Ijazah SD Tak Di Tangan Tapi Kerap Dapat Penghargaan

Oleh : JNE Medan

Derizon, Pimpinan JNE Cabang Lubuk Pakam (Foto diambil sebelum pandemi Covid-19)

“JNE Cabang Lubuk Pakam menjadi cabang yang sangat baik dari segi manajemen keuangan, operasional, dan sales. Sistem di-manage dengan baik, dan orang tidak akan menyangka jika pimpinannya hanya seorang yang tidak punya ijazah SD”.

JNE Cabang Lubuk Pakam adalah salah satu mitra atau agen JNE di bawah manajemen JNE Medan di Sumatera Utara. Terletak di Jl. Negara no 39 Kec. Lubuk Pakam Kab. Deliserdang, JNE Lubuk Pakam berawal dari 2 orang karyawan tahun 2007.

Upaya keras dalam mengemban amanah pelanggan dengan maksimal membuat JNE Cabang Lubuk Pakam dapat terus tumbuh. Pertumbuhannya secara bisnis pun memberi manfaat bagi masyarakat sekitar, yaitu menjadi sumber mata pencaharian untuk 28 orang karyawannya saat ini di tahun 2020.

Pencapaian JNE Cabang Lubuk Pakam hingga sekarang, tidak lepas dari kepiawaian pimpinannya yaitu Derizon. Kalau di awal-awal ketika Derizon menjadi pemilik JNE Cabang Lubuk Pakam omzet per bulannya hanya sekitar 3 juta rupiah, kini omzetnya telah mencapai lebih dari setengah miliar rupiah per bulan.

Baca juga : Berbekal Ijazah SD, Badrudin Kini Jabat Supervisor IT di JNE Bandung

Di balik kesuksesan Derizon dalam mengembangkan JNE Cabang Lubuk Pakam, terdapat kisah hidup yang inspiratif sehingga Ia bisa menjadi seperti sekarang. Derizon yang lahir di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kec Muara sabak, Desa Lambur, Jambi pada 12 Juni 1980, merupakan anak ke 4 dari 8 bersaudara. Kondisi ekonomi keluarganya serba sulit, dimana sang Ayah bekerja serabutan.

Ijazah SD Tak Tertebus karena Untuk Makan Pun Sulit

Di masa kecilnya, Derizon kerap berpindah tempat tinggal dan sekolah karena Ia harus mengikuti orang tuanya yang menjadi transmigran. Saat bersama orang tuanya menjadi transmigran di Sumatera Barat, selain harus menempuh jarak hingga 8 kilo untuk sampai ke sekolah, berladang juga menjadi bagian dari hidupnya.

“Masa kecil saya cukup sulit, bahkan untuk membeli sepatu dan tas pun tidak mampu. Jadi, kalau sekolah tanpa sepatu, alias “nyeker” dan kantong plastik dipakai sebagai pengganti tas. Tapi walaupun dengan keterbatasan dalam berbagai hal dan harus berbagi waktu dengan bekerja, Alhamdulillah saya tetap bisa berprestasi, yaitu mendapat ranking dalam peringkat 10 besar”, kenang Derizon.

Derizon pun mengungkapkan bahwa di masa kecilnya kerap kesulitan untuk makan. “Sering kali tidak bisa makan nasi, namun hanya bisa makan ubi. Bahkan ijazah SD tidak dapat ditebus karena  tidak punya uang, karena itu saya tidak lanjut ke tingkat SMP karena tidak bisa”, bebernya.

Baca juga : Filosofi Semangat Shubuh Kurir Teladan dari JNE Purwakarta

Selanjutnya, Derizon bekerja membantu ibunya di ladang ketika ayahnya bekerja sebagai pelaut. Tidak jarang juga Derizon bekerja di lahan orang lain untuk menambah pemasukan. Semua itu dilakukan untuk membiayai sekolah adik-adiknya bersekolah. “Begitulah yang dilakukan. Terus berladang hingga adik tamat SD”, tuturnya.

