Pandemi Bikin Susah UMKM, Pemerintah Gelontorkan Ragam Stimulus

Ilustrasi UMKM

UMKM dianggap sebagai pilar terpenting perekonomian Indonesia. Hingga saat ini, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 64,19 juta, di mana komposisi Usaha Mikro dan Kecil sangat dominan, yakni 64.13 juta atau sekitara 99,92 persen.

Namun akibat pandemi Covid-19 yang menghantam sejak tahun lalu, tak sedikit UMKM yang terpuruk. Sesuai rilis Katadata Insight Center (KIC), mayoritas UMKM (82,9%) merasakan dampak negatif dari pandemi ini dan hanya sebagian kecil (5,9%) yang mengalami pertumbuhan positif.

Lantaran itu, dalam masa pemulihan ekonomi global, termasuk di Indonesia yang saat ini sedang berjalan, pemerintah ikut memberikan suntukan imum bagi UMKM agar bisa kembali bangkit.

Hasil survey dari beberapa lembaga (BPS, Bappenas, dan World Bank) menunjukkan bahwa pandemi menyebabkan banyak UMKM kesulitan melunasi pinjaman serta membayar tagihan listrik, gas, dan gaji karyawan.

BACA JUGA : UKM

Beberapa diantaranya sampai harus melakukan PHK. Kendala lain yang dialami UMKM, antara lain sulitnya memperoleh bahan baku, permodalan, pelanggan menurun, distribusi dan produksi terhambat.

“Oleh sebab itu, Pemerintah berupaya menyediakan sejumlah stimulus melalui kebijakan restrukturisasi pinjaman, tambahan bantuan modal, keringanan pembayaran tagihan listrik, dan dukungan pembiayaan lainnya,” ujar Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso.

Menurut dia, pandemi mengubah Perilaku Konsumen dan Peta Kompetisi Bisnis yang perlu diantisipasi oleh para pelaku usaha akibat adanya pembatasan kegiatan. Konsumen lebih banyak melakukan aktivitas di rumah dengan memanfaatkan teknologi digital.

Sedangkan perubahan lanskap industri dan peta kompetisi baru ditandai dengan empat karakeristik bisnis yaitu Hygiene, Low-Touch, Less-Crowd, dan Low-Mobility. Perusahaan yang sukses di era pandemi merupakan perusahaan yang dapat beradaptasi dengan 4 karakteristik tersebut.

Dengan begitu, pelaku usaha termasuk UMKM perlu berinovasi dalam memproduksi barang dan jasa sesuai dengan kebutuhan pasar. Mereka juga dapat menumbuh-kembangkan berbagai gagasan/ide usaha baru yang juga dapat berkontribusi sebagai pemecah persoalan sosial-ekonomi masyarakat akibat dampak pandemi (social entrepreneurship).

BACA JUGA : Jurus Sambel Kdiyah, Resep Ibu yang Bervariasi di Tengah Pandemi

Pemerintah telah menyediakan insentif dukungan bagi UMKM melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di tahun 2020 dan dilanjutkan di tahun 2021. Realisasi PEN untuk mendukung UMKM sebesar Rp 112,84 triliun telah dinikmati oleh lebih dari 30 juta UMKM pada tahun 2020. Sementara untuk tahun 2021, Pemerintah juga telah menganggarkan PEN untuk mendukung UMKM dengan dana sebesar Rp 121,90 triliun untuk menjaga kelanjutan momentum pemulihan ekonomi.

“Pemerintah berharap semoga Program PEN ini dapat mendorong UMKM untuk kembali pulih di masa pandemi ini” tutur Susiwijono.

Program PEN untuk mendukung UMKM pada tahun 2020 tercatat telah berhasil menjadi bantalan dukungan bagi dunia usaha, khususnya bagi sektor informal dan UMKM untuk bertahan dalam menghadapi dampak pandemi. Selain itu, ini juga dapat membantu dalam menekan penurunan tenaga kerja. Dilansir dari data BPS per Agustus 2020, terdapat penciptaan kesempatan kerja baru dengan penambahan 0,76 juta orang yang membuka usaha dan kenaikan 4,55 juta buruh informal.

Tak hanya itu, pemerintah juga terus berupaya mendorong para pelaku UMKM untuk on board ke platform digital melalui Program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI), dimana hingga akhir 2020 sudah terdapat 11,7 juta UMKM on boarding. Diharapkan pada tahun 2030 mendatang, jumlah UMKM yang go digital akan mencapai 30 juta. Di samping itu, Pemerintah juga mendorong perluasan ekspor produk Indonesia melalui kegiatan ASEAN Online Sale Day (AOSD) di 2020.

BACA JUGA : Menhub Sentil Operator Tol Laut Agar Melayani dan Berikan Subsidi ke UMKM

Foto Ilustrasi UMKM.

Dari 64,19 juta UMKM di Indonesia, sebanyak 64,13 juta masih merupakan UMK yang masih berada di sektor informal sehingga perlu didorong untuk bertransformasi ke sektor formal. Indonesia juga masih memiliki permasalahan perizinan yang rumit dengan banyaknya regulasi pusat dan daerah atau hiper-regulasi yang mengatur perizinan di berbagai sektor yang menyebabkan disharmoni, tumpang tindih, tidak operasional, dan sektoral.

“Pada prinsipnya Pemerintah sudah menyiapkan berbagai program dan kebijakan baik dalam konteks Pemulihan Ekonomi Nasional maupun beberapa program yang ke depannya kita harapkan betul-betul dapat memberikan kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan bagi UMKM kita,” tutupnya.

Exit mobile version