Dari Lebatnya Sawit, “Kek Iyan” Menembus Dunia Digital*

Oleh Muhammad Fauzi, Karyawan JNE Batubara

Suyanto, akrab dipanggil "Kek Iyan", kerap ke konter JNE di Batubara dari untuk mengirimkan paket dari rumahnya yang ada di tengah-tengah hutan sawit

JNEWS – Di antara lebatnya kebun sawit, jauh dari hiruk pikuk kota, berdirilah sebuah rumah batu separuh dan separuhnya lagi tepas bambu yang sangat sederhana. Di sanalah tinggal Suyanto, seorang pria berusia 65 tahun yang lebih dikenal dengan panggilan akrabnya: “Kek Iyan”. Yang unik dari Kek Iyan ini bukan hanya karena ia dan keluarganya tinggal di tengah hutan sawit, tapi karena satu hal yang menjadi ciri khasnya: ia tak pernah memakai alas kaki, ke mana pun pergi. Bahkan saat ia mengantar paket-paketnya ke kantor JNE.

Setiap hari, tanpa pernah absen, Kek Iyan datang ke kantor JNE. Dengan langkah tanpa sandal dan wajah penuh semangat, ia membawa paket-paket yang sudah ia kemas rapi dari rumah. Ia bukan pemilik toko besar. Ia bukan pedagang grosir. Ia hanya menjual apa yang ada di sekitar rumahnya: batang pohon, daun kering, biji-bijian, koin tua, batu unik, bahkan akar-akar pohon yang ia anggap menarik. Semua ia tampilkan di etalase toko online-nya.

“Apa saja yang bisa dijual, saya jual,” katanya pada saat saya main ke rumahnya sambil tertawa kecil. “Orang kota suka yang aneh-aneh, saya posting aja, dan benar ada yang beli kok.”

Yang lebih luar biasa, Kek Iyan tidak pernah meminta layanan pick-up. Saat saya tanya kenapa, jawabannya sederhana, “Jauh rumah saya di dalam kebun, kasihan kurirnya.”

Dan ketika saya akhirnya berkesempatan mengunjungi rumah Kek Iyan, barulah saya benar-benar paham. Dari kantor JNE ke rumahnya harus menyusuri sungai kecil, menyeberang jembatan bambu, melewati jalan licin, becek berlumpur, tanjakan terjal, dan rimbun semak belukar yang mana saya sampai terus terusan kesasar. Tidak ada rumah lain di sana, hanya satu rumah tua—milik Kek Iyan.

Namun, di tengah-tengah kebun sawit yang bukan miliknya itu, Kek Iyan membuktikan satu hal: bahwa semangat untuk belajar dan mengikuti perkembangan zaman tak mengenal usia dan lokasi. Dengan ponsel lamanya, ia menerima pesanan dari toko online-nya, mencatat alamat pelanggan, mengemas barang, dan setiap sore mengendarai sepeda motornya dan tidak lupa mengajak istri tercintanya ke kantor JNE untuk mengirimkan paket.

Baca juga: Angkat Kegigihan Penyandang Disabilitas, Irawan Sapto Juara Umum Lomba Menulis Jurnalis JNE 2025

“Kalau saya bisa kirim dari sini, berarti anak-anak muda di kota harusnya bisa lebih hebat, istilah JNE itu apa bang? Lebih sat-set ya,” ucapnya dengan nada serius.

Penulis berfoto bersama “Kek Iyan”

Saya, sebagai karyawan JNE, tidak pernah menyangka akan menemukan inspirasi dan pelajaran yang luar biasa dari seseorang yang datang tiap hari tanpa alas kaki. Bukan hanya tentang kegigihan mengantar paket, tapi tentang keberanian untuk melawan batas. Tentang semangat untuk tidak mau tertinggal, meski tinggal di tengah hutan yang aksesnya sangat sulit.

Kek Iyan telah menunjukkan bahwa dunia digital bukan hanya milik anak muda, bukan hanya milik mereka yang di kota. Tapi milik siapa saja yang mau belajar, berusaha, dan tidak menyerah pada keadaan.

Seorang Kek Iyan mengajarkan kita para generasi muda yang sering mengeluh dengan keadaan, selalu pasrah tanpa mau berusaha, seorang kakek tua yang tinggal di tengah hutan sawit saja bisa memanfaatkan kecanggihan teknologi semaksimal mungkin, masih mau belajar serta gigih dalam berusaha, seharusnya kita anak muda harus lebih sat-set dari pada Kek Iyan, sat-set belajar, sat-set berusaha dan tidak mudah menyerah agar kita bisa melesat sat-set.

*Naskah terpilih sebagai Pemenang 2 Lomba Menulis JNE Content Competition 2025 Kategori Karyawan

Exit mobile version