Jadi Bagian Dari Keluarga Besar JNE

Di usia 14 tahun Derizon sempat kembali ke Jambi  bersama ibunya bekerja di berbagai warung dan toko, seperti warung sembako hingga toko kain. Namun ketika Derizon pulang kampung untuk menjenguk orang tua, Ia melihat ladang tidak terurus sehingga memutuskan untuk tetap tinggal.

Kondisi ekonomi yang makin sulit karena ladang tak tumbuh dan ayahnya yang melaut pun terkadang tak dapat hasil membuat Derizon sekeluarga sering kali tidak makan. “Jika pun punya beras, nasi itu dicampur gulai pisang, dan pisangnya diperbanyak. Sampai-sampai ibu sering hutang beras ke tetangga”, ujarnya.

Dipaksa kondisi yang sulit, Derizon pernah nekat ikut ayahnya melaut walaupun dilarang karena masih kecil. Derizon juga kerap menjadi kuli bangunan di beberapa proyek transmigrasi yang dilaksanakan di daerah tempat tinggalnya. Belum menginjak usia 20 tahun, Derizon kembali merantau ke Jambi dan bekerja menjadi pegawai salah satu warung makan.

Baca juga : Jadi Bagian dari Keluarga Besar JNE, Impian Hidup Edi Terwujud

Sampai di tahun 2000, paman Derizon, yaitu Rizal, mengundangnya untuk datang ke Jakarta dan ikut bekerja membuat tepung roti serta melakukan pekerjaan renovasi rumah. Rizal yang bekerja di JNE, dianggap sebagai salah satu ahlinya packing kayu, sehingga sering dipercaya oleh salah satu Direksi JNE, yaitu Candra Fireta, untuk merenovasi perabotan rumah karena keterampilannya.

Selama dua tahun Derizon kerap bolak balik ikut Rizal merenovasi perabotan rumah Direksi, membuatnya mendapat tawaran bekerja di JNE. Derizon pun sangat antusias dan keesokan harinya langsung berangkat ke Kantor Pusat JNE di Jl. Tomang Raya No.11, Jakarta Barat. Walaupun berpendidikan rendah, namun Derizon tetap berupaya keras dalam menjalani tiap prosedur, hingga akhirnya diterima dan menjadi staf packing kayu seperti pamannya.

Di Usia 22 tahun inilah Derizon memulai bekerja di JNE dan selalu kebagian shift malam. Setelah 4 tahun, Derizon dipindahkan ke bagian operasional outbound, karena kesehatannya yang tidak memungkinkan bekerja malam hari kembali.

Baca juga : Kepak Sayap JNE di Bumi Cendrawasih

Setahun kemudian, Derizon dipindahkan menjadi Sales Counter Officer (SCO) hingga 4 tahun kemudian. Ia juga akhirnya berani memutuskan untuk menikah setelah setahun bekerja di JNE. “Tidak lama setelah bertemu langsung memutuskan menikah’, ungkap Derizon.

Terus Belajar dan Bantu Rekan Hingga Jadi Karyawan Terbaik

Terbiasa dengan parang dan cangkul sedari kecil serta hasil belajar pendidikan di SD, Derizon menyadari harus banyak belajar untuk terus berkembang. Ketika bekerja di JNE sebagai staf packing kayu, Ia belajar berbagai hal, seperti sistem, administrasi kantor dan komputer.

Derizon kerap memanfaatkan waktu luang untuk mempelajari banyak hal. Ia juga tidak segan ikut bantu-bantu rekan-rekan kerjanya di bagian lain untuk memperluas wawasan agar bisa melakukan banyak hal. Begitu pula saat bekerja sebagai Sales Counter Officer. Di tahun pertama, Derizon tidak diizinkan langsung sebagai penerima customer, tapi menjadi petugas penempel label dan packing di belakang.

Namun, Derizon berkeinginan kuat untuk bisa melayani customer secara langsung menggunakan komputer di depan. Akhirnya di tahun ke-2 , Ia bisa dan diizinkan untuk menerima transaksi pelanggan.

