9 Ragam Baju Adat Jawa yang Harus Diketahui

Baju adat Jawa menjadi pembicaraan nasional ketika Kaesang Pangarep menikah dengan Erina Gudono. Tema pernikahan tersebut mengangkat adat Jawa Solo dan Jogja dengan beberapa kali berganti busana. Banyak yang penasaran karena beberapa baju, misalnya baju beludru, jarang terlihat di acara adat Jawa.

Umumnya, baju adat Jawa mengacu pada baju daerah di Jawa Tengah, sebagian Jawa Timur dan Yogyakarta. Baju adat di Jawa Barat lebih dikenal sebagai adat Sunda. Baju adat Jawa dipengaruhi 2 gaya berbusana utama, yaitu Solo dan Jogja. Sebagian daerah di Jawa Timur yang mengikuti adat Jawa, cenderung menganut gaya Solo. Selain itu, masih ada kelompok-kelompok lainnya, misalnya gaya Banyumasan.

9 Ragam Baju Adat Jawa

Zaman dahulu, ragam baju adat Jawa sangat banyak, yang dikenakan untuk acara yang berbeda-beda. Sekarang, baju adat disederhanakan dengan cara multi fungsi untuk beberapa acara sekaligus. Berikut adalah ragam baju adat Jawa gaya Solo dan Jogja, yang sebagian dikutip dari laman Provinsi DIY.

1. Baju Gagrak Yogyakarta

Baju adat Jawa gagrak ini unik karena memiliki aturan resmi tentang penggunaannya, yaitu Keputusan Walikota Yogyakarta No 173 Tahun 2014. Baju gagrak wajib dikenakan oleh seluruh pelajar, tenaga pendidik dan pegawai pemerintah di Kota Yogyakarta tiap hari Kamis Pahing. Pahing adalah hari dalam hitungan Jawa dengan siklus 35 hari.

Untuk pria, baju yang dikenakan berupa surjan atau takwa berbahan lurik, kain jarik atau batik berlatar hitam atau putih yang diwiru, blangkon batik, ikat pinggang setagen, gesper kamus timang, keris dan selop.

Untuk wanita mengenakan kebaya tangkepan tanpa kuthubaru dengan motif polos, kain jarik atau batik berlatar hitam dan putih diwiru, rambut disanggul kecuali yang mengenakan hijab dan selop.

Namun demi alasan efektivitas belajar dan pelayanan publik, beberapa aksesoris disesuaikan dengan kebutuhan. Selop misalnya, diganti dengan sepatu kets atau lainnya. Untuk alasan keamanan, keris juga dilarang di beberapa tempat. Begitu pula dengan sanggul yang dianggap tidak aman untuk naik motor.

Baca juga: 9 Model Baju Batik Wanita untuk Segala Suasana

2. Peranakan atau Atela Kraton Yogyakarta

Berdasarkan laman Kraton Yogyakarta, baju adat Jawa peranakan merupakan baju dinas harian abdi dalem kraton. Posisi abdi dalem bukan seperti asisten rumah tangga. Abdi dalem merupakan aparat sipil kraton yang direkrut berdasarkan ketrampilan atau keahlian masing-masing. Contohnya petugas kearsipan yang berpendidikan tinggi di Perpustakaan Widya Budaya Keraton Yogyakarta juga disebut abdi dalem.

Semua baju peranakan sama, tidak ada tingkatan bahkan tidak diperkenankan menggunakan perhiasan. Peranakan dari kata diper-anak-kan, yaitu semua dianggap saudara dari satu ibu. Untuk pria, cara mengenakan baju atasannya seperti mengenakan kaos, tapi bahan baju tersebut kain atau lurik.

3. Kasatrian Yogyakarta

Dahulu baju adat Jawa busana kasatrian digunakan oleh putra-putri sultan untuk beraman-tamah dengan tamu dalam perjamuan. Kemudian baju tersebut dikenakan untuk acara midodareni dan panggih dalam pernikahan. Bahkan sekarang busana ini juga dikenakan untuk resepsi.

Secara garis besar, pengantin pria mengenakan surjan, jarik, blangkon dan selop. Sedangkan pengantin wanita mengenakan kebaya, jarik, selop, sanggul dan untaian melati. Kebaya yang dikenakan model tangkepan tanpa kuthubaru.

