JNEWS – Menyambut Isra Mikraj, sejumlah tradisi dilakukan di berbagai kota di Indonesia. Tradisi ini sudah dilakukan secara turun-temurun sebagai bentuk peringatan atas peristiwa besar yang terjadi dalam sejarah umat Islam.
Isra Mikraj adalah perjalanan spiritual Nabi Muhammad saw. pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Secara sederhana, peristiwa ini dibagi ke dalam dua bagian yakni Isra dimaknai sebagai perjalanan malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Sementara Mikraj dimaknai sebagai kenaikan, ketika Allah Swt. mengangkat Nabi Muhammad saw. dari Baitul Maqdis melewati langit ketujuh menuju Sidratul Muntaha.
Umat muslim seluruh dunia selalu memperingati Isra Mikraj setiap tanggal 27 Rajab tahun hijriah dengan berbagai cara. Di Indonesia, tradisi peringatan ini sudah ada sejak dulu kala. Belum ada catatan sejarah yang memastikan kapan tepat awal mula tradisi ini dilakukan.
Berbagai daerah memiliki tradisi masing-masing untuk merayakannya. Seperti di Cirebon yang dikenal dengan tradisi Rajaban, lalu masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur kerap mengadakan Ambengan, tradisi Nganggung diadakan oleh masyarakat Bangka Belitung.
Menariknya, di setiap tradisi ini ada hidangan tradisional Isra Mikraj yang kerap hadir. Hidangan ini bisa disebut sebagai warisan kuliner umat Islam di Indonesia.
Hidangan Tradisional Isra Mikraj Berbagai Daerah
1. Toet Apam atau Khanduri Apam, Aceh
Apam atau biasa dikenal dengan nama kue serabi adalah salah satu kudapan tradisional Aceh yang sering hadir dalam menyambut bulan Rajab. Itulah mengapa bulan Rajab di Aceh sering disebut dengan bulan “tet apam”.
Ada sejumlah kisah yang beredar di masyarakat Aceh terkait asal usul dari kue ini. Salah satu yang terkenal adalah apam menjadi pengganti roti untuk memuliakan orang berpuasa di bulan Rajab. Apabila tidak sanggup berpuasa maka bisa menyediakan apam untuk orang yang akan berbuka puasa.
Dari referensi lain menyebutkan, khanduri apam ini asal usulnya sebagai hukuman bagi laki-laki baligh tetapi tidak menunaikan salat Jumat tiga kali berturut-turut. Laki-laki tersebut akan diberi sanksi adat berupa perintah membuat kue apam sebanyak 100 buah untuk diantar ke masjid-masjid.
Baca juga: Kuliner Purwakarta: 5 Warung Sate Maranggi Terbaik Langsung di Kota Asalnya
Walaupun asal usulnya beragam, intinya sama yaitu bersedekah. Toet apam adalah tradisi menyantap kue apam bersama-sama di musala atau masjid. Hadirnya tradisi ini memupuk nilai kebersamaan di tengah masyarakat mulai dari proses pembuatan hingga makan bersama.
2. Nasi Bogana, Cirebon
Salah satu tradisi Isra Mikraj yang terkenal adalah Rajaban dari kota Cirebon. Di setiap acara Rajaban, nasi bogana selalu ada.
Tradisi Rajaban kerap digelar di Keraton Kasepuhan Cirebon yang diawali dengan pengajian umum. Setelahnya, pihak keraton membagikan nasi bogana pada warga keraton, kaum masjid, para abdi dalem dan masyarakat setempat.
Belum ada referensi sejarah yang pasti terkait asal usul dari nasi bogana ini. Namun, nasi ini merupakan sajian istimewa khas empat keraton di Cirebon yaitu Keraton Kanoman, Keraton Kasepuhan, Keraton Kacirebonan, dan Keraton Kaprabonan. Sejak turun temurun, nasi bogana disajikan untuk berbagai jamuan makan untuk upacara hingga perayaan adat yang diadakan di keraton.
Pembuatan nasi bogana ini sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Swt. Tampilan dari nasi ini serupa dengan nasi megono dan nasi lengko. Umumnya disajikan dengan berbagai lauk dan sayur pendamping. Hingga saat ini, tradisi kuliner nasi bogana masih tetap lestari dan dilakukan setiap Rajaban.
