JNEWS – Museum Konferensi Asia Afrika (Museum KAA) adalah tempat terbaik untuk mengetahui sejarah dan melakukan penelitian tentang Konferensi Asia Afrika (KAA). KAA merupakan konferensi besar pertama yang diselenggarakan Indonesia setelah kemerdekaan. Bahkan ini merupakan langkah yang sangat berani bagi negara yang baru 10 tahun merdeka.
Sekilas Tentang Konferensi Asia Afrika
Dikutip dari Asia Africa Museum, KAA digelar di Gedung Merdeka, Bandung, pada tanggal 18-24 April 1955. KAA diselenggarakan untuk membersihkan imperialisme dari Asia dan Afrika. Pada saat itu beberapa negara Asia baru saja mendapatkan kemerdekaannya, termasuk Indonesia. Namun, bangsa-bangsa di Afrika masih banyak yang dijajah.
KAA dihadiri oleh 29 negara dari Asia dan Afrika. KAA menghasilkan Semangat Bandung atau Dasasila Bandung dan menjadi cikal bakal Gerakan Nonblok. Isi terpenting dari Dasasila Bandung adalah menghormati hak-hak manusia sesuai dengan Piagam PBB dan menghormati kedaulatan negara lain. KAA juga telah menyuarakan kemerdekaan Palestina sehingga perjuangan kemerdekaan Palestina sudah berlangsung sangat lama.
Gagasan Pendirian Museum Konferensi Asia Afrika
Gagasan tentang pendirian Museum KAA muncul setelah beberapa negara menanyakan di mana tempat yang paling tepat untuk dikunjungi jika ingin mengenang KAA. Selain itu, banyak mahasiswa dan peneliti yang membutuhkan sumber ilmiah tepercaya sebagai bahan penelitian tentang KAA di masa lalu, perkembangan, serta relevansinya di masa kini.
Gagasan tersebut membuat Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja (1978-1988) berinisiatif mengabadikan semua memorabilia KAA dalam bentuk museum. Tempat paling ideal yang diinginkan oleh beliau adalah di Gedung Merdeka. Gagasan tersebut akhirnya dilontarkan secara resmi pada forum rapat Panitia Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika pada tahun 1980. Gagasan tersebut disetujui oleh Presiden Soeharto.
Baca juga: Museum Geologi: Menyusuri Jejak Sejarah Alam Indonesia di Bandung
Pelaksanaan Pendirian Museum Konferensi Asia Afrika
Gedung Merdeka yang akan dijadikan Museum KAA tersebut memiliki 3 bangunan yang menyambung dan 3 pintu yang menghadap ke jalan yang berbeda. Pintu yang menghadap ke Jalan Cikapundung dahulu merupakan bagian dari Gedung Societeit Concordia yang didirikan orang Belanda pada tanggal 29 Juni 1879. Orang pribumi dilarang masuk ke gedung ini.
Pada masa penjajahan, gedung ini mengalami 3 kali renovasi. Pertama pada tahun 1921 oleh Van Galen Last dan C.P. Wolff Schoemaker, guru besar di Technische Hoogeschool te Bandoeng (Institut Teknologi Bandung/ITB). Kedua, pada tahun 1940 oleh A.F. Aalbers. Ketiga, pada masa pendudukan Jepang sehingga namanya berubah menjadi Keimin Bunka Shidoso dan Dai Toa Kaikan.
Ketika terpilih menjadi lokasi KAA, gedung ini direnovasi bersama dengan gedung-gedung pendukung lainnya, seperti Hotel Savoy-Homann, Hotel Preanger, dan sebagainya. Gedung ini berubah nama menjadi Gedung Merdeka. Selain itu, nama Jalan Raya Pos juga diubah menjadi Jalan Asia Afrika. 25 tahun kemudian, gedung ini menjadi Museum Konferensi Asia Afrika.
Untuk mewujudkan museum tersebut, ada beberapa pejabat dan instansi penanggung jawab yang ditunjuk, antara lain:
- Joop Ave, Ketua Harian Panitia Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika.
- Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Departemen Luar Negeri.
- Departemen Penerangan.
- Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
- Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat.
- Universitas Padjajaran.
Sedangkan yang ditunjuk sebagai perencana dan pelaksana teknisnya adalan PT Decenta.
Peresmian Museum Konferensi Asia Afrika
Museum Konferensi Asia Afrika diresmikan oleh Presiden Soeharto pada puncak perayaan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika tanggal 24 April 1980. Pengelolaan Museum KAA ada di bawah kewenangan Departeman Pendidikan dan Kebudayaan. Pada tanggal 18 Juni 1986, status pengelolaan Museum KAA dialihkan ke Departemen Luar Negeri.
Museum KAA mengalami penataan kembali jelang Konferensi Asia Afrika 2005 dan peringatan 50 Tahun Konferensi Asia Afrika. KAA 2005 dilaksanakan pada tanggal 22-24 April.
Fasilitas Museum Konferensi Asia Afrika
Fasilitas Museum Konferensi Asia Afrika dibagi menjadi 5 cakupan utama sebagai berikut.
1. Ruang Pameran Tetap
Pada ruang pameran tetap ini, pengunjung akan dapat melihat:
- Foto-foto dan benda 3 dimensi yang berhubungan dengan Pertemuan Tugu, Konferensi Kolombo, Konferensi Bogor, dan Konferensi Asia Afrika 1955.
- Foto-foto yang melatarbelakangi KAA, dampak KAA bagi dunia internasional, perubahan Gedung Merdeka, dan profil negara-negara peserta KAA.
- Diorama Konferensi Asia Afrika 1955.
2. Perpustakaan
Perpustakaan di Museum KAA diprakarsai oleh Kepala Perwakilan Kedutaan Besar Republik Indonesia di London saat itu, yaitu Abdullah Kamil, pada tahun 1985.
Perpustakaan Museum KAA berisi:
- Buku-buku sejarah, sosial politik dan budaya negara-negara Asia Afrika dan negara-negara lain.
- Dokumen-dokumen Konferensi Asia Afrika dan konferensi-konferensi lanjutannya.
- Majalah dan surat kabar.
3. Ruang Audio Visual
Ruang audio visual dibuat bersamaan dengan berdirinya perpustakaan dan juga diprakarsai oleh Abdullah Kamil.
Ruang audio visual antara lain digunakan untuk menayangkan:
- Film-film dokumenter tentang kondisi dunia hingga tahun 1950-an.
- Film-film dokumenter tentang Konferensi Asia Afrika dan konferensi-konferensi lanjutannya.
- Film-film tentang kebudayaan negara-negara di Asia dan Afrika.
4. Fasilitas Penelitian
Museum KAA memberikan akses seluas-luasnya kepada pelajar, mahasiswa dan peneliti yang memerlukan sumber tertulis dan dokumen terkait Konferensi Asia Afrika bagi penelitian mereka.
5. Layanan Aktivitas
Tak hanya menyediakan fasilitas tetap, Museum KAA juga memberikan pelayanan sebagai berikut:
- Pemanduan bagi pengunjung umum maupun kunjungan resmi.
- Pameran temporer pada event tertentu dan dapat dilakukan di luar Museum KAA.
- Dukungan kepada komunitas pencinta Museum KAA, yang tergabung dalam Sahabat Museum Konferensi Asia Afrika. Komunitas ini sering menyelenggarakan diskusi di berbagai bidang yang berkaitan dengan citizen diplomacy. Aktivitas mereka dapat dilihat di laman sahabatmuseumkaa.com.
Baca juga: Panduan Wisata Edukatif: Mengunjungi Museum Perjuangan Bogor
Museum Konferensi Asia Afrika di Bandung merupakan tempat yang paling sesuai untuk memahami perencanaan, pelaksanaan dan kelanjutan Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika tahun 1955 secara menyeluruh. Masyarakat yang menyukai hal-hal yang berkaitan dengan diplomasi, sejarah, sosial dan kebudayaan internasional dapat menjadikan Museum KAA sebagai destinasi utama.