Melacak Jejak Sejarah Budaya dengan Liburan di Jakarta

Liburan di Jakarta yang edukatif dan mengesankan adalah dengan melacak jejak sejarah dan budayanya. Jakarta yang berulang tahun tiap tanggal 22 Juni memiliki sejarah yang jejaknya masih dirawat hingga sekarang. Jejak-jejak sejarah Jakarta juga telah dikelola menjadi objek wisata unggulan.

Di Instagram banyak terlihat foto-foto wisatawan mengenakan topi lebar ala noni Belanda mengendarai sepeda di Kota Tua. Itu merupakan salah satu cara untuk membuat destinasi wisata sejarah Jakarta lebih menarik. Wisatawan bisa melakukan penelusuran secara individu maupun dalam kelompok. Di bawah ini adalah objek-objek penting dalam sejarah budaya Jakarta.

Liburan di Jakarta: Melacak Jejak Sejarah Budaya Jakarta

Ulang tahun Jakarta sebagai ibu kota Indonesia selalu dirayakan dengan meriah, ditandai dengan diselenggarakannya Jakarta Fair Kemayoran selama sebulan penuh. Jakarta telah berjaya berabad-abad lalu sebagai kota pelabuhan. Kini Jakarta telah menjadi kota metropolitan, pusat pemerintahan, dan pusat perniagaan.

Baca juga: Pekan Raya Jakarta: Sejarah dan Fakta Uniknya

Berikut adalah jejak-jejak sejarah dan budaya Jakarta yang bisa menjadi pilihan yang sangat menarik untuk liburan di Jakarta.

Melacak Jejak Sejarah Budaya dengan Liburan di Jakarta

1. Pelabuhan Sunda Kelapa

Dikutip dari laman Kemdikbud, Pelabuhan Sunda Kelapa sudah terkenal sejak abad ke-5. Pada abad ke-12, Pelabuhan Sunda Kelapa berkembang pesat sebagai salah satu pelabuhan utama di Nusantara sehingga menjadi tempat persinggahan kapal-kapal asing seperti dari Tiongkok, Arab, India, dan bangsa-bangsa di Eropa. Bahkan Portugis mendirikan kantor dagang di sekitar pelabuhan sebagai simbol relasi dengan Kerajaaan Sunda.

Kesultanan Demak melihat hal ini sebagai ancaman sehingga bersekutu dengan Kesultanan Cirebon untuk menyerbu Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527. Sunda Kelapa berhasil direbut dan namanya diubah menjadi Jayakarta, yang artinya kemenangan yang jaya. Tanggal inilah yang diperingati sebagai hari lahir Kota Jakarta.

Saat ini Pelabuhan Sunda Kepala masuk ke wilayah Penjaringan, Jakarta Utara, dan dikelola oleh PT Pelindo II sebagai pelabuhan antar pulau saja. Sunda Kelapa menjadi salah satu destinasi wisata unggulan DKI. Wisatawan yang sedang liburan di Jakarta dapat menyaksikan aktivitas kapal-kapal kayu. Di kawasan ini juga terdapat Museum Bahari yang terbuka untuk umum.

2. Kota Tua Batavia

Belanda masuk ke Pelabuhan Sunda Kelapa tahun 1596 dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Namun, pada abad ke-17, Belanda yang telah memiliki perusahaan dagang di Hindia Timur mulai mencari cara untuk mengatasi kebutuhan akan pangkalan sebagai tempat memperbaiki kapal dan beristirahat.

Pada tahun 1619 kota Jayakarta yang hanya seluas 15 hektar dihancurkan oleh serangan Belanda, dipimpin oleh Jan Pieters Zoon Coen. Di atas reruntuhan Jayakarta, JP Coen mendirikan kota baru yang diberi nama Batavia. Nama Batavia diambil dari suku Batavierien, yang merupakan nenek moyang bangsa Belanda. Jejaknya masih terlihat di sebelah Sungai Ciliwung, di sekitar Taman Fatahillah. Pada tahun 1635, Batavia diperluas ke sebelah barat Ciliwung dan dibangun menjadi kota dengan prasarana lengkap.

Orang-orang pribumi yang tinggal di sana dan keturunannya kemudian disebut sebagai orang Betawi. Pada tahun 1942, yaitu setelah pendudukan Jepang, nama Batavia diganti menjadi Jakarta.

