Kalender Julian: Sejarah, Penggunaan, dan Perbedaannya dengan Kalender Gregorian

Kalender Julian adalah salah satu kalender kuno. Membuat kalender pada zaman itu sangatlah tidak mudah. Para astronom tidak memiliki peralatan yang memadai untuk menghitung hari dalam sekali bumi mengorbit matahari. Karena itu, bisa saja hari dalam kalender ditambah atau dikurangi. Jadi, ada masanya tanggal-tanggal tertentu tidak pernah ada. Entah bagaimana caranya mengabarkan perubahan itu ke masyarakat. Pasti yang sudah janjian banyak yang kecele.

Di dunia pernah ada beberapa kelander. Selain kalender Julian, ada kalender Islam, Gregorian, Tiongkok, Persia, dan sebagainya. Beberapa kalender tersebut tidak 100% baru. Ada yang merupakan perbaikan dari kalender yang sudah ada, ada pula yang saling berkaitan hingga sekarang. Di antara yang berhubungan erat adalah kalender Julian dan Gregorian.

Sejarah Kalender Julian

Kalender Julian: Sejarah, Penggunaan, dan Perbedaannya dengan Kalender Gregorian

Kalender Julian yang disebut juga kalender Julius atau Yulius, diberlakukan atas perintah Julius Caesar sejak tanggal 1 Januari 45 SM. Kalender ini merupakan usul dari seorang astronom bernama Sosigenes. Kalender ini merupakan reformasi dari kalender Romawi sebelumnya. Jadi, kalender ini bukanlah kalender yang pertama ada di bumi.

Dikutip dari Britannica, kalender sebelumnya, yaitu kalender yang dibuat oleh astronom Aleksandria lainnya, lebih cepat 3 bulan dari kalender matahari. Pada kalender baru, Sosigenes menggunakan kalender matahari Mesir sebagai landasan. Orang Mesir sendiri, jika dirunut ke belakang, sudah beberapa kali melakukan bongkar pasang kalender. Bahkan awalnya Mesir menggunakan kalender yang berpatokan pada bulan.

Kalender matahari Mesir yang dijadikan dasar oleh Sosigenes ini terdiri 365 ¼ hari yang terbagi menjadi 12 bulan. Tiap bulan terdiri 30 dan 31 hari kecuali Februari, yang terdiri dari 28 hari. Ini sudah mirip tahun Masehi yang dipakai sekarang. Untuk menyelaraskan kalender, Julius Caesar menambahkan hari sehingga pada tahun 46 SM terdapat 445 hari. Pada proses ini ada kesalahpahaman yang menimbulkan kebingungan hingga tahun 8 M.

Rupanya Sosigenes kelebihan hitungan sebanyak 11 menit 14 detik. Meski jumlahnya terlihat sedikit, tapi setelah terakumulasi selama bertahun-tahun jadi banyak juga. Akibatnya tanggal-tanggal yang menandai pergantian musim bergeser hingga sekitar 10 hari.

Baca juga: Bencana Alam di Indonesia: Sejarah, Pemicu, dan Frekuensi

Munculnya Kalender Gregorian

Pada tahun 1582, Paus Gregorius XII memutuskan untuk melakukan reformasi terhadap kalender tersebut agar kesalahan hitung tidak makin menumpuk. Paus menghilangkan beberapa tanggal sehingga setelah tanggal 4 Oktober 1582 bukan tanggal 5 Oktober 1582, melainkan tanggal 15 Oktober 1582. Kalender baru ini disebut kalender Gregorian dan digunakan oleh hampir semua negara di dunia saat ini.

Pada sistem Gregorian, perubahan terutama terjadi pada pengertian tahun kabisat. Jika suatu tahun habis dibagi 4 tapi tidak habis dibagi 100, maka tahun tersebut termasuk tahun kabisat. Contohnya tahun 2024. Jika suatu tahun habis dibagi 100 tapi tidak habis dibagi 400 maka tahun tersebut bukan tahun kabisat. Contohnya tahun 2000 adalah tahun kabisat, sedangkan tahun 2100 bukan tahun kabisat.

Namun mengubah kalender bukanlah perkara gampang. Di dalamnya terdapat banyak aktivitas penyesuaian yang harus dilakukan, misalnya mengganti tanggal surat, isi perjanjian, termasuk mensosialisasikannya ke masyarakat. Karena itu, reformasi tersebut tidak serta merta diikuti oleh semua negara. Selain itu, tidak ada jaminan bahwa sistem Gregorian pasti benar.

Negara-negara pertama yang mengikuti perubahan ini adalah Italia, Perancis, Spanyol, dan Portugal yang berada dalam satu benua pada tahun 1582 itu juga. Inggris dan Amerika baru meninggalkan kalender Julian pada tahun 1752. Sedangkan negara-negara Asia yang termasuk lebih dahulu mengikuti perubahan ini adalah Jepang pada tahun 1872 dan Tiongkok pada tahun 1912.

Kalender Julian Sekarang

Kalender Julian masih digunakan oleh gereja di Rusia hingga sekarang, meski Rusia sebagai negara tercatat mengadopsi sistem Gregorian pada tahun 1917. Akibat penggunaan kalender tersebut, gereja di Rusia merayakan Natal tanggal 7 Januari pada tahun 2022 lalu.

Beberapa gereja ortodoks di Eropa Timur juga dilaporkan masih menggunakan kalender Julian untuk menentukan tanggal-tanggal liturgi. Sebagian gereja mengambil jalan tengah dengan merevisi kalender tersebut agar mendekati kalender Gregorian pada tahun 1923. Pada tahun 2100, selisih hari antara kalender Julian dan Gregorian akan mencapai 14 hari.

Baca juga: Jejak Sejarah di Ibu Kota Vietnam: Tempat Bersejarah yang Wajib Dikunjungi di Hanoi

Demikianlah sejarah dan penggunaan kalender Julian, sejak mulai digunakan hingga sekarang. Perjalanan kalender ini merupakan contoh dari penyataan bahwa ilmu pengetahuan terus berkembang. Ilmu bukan hanya soal salah dan benar, melainkan proses perbaikan yang terus-menerus untuk menyempurnakan keilmuan itu sendiri. Bahkan beberapa peneliti sudah menyodorkan kemungkinan penyesuaian definisi tahun kabisat lagi ratusan tahun mendatang.

Exit mobile version