JNEWS – H. Soelasmo pernah menjabat direktur dan Presiden Komisaris JNE. Saat menghadiri rapat dewan komisaris ia terkena serangan jantung dan meninggal dunia setelah sempat dilarikan ke Rumah Sakit Harapan Kita. Sosoknya sederhana, murah senyum, ramah dan juga dekat dengan para karyawan. Setelah meninggal dunia, sang anak menemukan catatan buku tulis yang berisi nama-nama orang yang rutin disantuninya setiap bulan.
Kepergian mendadak H. Soelasmo mengejutkan banyak orang, baik itu para petinggi JNE, karyawan maupun keluarganya. Kala itu, saat istirahat sebentar di tengah-tengah acara RUPS Dewan Komisaris JNE, H. Soelasmo beranjak ke mushala kantor untuk shalat Dzuhur. Selepas shalat itulah, ia batuk-batuk dan sesak nafas. Wajahnya membiru dan napasnya tersengal-sengal. Dengan sigap petugas security langsung melarikan ke rumah sakit.
Namun, tepat pukul 14:38 WIB, Sabtu 4 Mei 2013, setelah sempat diberi tindakan di rumah sakit H. Soelasmo menghembuskan nafas terakhirnya di depan sebagian keluarganya yang sudah berdatangan ke rumah sakit. Tentu saja kabar meninggalnya H. Soelasmo mengagetkan dan menyebar dengan cepat di lingkungan kantor JNE. Kala itu, mendung menyelimuti keluarga besar JNE atas perginya Presiden Komisaris JNE yang dikenal dermawan tersebut.
Selepas dari RS Harapan Kita, jenazah H. Soelasmo dibawa ke rumah tempat tinggalnya yang ada di Jalan Anggrek Nelly Murni, Slipi, Jakarta Barat. Rumahnya tidak jauh dari masjid di mana H. Soelasmo rutin shalat berjamaah di masjid tersebut. Ratusan pelayat berdatangan silih berganti, baik karyawan JNE maupun sanak saudara termasuk H. Soeprapto yang tampak terpukul kehilangan sang adik tercintanya. Ia pun bersimpuh di depan jenazah sang adik, menitikkan air mata saat memanjatkan doa-doa.
M. Ridha Ismail, anak kedua H. Soelasmo, mengenang bahwa almarhum ayahnya adalah sosok pekerja keras, sederhana dan juga ringan tangan membantu orang-orang yang membutuhkan. “Memang beberapa bulan sebelum meninggal, kondisi kesehatan ayah saya menurun karena penyakit jantung yang dideritanya sudah lama. Bahkan jantungnya juga sudah dipasang ring. Saat sering jalan ke masjid bareng, ayah saya suka mengeluh dadanya sakit,” ungkapnya.
Baca juga: Amalan Surat Al-Ma’un dan Belai Rambut Anak Yatim, Wasiat H. Soeprapto
Sampai saat ini, salah satu hal yang terus dikenang oleh M. Ridha adalah tatkala sang ayah sudah tiada dirinya menemukan sebuah buku tulis berisi catatan tentang orang-orang yang rutin dia santuni agar tidak terlupa atau terlewat saat akan memberi santunan. “Semasa hidup ayah saya sering bercerita tentang perjalanan hidupnya ketika merantau dari Bangka ke tanah Jawa. Ayah sering berpesan agar anak-anaknya termasuk saya menjadi orang yang bisa berguna bagi orang lain, kemudian menjunjung nilai kejujuran dan juga tidak segan membantu orang lain yang membutuhkan,” jelasnya.
H. Soelasmo selalu mengingat tentang kesulitan dan perjuangan hidup di masa lalu. Maka ketika kelimpahan rezeki mengalir, jiwa dermawannya selalu terpanggil. “Banyak dalam catatan buku itu orang-orang yang rutin disantuni setiap bulan. Ada marbot masjid, para pedagang keliling, tukang ojek, tukang sayur dan masih banyak lagi yang selama ini kami anak-anaknya malah tidak tahu. Saya terharu ketika di antara mereka ada yang datang ke rumah dan menangis kaget mendengar wafatnya ayah kami kala itu,” kenang M. Ridha, saat berbincang dengan JNEWS. *