Kini Kota Tua Batavia menjadi ikon wisata DKI. Wisatawan yang sedang liburan di Jakarta bisa menjelajahi Petak Sembilan, Museum Fatahillah, Museum Bank Indonesia, Museum Bank Mandiri, Gedung Arsip Nasional, Lapangan Fatahillah, Jembatan Kota Intan, dan masih banyak lagi.

3. Museum Nasional

Museum Nasional didirikan ketika Eropa tengah dilanda revolusi intelektual (The Age of Enlightenment). Perhimpunan peneliti Belanda di Indonesia, yaitu Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BG), terinspirasi dengan gerakan serupa. Mereka mendirikan museum di atas rumah yang dihibahkan oleh JCM Radermacher di Kalibesar.

Pada masa pemerintahannya di tahun 1811 – 1816, Sir Thomas Stamford Raffles menjadi direktur BG dan memindahkan koleksi museum ke gedung baru yang lebih luas di Jl Majapahit nomor 3, yang sekarang menjadi kompleks Sekretariat Negara.

Pada tahun 1862, pemerintah Hindia Belanda memindahkan lagi koleksi BG yang makin banyak ke Jl Medan Merdeka Barat nomor 12. Warga Jakarta menyebut museum ini sebagai Museum Gajah. Arca Gajah di depan museum tersebut merupakan hadiah dari Raja Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand pada tahun 1871.

Tanggal 26 Januari 1950, BG yang memperoleh gelar koninklijk pada tahun 1923 karena jasanya di bidang ilmiah, berubah nama menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia. Pada tanggal 17 September 1962, pengelolaan museum diserahkan ke pemerintah Indonesia dengan nama Museum Pusat. Pada tanggal 28 Mei 1979, namanya berganti menjadi Museum Nasional. Wisatawan yang sedang liburan di Jakarta dapat berkunjung ke Museum Nasional karena terbuka untuk umum.

Baca juga: Daftar 10 Taman Kota di Jakarta yang Cocok untuk Tempat Jalan-Jalan Santai

4. Weltevreden

Weltevreden merupakan solusi yang diberikan oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels ketika Batavia mengalami ledakan penduduk dan wabah penyakit sepeninggal JP Coen. Ibu kota Hindia Belanda berpindah dari utara masuk ke selatan. Weltevreden artinya benar-benar puas.

Weltevreden meliputi Jl Pos dan Jl Sutomo di utara, Gunung Sahari hingga Pasar Senen di sebelah timur dan Kramat Raya hingga Prapatan di sebelah selatan.

Weltevreden dulunya adalah perkebunan kopi milik Cornelis Chastelein. Orang-orang kaya meninggalkan Batavia untuk pindah ke Weltevreden. Peninggalan Weltevreden yang masih digunakan saat ini adalah Kantor Kementerian Keuangan yang bernama Gedung AA Maramis. Dahulu gedung ini merupakan istana Daendels yang dijuluki Istana Putih atau Het Witte Huis di Lapangan Banteng.

Wisatawan yang sedang liburan di Jakarta dapat mengelilingi bekas Weltevreden yang sekarang telah menjadi pemukiman, yaitu Tanah Abang, Gondangdia, dan Menteng.

5. Pasar Baru

Pasar Baru atau Passer Baroe dibangun pada tahun 1820 untuk memenuhi kebutuhan warga Weltevreden kala itu. Meski sekarang sudah menjadi pasar tradisional, tetapi masih ada bangunan-bangunan lama peninggalan zaman kejayaan Weltevreden. Setiap Juni, di Pasar Baru diselenggarakan Festival Passer Baroe untuk mempromosikan budaya Betawi.

Di Pasar Baru, wisatawan bisa menjelajahi toko-toko legendaris seperti  Toko Kompak , Toko Lee Ie Seng, Toko Sin Lie Seng yang merupakan toko sepatu tertua di Pasar Baru, Toko Bombay yang masih menjual kain dan Toko Sepatu Bata yang ikonik.

Selain itu, masih ada kuliner lawas di sekitar Pasar Baru, antara lain Bakmi Gang Kelinci, Cakue Ko Atek, dan Restoran Tropic.

Itulah destinasi wisata yang menarik untuk melacak jejak sejarah dan budaya Jakarta. Liburan di Jakarta dengan kembali ke masa Hindia Belanda akan menjadi kenangan yang indah.

Exit mobile version