Selaras dengan visi yang diusung, menjadi perusahaan rantai pasok global terdepan di dunia, PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir atau JNE hadir melayani hingga ke Pulau Terluar Indonesia dalam memberikan layanan jasa pengiriman. Salah satunya, Kepulauan Meranti di Provinsi Riau.
Berada di perairan Selat Malaka, JNE membawa kebahagiaan bagi masyarakat di Meranti dalam banyak hal. Memberikan pengalaman yang sama menikmati belanja online, serta membantu para pelaku usaha menjangkau pasar yang lebih luas.
Meski saat ini hanya ada satu Agen JNE di Kabupaten penghasil Pati Sagu dan Kopi Liberika ini, kehadiran layanan jasa pengiriman terbukti memiliki peran strategis bagi para pelaku usaha lokal. Seperti yang diutarakan Petani dan Pengusaha Kopi Liberika Meranti, Solehudin.
“Masih banyak pelaku usaha di sini yang belum paham, kalau sekarang sudah bisa mengirim dagangannya ke seluruh Indonesia tanpa harus menitipkannya ke Pekanbaru terlebih dahulu melalui pelabuhan. Bahwa dengan kehadiran jasa pengiriman JNE ini, kita bisa mencari dan menjalin komunikasi dengan customer secara langsung dengan mengatakan kalau produk sudah bisa dikirim melalui JNE. Terlebih di era internet sekarang,” kata Dia kepada tribunpekanbaru.com, Sabtu (19/12/2020).
BACA JUGA : Upaya Memutus Mata Rantai Praktik Rentenir di UMKM
Apa yang disampaikan Solehudin, sebelumnya sudah terjawab melalui komitmen JNE selama #30tahunbahagiabersama yang senantiasa meningkatkan kualitas dan kuantitas jaringan layanan setiap tahunnya.
Bahkan, melansir jne.co.id, saat ini titik-titik layanan JNE telah mencapai diatas 6,000 lokasi di seluruh Indonesia dan terus bertambah. Juga, banyaknya pilihan layanan memberika kemudahan kepada para konsumen. Tentu kondisi ini membantu para pelaku usaha dalam melakukan ekspansi pasar.
“Di Meranti ini, Desa Kedaburapat merupakan sentra utama penghasil kopi Liberika dengan luas lahan sekitar 775 hektar. Dimana, dalam satu batang pohon kopi liberika bisa menghasilkan lebih kurang sekitar 15–20 kg buah kopi. Jika sudah mulai berbuah, dalam kondisi ideal kopi liberika meranti bisa dipanen 20 hari sekali. Dari hasil itu, ada yang diolah sendiri menjadi bubuk namun banyak juga yang mengirimkannya dalam bentuk green bean. Dan setiap bulannya, kita selalu mengirim Kopi Liberika ke berbagai daerah di Indonesia hingga Malaysia,” jelas Soleh.
Soleh menuturkan dirinya pernah mengirim kopi Liberika, baik dalam bentuk bubuk maupun green bean hingga ke Pulau Jawa dan Sulawesi menggunakan JNE.
“Hal ini membuktikan kehadiran jasa pengiriman sangat membantu kami petani sekaligus pelaku usaha dalam menentukan arah marketing produk. Bahwa sekarang produk kami bisa sampai ke seluruh daerah di Indonesia dan pasarnya semakin luas,” tuntas Dia.
Sementara Agen JNE Kepulauan Meranti, Ridwan mengatakan konsumen JNE di sini setiap tahunnya meningkat diiringi dengan volume pengiriman.
BACA JUGA : Tiga Dekade, JNE Antarkan Kebahagiaan dari Hulu hingga Hilir
Selain aktivitas belanja online melalui e-commerce, menurut Dia pelaku usaha di Meranti juga sudah mulai memasarkan produknya secara online. Hal itu tercermin dari perkembangan gerai yang Dia akuisisi pada tahun 2012 itu.
“Awalnya itu ya hanya berdua menjalankan bisnis ini. Saya yang jadi kurir, kakak ipar bagian administrasi. Tetapi, sesuai dengan prediksi saya, bahwa tren pengiriman barang ini akan meningkat, sekalipun itu di pulau terluar. Hasilnya, sekarang JNE Meranti sudah memiliki delapan karyawan; enam kurir dan dua orang bagian administrasi,”jelas Ridwan.
JNE Mesti Garap Potensi Meranti
Berdasarkan pengamatan Ridwan, konsumen JNE di Meranti didominasi pengguna layanan express. Sementara untuk cargo JNE (Trucking/JTR) masih terbilang sedikit.
Oleh sebab itu, Dia berharap ada perhatian dari JNE pusat untuk berkolaborasi dalam memberikan layanan-layanan alternatif, khususnya di kepulauan ini.
“Karena, permasalahan yang dihadapi jasa ekspedisi di Pulau itu hampir sama. Yakni soal tarif. Sementara potensi di Meranti ini cukup besar ke depannya jika digarap serius. Kalau kita (agen) saja bergerak tentu agak susah karena berbagai keterbatasan,” papar Dia.
