Ombak lautan Jawa cukup tenang, kapal cepat Ferry ukuran kecil yang kami tumpangi segera membelah lautan begitu sinar matahari pagi mulai menyengat. Pagi menjelang siang itu, kami berombongan ingin menuju Pulau Pramuka.
Di sana, akan ada peresmian sales counter penjualan JNE. Di atas kapal, ingatan Presiden Direktur JNE, Mohammad Feriadi melayang. Selintas kenangan sang ayah menari-nari. Sebab ia tahu, sang ayah begitu cinta pada lautan, ombak dan ikan-ikan, juga hembusan angin pantai.
Setelah menikah dan mengarungi kehidupan berumah tangga, Soeprapto muda, sebagai anak rantau di tanah Jakarta kian giat bekerja. Sebagai karyawan yang rajin, ulet dan jujur, Soeprapto kala itu menjadi salah satu karyawan berprestasi dengan penghasilan yang sebetulnya sudah cukup lumayan untuk menghidupi keluarganya.
Namun, semua berubah saat sekali waktu pulang ke kampung halaman di Bangka Belitung. Begitu kaki menginjak turun dari pesawat di bandara Pangkal Pinang, ia melihat para penumpang pesawat kesusahan dan kepayahan membawa barang-barangnya yang banyak. Dari sanalah, insting bisnisnya muncul, yang kelak sekembalinya ke Jakarta, Soeprapto mendirikan perusahahan jasa pengiriman Citra Van Titipan Kilat (TIKI).
Baca juga : Jejak Spiritual H. Soeprapto Soeparno (Bagian 1)
Tujuannya, adalah ingin menolong orang-orang untuk bisa mengirimkan barang tanpa harus susah payah membawa sendiri. Tentu saja, ada perhitungan sisi bisnis yang menjanjikan kala itu karena hanya ada pemain tunggal yakni perusahaan jasa pengiriman milik negara yang mendominasi saat itu, di awal tahun 1970. Kalau toh ada perusahaan swasta, level-nya hanya kecil dan lokal, misalnya pengantaran lintas Jakarta – Bandung saja.
“Setelah mendirikan TIKI, ayah saya bila ada waktu luang, untuk menghilangkan penat setelah bekerja, biasanya pergi ke laut memancing. Sering juga mengajak anak-anaknya. Saya juga dulu sering diajak,” kenang M. Feriadi, saat berbincang dengan JNEWS di atas kapal Ferry menuju Pulau Pramuka, Kamis (7/10/2021).
Menurut M. Feriadi, saat memancing, banyak pelajaran dan ilmu yang didapat. Di tengah lautan yang luas, sang ayah mengajarkan bahwa manusia hanyalah ibarat setetes air yang tiada arti dibanding air lautan. Bahwa, di atas sana (langit) ada Dzat Yang Maha Agung, Allah SWT, yang begitu luas karunia-Nya.
“Dengan memancing Bapak mengajarkan tentang kesabaran dan juga pantang menyerah sebelum kail pancing dan umpan mendapat ikan. Itu artinya apa? Bahwa kesuksesan JNE, selain doa, juga perlu dibarengi ikhtiar, kerja keras, baru akan ada hasilnya. Setelah ada hasilnya, jangan lupa berbagi dengan yang membutuhkan agar rezeki yang didapat JNE semakin berlimpah dan berkah,” ungkap M. Feriadi sambil menatap laut Jawa yang luas.
Baca juga : Jejak Spiritual H. Soeprapto Soeparno (Bagian 2)
Hal tersebut dibenarkan lelaki paruh baya yang mengemudikan kapal berlogo ‘SS’ di lambungnya tersebut. “Kalau Pak Haji Soeprapto lagi ruwet urusan pekerjaan dulu memang sering pergi memancing, kalau tidak ke Pulau Seribu biasanya ke sana, sampai Pantai Carita dan Anyer. Kadang perginya pagi-pagi buta sudah melaut,” ujarnya.
Dari hobinya memancing inilah kelak H. Soeprapto lantas membangun Villa Yatuna di Anyer dan memberi santunan rutin ke penduduk sekitar yang kurang mampu. Santunan rutin tersebut hingga kini masih terus dijalankan oleh JNE.
Logo ‘SS’ dalam lambung kapal, adalah singkatan dari ‘Soeprapto Soeparno’. Ada beberapa kapal Ferry yang bersandar di belakang rumah pantai almarhum H. Soeprapto di kawasan perumahan Pantai Mutiara, Pluit, Jakarta Barat. Dulu kala, seringkali almarhum H. Soeprapto mengundang pimpinan JNE ke rumah pantai ini. Dan juga sering kali digelar beberapa acara perusahaan di rumah pantai tersebut. *
Baca juga : Jejak Spiritual H. Soeprapto Soeparno (Bagian 3)