Candi Muara Takus: Warisan Budaya dari Masa Kejayaan Sriwijaya

JNEWS – Candi Muara Takus adalah situs candi Buddha yang terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Riau. Lokasinya sekitar 135 kilometer dari Pekanbaru.

Candi ini satu-satunya peninggalan sejarah berbentuk candi di Riau dan dianggap sebagai yang tertua di Sumatra. Keberadaannya menyimpan banyak cerita tentang kejayaan masa lalu, terutama saat Sriwijaya berkuasa di Nusantara.

Sejarah Candi Muara Takus

Ada dua pendapat mengenai asal-usul nama Muara Takus. Pendapat pertama menyebutkan bahwa nama ini berasal dari sebuah anak sungai kecil bernama Takus yang bermuara ke Sungai Kampar Kanan.

Pendapat lain mengaitkan nama Muara Takus dengan bahasa Tiongkok. Kata muara merujuk pada tempat pertemuan sungai dengan laut atau sungai yang lebih besar. Sementara itu, takus dengan Ta berarti besar, Ku berarti tua, dan Se berarti candi atau kuil. Jika digabungkan, Muara Takus dapat diartikan sebagai candi tua yang besar di muara sungai.

Hingga saat ini, data arkeologis dan historis yang tersedia masih terbatas, sehingga banyak aspek terkait pendirian candi ini yang masih belum dapat dipastikan secara definitif. Ada beberapa sumber yang menyebutkan bahwa kemungkinan besar Candi Muara Takus dibangun di zaman Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-11. Arsitektur dan desainnya menunjukkan pengaruh kuat ajaran Buddha Mahayana.

Ada pula pendapat lain menyatakan, bahwa candi ini mungkin didirikan pada abad ke-7 atau ke-9. Perbedaan pendapat ini menunjukkan bahwa penentuan waktu pendirian candi masih menjadi perdebatan di kalangan ahli.

Selain itu, tidak ditemukan prasasti atau catatan tertulis yang secara langsung menjelaskan proses pendirian atau tujuan spesifik dari pembangunan candi ini. Beberapa teori menyebutkan bahwa Candi Muara Takus berfungsi sebagai pusat keagamaan Buddha. Mungkin juga, candi ini memiliki peran dalam kegiatan perdagangan pada masa itu, mengingat lokasinya yang strategis dekat Sungai Kampar.

Dikutip dari situs Kemdikbud, menurut Schnitger, candi-candi utama di kompleks ini kemungkinan mengalami renovasi besar pada abad ke-12. Pada masa kejayaannya, wilayah ini berfungsi sebagai pusat keagamaan sekaligus pusat perdagangan bagi Sriwijaya.

Setelah berabad-abad ditinggalkan, Candi Muara Takus ditemukan kembali oleh Cornet De Groot pada tahun 1860. Penelitian awal dilakukan oleh W.P. Groenveld pada tahun 1880, diikuti oleh berbagai penggalian arkeologi yang berlangsung secara berkala. Pada tahun 1983, dilakukan pemetaan sisa-sisa tanggul kuno, kompleks Candi Mahligai, serta beberapa struktur peninggalan lainnya.

Baca juga: Menelusuri Jejak Kebesaran Kerajaan Sriwijaya: Kisah, Artefak, dan Situs Bersejarah

Arsitektur dan Detail Bangunan Candi Muara Takus

Candi Muara Takus: Warisan Budaya Sriwijaya

Kompleks Candi Muara Takus dikelilingi oleh dua lapis tembok. Tembok pertama, yang terbuat dari batu putih dengan tinggi sekitar 80 cm, memiliki ukuran 74 x 74 meter dan mengelilingi area inti candi. Di luar tembok ini, terdapat tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks hingga ke tepi Sungai Kampar Kanan.

Di dalam kompleks, terdapat beberapa bangunan utama yang masing-masing memiliki ciri khas tersendiri. Berikut detailnya.

1. Candi Tua (Candi Sulung)

Merupakan bangunan terbesar dengan ukuran fondasi 31,65 x 20,20 meter. Candi ini memiliki 36 sisi yang mengelilingi bagian dasarnya dan terbuat dari susunan bata serta batu pasir. Tangga masuk terdapat di sisi barat dan timur, yang dihiasi dengan arca singa. Bagian atas bangunan berbentuk bundaran, dan tidak terdapat ruang kosong di dalamnya.

2. Candi Mahligai (Stupa Mahligai)

Bangunan ini memiliki fondasi berbentuk persegi panjang berukuran 9,44 x 10,6 meter dengan 28 sisi. Di bagian tengahnya terdapat menara silindris dengan 36 sisi berbentuk kelopak bunga pada bagian dasarnya.

