Fenomena Solar Langka di Trans Jawa, Pengusaha Truk Menjerit

BIOSOLAR

 

Peningkatan aktivitas masyarakat pascakeberhasilan pemerintah menangani Covid-19, membuat peningkatan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) ikut meningkat drastis. Mirisnya lagi, untuk jenis BBM tertentu seperti solar sampai menjadi langkah.

Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, SH C&T, Irto Ginting menjelaskan bahwa keberhasilan pemerintah dalam program Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berdampak pada peningkatan kebutuhan/demand BBM, termasuk BBM retail dan industri.

Bila dibandingkan periode awal PPKM, saat ini demand BBM retail meningkat 8% sedangkan industri pertambangan meningkat 35%, industri perkebunan 26%, sektor migas 21% dan industri lainnya mencapai 17%.

BACA JUGA : Minat Usaha Jual BBM, Gini Caranya Buka Pertashop

Peningkatan aktivitas masyarakat tercermin dalam peningkatan konsumsi BBM sektor retail Pertamina yang tercatat secara nasional pada kuartal 3 (Q3) tahun 2021 mencapai 34 juta kilo liter (KL), meningkat hingga 6% dibandingkan Q3 tahun 2020. Untuk BBM gasoline (bensin), ada peningkatan sekitar 4%, dan untuk gasoil (diesel), bahkan mencapai 10%.

“Bahkan untuk Solar subsidi konsumsi harian sejak September mengalami peningkatan 15% dibandingkan rerata harian di periode Januari sampai Agustus 2021. Kenaikan signifikan terjadi di beberapa wilayah seperti Sumatera Barat dan Sumatera Utara serta Riau. Pertamina berkomitmen untuk memenuhinya dan paralel kami berkoordinasi dengan BPH Migas untuk penambahan kuota Solar subsidi,” jelas Irto.

Sayangnya, realisasi koordinasi yang dilakukan tidak sama dengan realitas yang ada dilapangan. Pasalnya beberapa haru lalu viral video dan foto penampakan truk di Tol Trans Jawa yang kesulitan mendapatkan solar subsidi.

Bahkan, sekalinya ada pun membuat anteran yang sangat panjang. Apalagi ketika membeli pun dibatasi, yakni tak boleh mengisi lebih dari Rp 300 ribu.

BACA JUGA : Bisnis Pertashop Pertamina Banyak Dilirik Millenial

Kelangkaan BBM Solar atau Biosolar tersebut diklaim menjadi menimbulkan masalah, baik bagi sektor logistik dan juga transportasi umum layakanya bus AKAP yang meladeni rute sepanjanga Trans Jawa.

Melansir dari beragam sumber, Agus Pratiknyo, Wakil Ketua Bidang Angkutan Distribusi & Logistik DPD Aptrindo Jateng & DIY angkat bicara terkait masalah langkanya BBM Biosolar.

Menurut dia, selain harus mengantri berjam-jam untuk membeli Bioslar, pembatasanya pengisiannya pun berbeda-beda di tiap SPBU. Kondisi tersebut sangat meresahkan sekaligus meresahkan pengusaha dan sopir.

“Untuk truk-truk antar kota antar propinsi (AKAP) hal seperti ini tentu saja sangat menyulitkan, karena terpaksa harus sering-sering mengantri dan membuang waktu dalam perjalanannya,” kata Agus.

Salah satu akar masalah kelangkaan Biosolar atau BBM Susbsidi sendiri karena adanya permainan ilegal berupa penimbunan yang dilakukan beberapa oknum. Karena itu, Agus meminta Pertaminan mengetatkan pengawasan di seluruh SPBU agar dikelola dengan baik.

“Sebenarnya sudah lama dilakukan pendataan penjualan Biosolar oleh petugas di semua SPBU, namun sampai saat ini kami tidak tahu untuk apa sebenarnya pendataan itu. Kalau untuk pengendalian suplai BBM bersubsidi, kan mestinya sudah bisa dikalkulasikan dengan pendataan itu,” katanya.

Dalam keterangan resminya, Irto menjelaskan saat ini Pertamina Patra Niaga terus melakukan penghitungan proyeksi kebutuhan Solar Subsidi dan memastikan suplai yang kami lakukan dapat memenuhi peningkatan demand yang terjadi. Adapun untuk stok dan penyaluran BBM non subsidi seperti Dexlite, Pertamina Dex, Pertamax, dan Pertalite, Pertamina pastikan dalam kondisi aman, masyarakat tidak perlu khawatir.

BACA JUGA : Mahalnya Biaya Logistik Jadi Penghambat UMKM di Indonesia Timur

Selain berkoordinasi dengan pihak terkait, Irto mengatakan bahwa Pertamina Patra Niaga berkomitmen untuk menyalurkan Solar Subsidi dengan tepat sasaran sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) 191/2014. Menurutnya, jika lembaga penyalur atau SPBU terindikasi dan terbukti terjadi penyelewengan Pertamina tidak segan memberikan sanksi tegas.

“Hingga Oktober, terdapat 91 SPBU yang tersebar diseluruh Indonesia yang telah diberikan sanksi berupa penghentian suplai atau penutupan sementara, maupun sanksi seperti penggantian selisih harga jual Solar Subsidi akibat melakukan penyaluran yang tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku. Penyelewengan yang dilakukan misalkan adalah traksaksi yang tidak wajar, pengisian jeriken tanpa surat rekomendasi, dan pengisian ke kendaraan modifikasi,” terang Irto.

Exit mobile version