3. Lempah Kuning, Bangka Belitung
Memperingati Isra Mikraj, masyarakat Bangka Belitung memiliki tradisi khusus makan bersama yang disebut dengan Nganggung. Masyarakat akan membawa wadah yang berisi makanan dengan penutup berupa tudung saji tradisional yang disebut dulang. Beragam makanan yang dibawa akan disantap bersama. Kendati ada banyak menu tetapi lempah kuning harus ada.
Makna dari tradisi ini adalah semangat gotong-royong antar warga. Tak hanya itu saja, tradisi ini bertujuan mempererat silaturahmi agar kerukunan dan kedamaian tetap terjaga.
Lempah kuning adalah olahan ikan atau ayam yang kaya akan rempah dan dimasak dengan campuran nanas. Warna kuning berasal dari kunyit sedangkan asamnya dari nanas dan campuran asam jawa.
Dari berbagai sumber menyebutkan, asal usul kuliner ini tidak lepas dari mata pencaharian dari penduduk lokal sebagai nelayan dan petani. Lempah kuning hadir dari perpaduan hidangan khas olahan laut dan darat.
Selain itu, lempah kuning disebut sebagai makanan tradisional legendaris. Hal ini dikarenakan suku asli Bangka yaitu Suku Lom kerap menghidangkan masakan ini. Bisa disimpulkan bahwa makanan ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu.
Baca juga: 4 Tempat Terbaik untuk Menikmati Serabi Kuah Khas di Kota Ponorogo
4. Nasi Ambeng, Jawa Timur dan Jawa Tengah
Tradisi Isra Mikraj yang sering dilakukan di Jawa Timur dan Jawa Tengah adalah Ambengan. Dalam bahasa Jawa, ambeng artinya wadah berukuran tanggung. Di dalam ambeng disajikan nasi dan lauk seperti ayam, telur, kentang, mie goreng dan lainnya. Biasanya makanan tersebut berasal dari hasil panen atau milik masyarakat lalu dibawa ke masjid untuk dimakan bersama setelah selesai salat Magrib dan berdoa yang dipimpin oleh kiai.
Belum ada referensi sejarah terkait asal usul munculnya nasi ambeng ini. Namun, tradisi ini sudah dilakukan sejak dulu kala di masyarakat Jawa.
Cara menyantap menggunakan tangan dan berkumpul bersama, dipercaya membawa kerukunan serta kebahagiaan di masyarakat maupun keluarga. Selain itu, dianggap sebagai simbol menghindarkan keluarga dari hal berbau mistis. Untuk selamatan atau pesta, penyajian nasi ambeng mewakili permohonan agar tamu yang hadir dikaruniai rezeki melimpah.
5. Wajik Pangan (Raja Jaje), Kabupaten Lombok
Menjelang Isra Mikraj, masyarakat Dusun Jerneng Mekar, Desa Terong Tawah, Kabupaten Lombok mulai sibuk untuk mengadakan tradisi rutin. Salah satu yang masih dilestarikan adalah memasak penganan yang wajib ada di tiap perayaan ini yaitu wajik pangan.
Tradisi ini telah berlangsung turun temurun di dusun ini. Masyarakat setempat masih terus menyajikan wajik pangan yang dibuat secara bersama-sama menjelang puncak peringatan Isra Mikraj. Bagi tamu atau wisatawan yang akan berkunjung ke desa ini, pasti akan menghidu aroma khas wajik yang asapnya mengepul dari dapur warga.
Di desa tersebut, wajib ini disebut dengan nama raja jaje (raja kudapan). Hal ini dikarenakan proses pembuatannya cukup lama yakni lima sampai enam jam. Selama proses tersebut, adonan harus terus diaduk agar tidak gosong.
Tidak ada makna khusus terkait penyajian wajik pangan ini dalam tradisi di bulan Rajab. Karena kudapan ini disajikan bersama jajanan tradisional lainnya di dalam nampan. Setiap kepala keluarga akan membawa sebuah nampan berisi aneka kudapan tradisional untuk dibagikan pada tamu undangan saat perayaan puncak.
Menu hidangan dalam tradisi perayaan Isra Mikraj menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kekayaan kuliner yang patut dibanggakan dan dilestarikan.