi upeti ke keraton, tapi bangsawan tidak boleh punya tanah di sini. Setelah perjanjian dengan Belanda, wilayah ini akhirnya lepas dari Yogyakarta.
6. Pesisiran
Wilayah pesisir dibagi dua, yakni Pesisir Kulon, terdiri atas Demak ke barat, termasuk Pekalongan, Tegal, Kendal, serta Pesisir Wetan, termasuk Jepara ke timur, hingga Madura dan Banyuwangi. Pesisiran punya peran penting sebagai jalur perdagangan dan hubungan luar.
7. Agung Binathara
Dalam pandangan Jawa, kekuasaan raja bagaikan dewa, bukan Tuhan, tapi wakil-Nya di dunia. Raja adalah Kalifatullah yang menjaga keteraturan kosmis. Konsep ini membuat rakyat setia, karena mengaitkan taat pada raja dengan taat pada Tuhan.
Baca juga: 10 Kuliner Malam di Yogyakarta dengan Menu Spesial yang Menggugah Selera
Keraton Yogyakarta bukan hanya saksi sejarah, tapi juga warisan hidup yang terus dijaga. Di dalamnya, kemegahan dan filosofi berpadu menjadi satu, membentuk identitas yang unik.
Mengunjunginya bukan sekadar melihat bangunan indah, tapi juga belajar memahami nilai dan makna yang diwariskan turun-temurun.