Alasan Ridwan itu didukung dari berbagai data yang ditemukan tribunpekanbaru.com. Dari luas lahan 775 hektar, petani di Meranti bisa memproduksi rata-rata 800 kg/tahun untuk setiap satu hektar lahan. Lalu, keuntungan dari hasil penjualan kopi perhektar tadi berkisar Rp 2.5 juta/bulan.
Disamping soal harga, kopi liberika juga memiliki hasil produksi lebih tinggi jika dibandingkan kopi robusta. Pasalnya, jenis ini bisa berbuah sepanjang tahun dengan panen sekali sebulan.
BACA JUGA : Mahalnya Biaya Logistik Jadi Penghambat UMKM di Indonesia Timur
Potensi jasa pengiriman kopi liberika ini juga semakin terlihat berkat dukungan Pemerintah Daerah yang menggelontorkan dana sebesar Rp 1 Milliar untuk pembangunan Sentra Industri Kopi Liberika. Ditargetkan, sentra ini bakal beroperasi pada tahun 2021 mendatang.
Kopi yang memiliki aroma coklat dan rasa buah nangka ini juga sudah mengantongi Hak Paten melalui Indikasi Geografis (IG) yang dikeluarkan oleh Dirjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, nomor IG. 00.2014.000014. Adapun Indikasi Geografis ini menjadi tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan atau produk yang dihasilkan.
Kopi Curah di Pekanbaru menjadi salah satu usaha yang fokus menyajikan Kopi Liberika sejak tahun 2016. Sang Pemilik, Taufik Asmara mengatakan kepada tribunpekanbaru.com prospek usaha kopi ini cukup menjanjikan.
“Permintaan pasar tidak hanya dari dalam provinsi Riau saja, melainkan sudah sampai nasional bahkan internasional. Dan grafiknya terus meningkat karena Liberika tadi menawarkan sensasi rasa kopi yang berbeda dari yang umumnya dikonsumsi masyarakat, Arabica dan Robusta,” kata Dia.
Selain kopi Liberika, varietas unggulan lain dari Meranti ialah Sagu. Bupati Kepulauan Meranti, Irwan Nasir dalam berbagai kesempatan mengatakan Sagu merupakan kearifan lokal yang sudah bertahan sejak lama dan diwariskan turun temurun.
Tidak hanya sebagai pangan alternatif beras dan gula, Sagu juga sudah menjadi pemasukan bagi masyarakat.
“Sagu adalah salah satu komoditas yang memberikan kontribusi paling besar pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kepulauan Meranti. Sagu jadi penyangga ekonomi utama di Meranti karena bisa menghasilkan omzet sekitar Rp 2,5 triliun per tahun,” kata Irwan pada sesi talkshow Sagu Pangan Sehat untuk Indonesia Maju, Pekan Sagu Nusantara, Selasa (20/10/2020).
Hasil itu, kata Dia hampir dua kali lipat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kepulauan Meranti per tahunnya, sekitar Rp 1,3 triliun.
Meranti merupakan daerah penghasil sagu terbesar di Indonesia. Hampir 20 persen warga Meranti menggantungkan perekonomian dari perkebunan sagu. Dengan total luas lahan mencapai 39.644 hektar. Sementara, untuk jumlah pabrik Sagu terdapat 95 unit dengan hasil produksi tepung sagu mencapai 241.277 ton/tahun.
“Saat ini harga Tepung Sagu kering berkisar Rp5.500-6.000 per kg, dan sagu basah antara Rp1.800-2.000 per kg. Sebagian hasil produksi Sagu Meranti dijual ke Cirebon, Pekanbaru, Medan dan Malaysia,” tutur Irwan.
Selain dari kebun sagu masyarakat, terdapat kebun Sagu milik PT Nasional Sagu Prima (NSP) seluas 21.000 ha. Berdasarkan dua varietas unggulan tadi, JNE sudah seharusnya menangkap peluang tersebut melalui kolaborasi serta menjalin komunikasi.
BACA JUGA : Transformasi Warung Sembako Bu Tati dari Balikpapan
Sebab, JNE memiliki banyak layanan yang bisa digunakan petani di Meranti. Seperti jasa pengiriman ekspress, pengiriman barang dalam jumlah banyak melalui JNE Trucking dengan harga kompetitif, lalu pemanfaatan PESONA dalam memasarkan Kopi Liberika dan olahan Mie Sagu serta layanan lainnya.
Akan tetapi, lebih dari pada itu, bahwa kehadiran JNE sebagai jasa ekspedisi barang sangat penting di Pulau Terluar yang serba terbatas. Sehingga, nantinya kehadiran JNE turut membangun kebahagiaan serta #connectinghappiness masyarakat melalui peningkatan kesejahteraan.
Pemenang JNE Competition 2020, Firmauli Sihaloho – Tribun Pekanbaru.