Pemerintah berupaya untuk memulihkan perekonomian nasional yang disebabkan oleh pandemi COVID-19. Kabar baiknya, mengacu data ekspor-impor pada September 2020 terindikasi awal pemulihan ekonomi Indonesia yang berdampak pada pemulihan sektor logistik itu sendiri.
Informasi ini disampaikan oleh Chariman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi. Menurut Setijadi, dengan adanya indikasi positif pemulihan ekonomi nasional tadi, maka pelaku sektor logistik harus segera menyikapi hal tersebut.
“Indikasi positif pemulihan perekonomian tersebut harus segera disikapi oleh sektor logistik Indonesia, terutama di sektor kepelabuhanan karena sekitar 90 persen perdagangan dunia melalui transportasi laut,” ujarnya dalam keterangan resmi.
Baca Juga: SCI Ingin Implementasi Zero ODOL Segera Diterapkan
Lebih lanjut Setijadi mengatakan jika penyedia dan pelaku logistik serta pihak-pihak terkait harus mempersiapkan diri meningkatkan efisiensi dan efektivitasnya dengan memanfaatkan teknologi informasi yang terus berkembang seperti big data analytics, cloud logistics, internet of things, serta robotics, and automation.
Mengacu data BPS, nilai ekspor September mencapai US$14,01 miliar naik 6,97 persen (bulan ke bulan) dibanding Agustus 2020. Nilai ekspor tertinggi dari industri pengolahan sebesar USD 11,56 miliar. Pada periode itu, ekspor non-migas berkontribusi sebesar 94,98 persen.
Di satu sisi, pada periode itu impor juga naik 7,71 persen mencapai USD 11,57 miliar (bulan ke bulan). Impor bahan baku/penolong sebesar USD 8,32 miliar atau naik 7,23 persen (bulan ke bulan). Impor bahan baku/penolong berkontribusi sebesar 71,87 persen, barang modal sebesar 18,45 persen, sedangkan konsumsi sebesar 9,68 persen.
“Di tahap awal perlu dilakukan perbaikan proses bisnis, serta peningkatan teknologi/fasilitas dan kompetensi SDM. Implementasi supply chain management (SCM) tidak bisa ditawar untuk peningkatan efisiensi dan efektivitas dengan integrasi proses bisnis oleh semua entitas dalam supply chain,” paparnya.
SCI sendiri memberikan apresiasi rencana pemerintah untuk memperbaiki kinerja logistik nasional, iklim investasi, dan daya saing perekonomian dengan penerbitan Inpres No. 5/2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional (NLE).
“Untuk mewujudkan sistem logistik yang lebih efisien dengan transformasi digital, perlu kolaborasi dan sinergi melalui implementasi SCM antar pihak, yaitu pemerintah, penyedia jasa logistik, pemilik barang, operator dan penyedia jasa kepelabuhanan, perusahaan pengangkutan, dan pihak-pihak terkait lainnya,” katanya.
Baca Juga: Dermaga IV Merak-Bakauheni Beroperasi, Jalur Logistik Jawa-Sumatera Makin Lancar
Sistem Logistik Belum Efisien
Berkaitan dengan logistik, sejumlah kalangan menilai Sistem Logistik Nasional belum efisien. Menurut akademisi dari Universitas Nasional Rusman Ghazali biaya logistik masih tinggi, sehingga berpengaruh terhadap keseluruhan biaya produksi.
Sebagai contoh, biaya logistik transportasi masih berada di angka 28,7 persen. Sistem logistik di sektor perikanan sendiri dinilai memiliki rantai distribusi hasil perikanan yang panjang. “Bahkan biaya logistik antar pulau relatif lebih tinggi dibanding antar negara,” ujar Rusman.
Maka dari itu, untuk membuat Sistem Logistrik Nasional lebih efisien lagi, Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Hari Firdaus menyarankan agar pemerintah bisa menambah pusat-pusat ekonomi baru.
Hal tersebut dilakukan guna menambah frekuensi kunjungan kapal-kapal kargo ke pusat-pusat produksi. “Tol laut belum berfungsi maksimal karena tidak ada hilirisasi dari pusat produksi. Hilirisasi tidak ada kareba tidak ada pusat-pusat ekonomi baru,” ujar Ahmad.