Baca juga : JNE Tarakan Berekspansi Hingga ke Tapal Batas Malaysia

Derizon dikenal sebagai karyawan yang sangat disiplin dan memiliki loyalitas tinggi. Ia selalu datang paling pagi dan pulang paling malam, meski rumahnya jauh di Tangerang sedangkan kantornya di Jakarta. Hingga akhirnya prestasi terakhir Derizon sebagai karyawan JNE adalah menyabet penghargaan sebagai Karyawan Terbaik JNE tahun 2007 di Jakarta.

Jadi Pimpinan Berawal dari Peduli Kepada Saudara

Tepat di tahun 2006, terbitlah SK Direksi JNE yang melarang adanya saudara kandung lebih dari 2 orang bekerja di kantor JNE yang sama. Demi saudaranya yang lain Derizon mengalah, namun Ia tetap memilih menjadi bagian dari keluarga besar JNE menggunakan uang hasil kerjanya selama ini, yaitu menjadi mitra atau agen JNE di Medan yang menjadi kota tujuan rantauannya kemudian.

Pertama kali Derizon membuka Agen di daerah Tanjung Morawa di tahun 2010 dan omzetnya juga tidak banyak, sehingga Ia tetap bekerja sebagai karyawan JNE Cabang Lubuk Pakam. Sampai akhirnya terjadi peralihan kepemilikan JNE Cabang Lubuk Pakam, Derizon pun menjadi pemiliknya di tahun 2014.

Baca juga : Cara JNE Dorong UKM Sumbar Tembus Pasar Nasional 

Menjadi pemilik JNE Cabang Lubuk Pakam, Derizon terus melanjutkan kerja kerasnya dan merasakan berbagai pengalaman baik mau pun buruk. Bahkan, Derizon menceritakan bahwa Ia pernah tertipu sejumlah uang ketika akan membeli kendaraan operasional untuk proses distribusi paket.

Teruskan Langkah Pendiri JNE, H. Soeprapto Soeparno

Sebagai pimpinan JNE Cabang Lubuk Pakam, Derizon ingat akan prinsip dan budaya berbagi mau pun bersedekah yang ditanamkan oleh pendiri JNE yaitu H. Soeprapto Soeparno. Ia pun mewajibkan JNE Cabang Lubuk Pakam untuk melaksanakan program sedekah kepada anak-anak yatim di Kabupaten Deli Serdang.

“Alhamdulillah sampai saat ini JNE Cabang Lubuk Pakam rutin melakukan santunan untuk anak yatim di desa binaan, khususnya Desa Kualanamu Kec.Beringin. Keajaiban sedekah itu membawa keberkahan untuk bisnis sehingga bisa maju pesat. JNE Cabang Lubuk Pakam yang awalnya hanyalah cabang kecil, kini membawahi 14 agen tersebar di hampir seluruh Kecamatan”, paparnya.

Baca juga : Begini Cara JNE Lampung Dukung UMKM

Dengan pengalaman hidup yang menempanya, Derizon dikenal sebagai pemimpin yang sangat disiplin, terutama aturan dan standarisasi yang ditetapkan oleh JNE. Bahkan Ia pun tidak merokok karena baginya merokok sama saja dengan membuang waktu.

“Salah satu pesan orang tua yang paling ingat adalah soal merokok. Ayah saya yang perokok berat pernah berpesan kepada anak-anaknya ‘hanya boleh merokok jika sudah sukses’. Namun sampai sekarang, saya sendiri tidak pernah merokok dan memilih untuk tidak merokok”, tegasnya.

Setiap tahun hingga 2019, JNE Cabang Lubuk Pakam selalu mendapat penghargaan sebagai salah satu Cabang terbaik di Sumatera Utara. Akhirnya, Derizon berangkat Umrah di tahun 2018 karena penghargaan tersebut.

Pimpinan Cabang JNE Medan, Fikri Al Haq Fachryana, yang membawahi jaringan JNE di seluruh wilayah Sumatera Utara mengatakan, “JNE Cabang Lubuk Pakam menjadi cabang yang sangat baik dari segi manajemen keuangan, operasional, dan sales. Sistem di-manage dengan baik, dan orang tidak akan menyangka jika pimpinannya hanya seorang yang tidak punya ijazah SD”

Baca juga : Rutin Disantuni JNE, Anak-Anak Yatim Itu Banyak yang Sukses

Exit mobile version