Mengemudikan truk tronton JTR (JNE Trucking) dengan bobot puluhan ton dan jarak yang ditempuh ratusan hingga ribuan kilometer, bukan sesuatu yang mudah. Namun hal itu sudah dilakoni Arif Syarifudin hampir 10 tahun. Selama di perjalanan banyak kenangan pahit dan manis, yang pernah dialaminya.
Langit pagi yang cerah memayungi kawasan Bandara Mas, Tangerang, Banten, Senin (9/8/2021), saat JNEWS tiba di gudang JTR untuk bertemu dengan Arif Syarifudin, seorang driver JTR yang sudah menjalani profesinya sejak 10 tahun silam.
Seperti biasanya, saat itu kantor JTR padat dengan aktivitas. Ada puluhan truk, baik Fuso maupun tronton yang tengah proses memuat paket kiriman untuk segera diberangkatkan menuju rute-rute di Pulau Jawa, Bali, dan Pulau Sumatera. Untuk Pulau Sumatera rutenya saat ini hanya sampai ke Medan, Sumetera Utara.
“Itu trontonnya, kalau sudah penuh sebentar lagi akan saya bawa ke Medan. Tapi mungkin sebelumnya saya akan singgah di JNE Palembang terlebih dahulu, tergantung ada paketnya atau tidak yang harus diturunkan di JNE Palembang,” ujar Arif seraya menunjuk sebuah truk tronton besar yang diparkir tidak jauh dari gudang JTR.
Ksatria JNE asal Karawang, Jawa Barat ini, mengaku sudah terbiasa mengemudikan truk, baik itu yang berukuran kecil maupun besar jauh sebelum bergabung di JNE. “Sebelum resmi jadi driver JTR saya menjalani tes menjadi driver dengan rute Bandara Mas ke Semarang atau dengan istilah driver Semarangan dulu, itu sekitar tahun 2008,” ungkapnya.
Baca juga : JNE Distribusikan Donasi Grab dan OVO Secara Gratis
“Resminya pada 2009-2014, baru saya jadi driver Semarangan dengan kendaraan colt diesel jenis engkel maupun double. Alhamdulillah selama itu tidak pernah mengalami kecelakaan, paling kendalanya macet, terutama apabila menjelang Lebaran, terlebih saat itu belum ada tol Cipali,” kenang ayah dengan 4 anak ini.
Mengingat driver JTR harus bekerja dengan waktu yang sudah ditentukan, apabila mendapati kendala di tengah jalan terutama macet, maka solusinya segera mencari jalan alternatif. “Makanya saya tahu semua jalan alternatif hingga ‘jalan tikus’ di kota-kota yang ada di Pulau Jawa”, ungkapnya.
Arif melanjutkan, “Pernah 2014 mau Lebaran, truk yang saya bawa ban belakanganya terperosok ke sawah di jalan alternatif daerah Subang. Untung warga kampung menolong dengan mendorongnya, sehingga paket yang saya bawa tiba tepat waktu di Semarang”.
Menurutnya rute kota-kota di Pulau Jawa sampai Bali, terbilang aman sehingga ia bersama driver tendemnya belum pernah mengalami kejadian buruk, seperti dijarah ‘bajing loncat’ ataupun paket yang dibawanya hilang dicuri orang lain.
Baca juga : Cerita Melkianus Gerardus Bere, Rider JNE di Tapal Batas Timor Leste
Hal tersebut berbeda, saat dirinya menjadi driver JTR truk tronton dengan rute Pulau Sumatera yang memakan waktu tempuh sekitar 8 hari pulang pergi (PP), termasuk singgah untuk menurunkan paket di beberapa kota yang ada kantor cabang JNE sebelum tujuan akhirnya yakni JNE Medan.
“Sejak 2015, saya bawa truk tronton ke Pulau Sumatera sampai ke Medan. Saat itu belum ada tol, saya suka dengar cerita dari para driver truk kalau banyak daerah rawan antara Lampung dan Palembang,” beber Arif yang hobi memancing ini.
“Memang benar adanya. Pernah satu malam menjelang dini hari, saat melintasi perkebunan kelapa sawit antara Lampung – Palembang, dikejar perampok menggunakan motor sejenis Trail sambil mengacungkan samurai panjang dan minta saya untuk berhenti”, kenangnya.
“Namun saat itu saya tidak mau berhenti dan menambah kecepatan laju truk, sehingga pada akhirnya perampok-perampok tersebut menyerah karena tidak bisa mengejar. Yang saya dengar dari sopir-sopir truk yang sudah sering lintas Sumatera memang bila dikejar rampok kita jangan berhenti, terus melaju kencang saja,” tandasnya.
Baca juga : JNE dan Mice Cartoon Tebar Giveaway Menarik, Buruan Ikutan