Motif kain batik yang dikenakan adalah sidoasih, sidoluhur, sidomukti, parangkusumo, semen rama, truntum atau udan riris. Surjan dan kebaya mengenakan kain sutra dengan motif daun, bunga atau polos. Pada perkembangannya, motif kain mengikuti tren, misalnya tren brokat atau lace.

4. Kasatrian Ageng Yogyakarta

Baju adat Jawa jenis busana kasatrian ageng dahulu digunakan untuk perjamuan khusus, misalnya malam selikuran. Sekarang busana ini juga dikenakan dalam acara pernikahan.

Secara garis besar, pengantin pria mengenakan surjan, jarik, blangkon dan selop. Sedangkan pengantin wanita mengenakan kebaya tengkepan tanpa kuthubaru, jarik, sanggul besar, sunggar dan hiasan kepala cunduk mentul. Untuk motif kain sama dengan busana Kasatrian Ageng.

5. Kanigaran Solo

Baju adat Jawa ini hampir sama dengan Solo basahan tapi ditutup dengan baju atasan beludru berwarna hitam dengan sulaman emas. Pengantin pria mengenakan songkok atau kuluk yang memanjang ke atas, sedangkan pengantin putri mengenakan sanggul kecil dan hiasan beberapa cunduk mentul.

6. Yogya Putri

Busana Yogya Putri disebut juga busana Agustusan karena dahulu dikenakan para putri kraton untuk menghadap Gubernur tiap bulan Agustus. Sekarang busana ini juga menjadi busana pengantin.

Busana Jogja Putri mirip dengan busana Kanigaran. Namun, cunduk mentul busana Yogya Putri hanya satu di bagitan tengah sanggul. Sedangkan pada pengantin pria menggunakan kuluk dan sumping.

7. Paes Ageng Jangan Menir Yogyakarta

Di masa kerajaan, baju adat Jawa busana paes ageng menir digunakan untuk boyongan dari istana pengantin wanita ke istana pengantin pria.

Busana yang dikenakan tertutup dengan atasan beludru warna gelap, kecuali merah tua, bawahan jarik dan selop. Perhiasan lengkap, termasuk kalung, gelang dan hiasan lengan. Pengantin pria mengenakan sumping dan songkok atau kuluk. Sedangkan pengantin wanita mengenakan beberapa cunduk mentul dan sanggul bokor.

8. Paes Ageng Yogyakarta

Paes Ageng merupakan busana pengantin dalam acara panggih, yaitu inti dari upacara pengantin adat Jawa gaya Jogja. Busana bagian atas pengantin terbuka mengenakan dodot atau kemben dari kain cinde.

Pengantin pria mengenakan kain kampuh sidomukti sepanjang 4 meter, celana cinde, kuluk, perhiasan lengkap (kelat dan sumping). Sedangkan pengantin putri berbusana dodotan lengkap termasuk cunduk mentul.

9. Solo Basahan

Solo basahan ini seperti yang dikenakan oleh Kaesang dalam acara kirab dan resepsi di Solo. Dahulu baju adat Jawa ini hanya boleh dikenakan di lingkungan Kerajaan Mataram untuk anak sultan. Sekarang masyarakat bisa mengenakannya di resepsi pernikahan.

Busana yang dikenakan berupa dodot atau kemben dengan pundak pengantin wanita dan dada pengantin pria yang terbuka. Selain detail baju yang berbeda, perbedaan lain yang sempat viral adalah riasan pengantin wanita.

Riasan Solo basahan lebih sederhana dengan lekukan dari warna hitam kehijauan, sedangkan paes Jogja mengenakan warna hitam dengan garis luar emas. Lekukan riasan Jogja juga lebih tajam, ditambah ujung alis yang bercabang dua seperti tanduk kijang.

Baca juga: Dari Honai hingga Kariwari: Mengenal Ragam Rumah Adat di Papua

Demikianlah ragam baju adat Jawa gaya Solo dan Jogja  yang masih banyak ditemui tapi telah mengalami beberapa penyesuaian. Selain ragam di atas, masih banyak lainnya tapi untuk acara yang lebih khusus.

Exit mobile version