Dahulu, pada keempat sudut fondasi terdapat arca singa dalam posisi duduk yang terbuat dari batu andesit. Candi ini dianggap paling utuh di antara bangunan lainnya.

3. Candi Bungsu

Terletak di sebelah barat Candi Mahligai, candi ini memiliki ukuran 13,20 x 16,20 meter. Uniknya, bangunan ini terdiri dari dua jenis bahan: bagian utara terbuat dari batu pasir, sedangkan bagian selatan terbuat dari bata.

Di sebelah timur terdapat stupa-stupa kecil serta sebuah tangga yang terbuat dari batu putih. Penelitian menemukan lubang di pinggiran padmasana stupa yang berisi tanah dan abu, serta potongan emas dengan goresan gambar tricula dan huruf Nagari.

4. Candi Palangka

Merupakan bangunan terkecil dengan ukuran 5,10 x 5,7 meter dan tinggi sekitar dua meter. Candi ini terbuat dari batu bata dan memiliki pintu masuk yang menghadap ke utara. Diduga, candi ini digunakan sebagai altar pada masa lampau.

Selain bangunan-bangunan tersebut, di dalam kompleks candi ini ditemukan pula gundukan yang diperkirakan sebagai tempat pembakaran tulang manusia. Di luar situs ini, terdapat pula bangunan-bangunan (bekas) yang terbuat dari batu bata, yang belum dapat dipastikan jenis bangunannya.

Candi Muara Takus dibuat dari batu pasir, batu sungai, dan batu bata. Hal ini cukup berbeda dari candi-candi di Jawa yang umumnya terbuat dari batu andesit. Bahan pembuat Candi Muara Takus, khususnya tanah liat, diambil dari sebuah desa bernama Pongkai. Letaknya sekitar 6 km di sebelah hilir situs candi. Nama Pongkai diduga juga berasal dari bahasa Tiongkok. Pong berarti lubang dan kai berarti tanah, merujuk pada lubang tanah akibat penggalian untuk pembuatan candi.

Panduan Berkunjung ke Candi Muara Takus

Candi Muara Takus berada di Kabupaten Kampar, Riau. Untuk masuk ke dalam kompleks candi, ada biaya tiket masuk sebesar Rp15.000. Candi ini bisa dikunjungi mulai pukul 08.00 pagi, dan ditutup pukul 18.00 sore.

Tersedia beberapa fasilitas yang dapat menunjang kenyamanan pengunjung. Area parkir yang luas tersedia bagi kendaraan roda dua maupun roda empat, sehingga tidak perlu khawatir mencari tempat parkir. Di sekitar candi, juga terdapat warung makanan dan minuman yang menyediakan berbagai pilihan, mulai dari camilan hingga hidangan berat.

Bagi yang ingin mendapatkan informasi lebih mendalam dan akurat tentang sejarah dan makna candi, tersedia pemandu wisata lokal yang bisa disewa secara opsional. Selain itu, fasilitas umum seperti toilet dan tempat istirahat juga tersedia.

Agar perjalanan ke Candi Muara Takus lebih nyaman, sebaiknya gunakan pakaian yang ringan dan menyerap keringat karena cuaca di sekitar candi bisa panas dan berdebu. Jangan lupa membawa air minum agar tetap terhidrasi, terutama jika berkunjung di siang hari.

Waktu terbaik untuk datang adalah pagi atau sore hari, saat matahari tidak terlalu terik. Pastikan kendaraan dalam kondisi baik, karena beberapa bagian jalan menuju candi masih berbatu.

Selama berada di kawasan candi, jaga kebersihan dan hormati situs bersejarah ini dengan tidak merusak atau meninggalkan sampah. Dengan persiapan yang baik, perjalanan ke Candi Muara Takus bisa menjadi pengalaman yang menyenangkan dan penuh wawasan sejarah.

Baca juga: Candi Arjuna di Kompleks Candi Dieng: Warisan Budaya Hindu di Jawa Tengah

Candi Muara Takus bukan hanya peninggalan sejarah, tetapi juga simbol kejayaan Sriwijaya yang masih bisa disaksikan hingga kini. Bentuknya yang unik dan lokasinya yang strategis menunjukkan betapa pentingnya situs ini di masa lalu.

Mengunjungi candi ini bukan sekadar melihat bangunan kuno, tetapi juga merasakan jejak peradaban besar yang pernah menguasai Nusantara. Warisan berharga ini layak dijaga agar tetap bisa dinikmati oleh generasi mendatang.

Exit mobile version