JNEWS – Orang banyak mengenal Candi Borobudur, Candi Prambanan, atau Candi Muara Takus sebagai nama-nama candi populer di Indonesia. Sebenarnya masih ada banyak sekali candi lainnya yang tersebar di seluruh penjuru negeri, tetapi belum terekspos dengan optimal. Salah satunya adalah Candi Cangkuang.
Candi Cangkuang adalah sebuah situs bersejarah yang terletak di tengah Situ Cangkuang, sebuah danau di Garut, Jawa Barat. Di dalam candi ini terdapat patung Siwa dari tradisi Hindu, yang menandakan pentingnya tempat ini dalam sejarah keagamaan di wilayah tersebut.
Nama “Cangkuang” diambil dari tanaman pandan yang tumbuh melimpah di sekitar danau dan sering digunakan oleh masyarakat setempat untuk berbagai keperluan seperti pembuatan tikar dan tudung.
Sejarah Candi Cangkuang
Menurut kisah yang ada di situs Portal Informasi Indonesia, sejarah Candi Cangkuang mulai tercatat pada tahun 1893 oleh Vorderman, seorang warga Belanda yang tinggal di Garut, dalam bukunya yang diterbitkan oleh Bataviaasch Genotschap.
Penemuan kembali candi ini terjadi pada 9 Desember 1966 oleh Tim Sejarah Leles, yang dipimpin oleh Harsoyo dan Uka Tjandrasasmita. Penelitian dan pemugaran intensif pada candi kemudian dilakukan mulai tahun 1966, dan berlanjut hingga pemugaran besar pada tahun 1974.
Penelitian tersebut mengungkapkan keberadaan patung Siwa dan makam Mbah Dalem Arif Muhammad, seorang tokoh penyebar agama Islam di area tersebut. Candi yang ditemukan ini memiliki desain sederhana tanpa relief, diperkirakan berasal dari masa Hindu-Budha sekitar abad VII-VIII M. Hal ini menunjukkan pengaruh arsitektural yang serupa dengan candi-candi di dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah.
Baca juga: Panduan Wisata Gunung Padang: Eksplorasi Situs Megalitik Terbesar di Asia Tenggara
Arsitektur dan Daya Tarik Candi Cangkuang
Dalam pemugaran, diketahui hanya 40% dari struktur asli yang masih tersisa, dan sisanya dibangun ulang untuk mencocokkan bentuk aslinya berdasarkan perkiraan dan temuan pada saat itu.
Candi Cangkuang dibangun di atas sebuah platform berbentuk persegi empat, yang luasnya 4,7 x 4,7 meter dengan ketinggian mencapai 30 cm. Bagian dasar candi memiliki dimensi 4,5 x 4,5 meter dengan ketinggian 1,37 meter.
Di sisi timur, terdapat anak tangga yang memanjang 1,5 meter dan lebar 1,26 meter, memudahkan pengunjung untuk naik ke atas. Struktur utama candi berbentuk persegi empat dengan ukuran 4,22 x 4,22 meter dan tinggi 2,49 meter, memiliki pintu masuk di sisi utara.
Puncak candi dibagi menjadi dua tingkat dengan ruangan di dalamnya berukuran 2,18 x 2,24 meter dan tinggi 2,55 meter.
Di sekitar reruntuhan, ditemukan sebuah arca yang sedang bersila dengan kepala sapi di depan kaki kirinya. Arca ini dianggap sebagai representasi Siwa karena posisinya dan atribut seperti penghias perut, dada, dan telinga. Sayangnya, kondisi arca ini sudah tidak lengkap lagi, dengan bagian wajah yang datar dan tangan yang terputus sampai pergelangan.
Perkampungan Adat Kampung Pulo
Di samping situs candi, terdapat juga Kampung Pulo, sebuah pemukiman adat dan menjadi bagian dari kawasan cagar budaya. Kampung ini berperan penting dalam penyebaran Islam di wilayah tersebut, dengan Mbah Dalem Arief Muhammad sebagai pendiri dan pemimpinnya. Makam Mbah Dalem Arif Muhammad inilah yang ditemukan di dalam kompleks candi.
Kampung Pulo dikenal dengan aturan tradisional yang ketat, termasuk larangan penambahan kepala keluarga baru dalam kompleks, yang mencerminkan struktur sosial dan adat yang sangat terjaga. Masyarakat setempat masih mempertahankan beberapa tradisi Hindu, seperti pemandian benda pusaka dan perayaan maulid Nabi, sambil mengadopsi ajaran Islam yang dibawa oleh Mbah Dalem.
Tradisi, cerita, dan artefak dari masa lalu, termasuk naskah Alquran dari abad XVII dan berbagai benda antik lainnya, sekarang dipamerkan di museum kecil di dekat makam keramat di desa tersebut.
Panduan Wisata ke Candi Cangkuang
Jalur menuju objek wisata Candi Cangkuang berada dalam kondisi baik dan beraspal, dengan lebar dua meter yang memungkinkan berbagai jenis kendaraan untuk melintas. Di sepanjang jalan, pengunjung dapat menemukan berbagai fasilitas pendukung seperti akomodasi dan rumah makan.
Objek wisata ini mudah diakses dengan kendaraan umum atau bus dari Bandung ke Garut, dilanjutkan dengan angkutan umum menuju Kecamatan Leles. Dari jalan utama Bandung â Garut, jalur menuju Kampung Pulo berjarak sekitar 3 kilometer, dengan kondisi jalan yang beraspal dan dapat dilalui oleh kendaraan tradisional seperti delman.
Untuk menyeberang ke Kampung Pulo, pengunjung bisa menggunakan rakit. Berbagai fasilitas tersedia di lokasi, termasuk lahan parkir yang luas, toilet, musala, tempat berteduh, museum, loket tiket, dan kios makanan serta jajanan. Area ini juga dilengkapi dengan fasilitas yang mendukung sanitasi lingkungan.
Candi Cangkuang buka setiap hari dari pukul 07.30 hingga 17.00 WIB. Tarif penyeberangan menggunakan rakit adalah Rp5.000 per orang dengan kapasitas maksimal 20 orang, atau Rp100.000 per rakit jika disewa.
Harga tiket masuk ke objek wisata ini juga terjangkau, yaitu Rp5.000 per orang. Setelah menyeberang, pengunjung hanya perlu berjalan kaki sekitar lima menit untuk sampai di Kampung Pulo. Di sepanjang perjalanan, pasar wisata menawarkan berbagai produk dari para pedagang lokal.
Baca juga: Candi Arjuna di Kompleks Candi Dieng: Warisan Budaya Hindu di Jawa Tengah
Candi Cangkuang menawarkan pengalaman unik bagi pengunjung yang ingin menyelami sejarah dan kebudayaan Hindu di tengah kekayaan budaya Sunda. Objek wisata ini tidak hanya menghubungkan masa lalu dengan kini, tetapi juga menjadi simbol penting dari interaksi budaya di Jawa Barat.